Mohon tunggu...
Ni Made Manik Asmarani
Ni Made Manik Asmarani Mohon Tunggu... Universitas pendidikan ganesha

Ni Made Manik Asmarani

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Multiple Intellegency Bagi Tenaga Pendidik

1 Januari 2022   21:54 Diperbarui: 1 Januari 2022   21:58 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Prof. Howard Gardner, seorang ahli psikologi kognitif dari Universitas Harvard, meneliti tentang intelegensi/kecerdasan manusia. la mengatakan bahwa IQ tidak boleh dianggap sebagai tinggi atau rendah seperti tekanan darah manusia, dan kecerdasan seseorang tidak dapat diukur secara mutlak dengan tes-tes IQ. la mengatakan bahwa tes IQ hanya mampu mengukur kemampuan seseorang dalam mengerjakan tes IQ tersebut saja. Selanjutnya, ia menemukan bahwa setiap orang memiliki beberapa kecerdasan, tidak hanya satu kecerdasan. la menyebutnya dengan inteligensi ganda. Yang dimaksud dengan multipel intelegensi/inteligensi majemuk adalah kemampuan untuk memecahkan masalah atau menciptakan suatu produk yang efektif atau bernilai dalam satu Iatar belakang budaya tertentu. Artinya, setiap orang jika dihadapkan pada satu masalah, ia memiliki sejumlah kemampuan untuk memecahkan masalah yang berbeda sesuai dengan konteksnya. Sama seperti Ornstein, Gardner Imenyebutkan bahwa intelegensi seseorang terdiri dari intelegensi linguistik, logis ma ematis, visual spasial, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, musikal, dan naturalis. Perbedaan pendapat antara Ornstein dan Gardner adalah Gardner tidak memisahkan letak jenis-jenis intelegensi di belahan otak. la lebih mengutamakan bahwa jenis-jenis intelegensi tersebut harus dikembangkan secara berimbang, agar setiap individu dapat mengembangkan seluruh kemampuannya secara maksimal.

Pada dasarnya setiap anak memiliki kedelapan intelegensi tersebut. Hanya saja, sering tidak semuanya terasah dengan baik oleh orang tua, pendidik di sekolah, atau sistem pendidikan (kurikulum) nasional, sehingga kurang berkembang. Padahal dengan mengembangkan seluruh potensi intelegensi anak sejak dini, berarti kita memberi anak jalan untuk lebih mudah mencapai puncak sukses kelak di kemudian hari. Kebanyakan anak memiliki sejumlah intelegensi yang dominan dengan gaya belajar yang berbeda yang diekspresikan dengan cara yang berbeda. Jika kita melihat anak tidak tertarik pada satu bidang tertentu, dimungkinkan anak tersebut mempunyai lebih dari satu intelegensi primer. Namun, dapat juga berarti sebaliknya, anak tersebut belum cukup matang untuk mengembangkan satu minat yang kuat. Ormstein dan Gardner sependapat bahwa seluruh potensi otak tersebut harus diberdayakan untuk mencapai kompetensi tertentu baik untuk kegiatan pembelajalran di sekolah atau pendidikan di rumah. Seluruh potensi otak diberi kesempatan yang sama melalui berbagai aktivitas dan stimulus yang diberikan dan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing individu. Guru perlu mengembangkan suatu program pembelajaran yang dapat memberdayakan dan mengembangkan intelegensi-intelegensi tersebut yang dimiliki setiap anak didik untuk mencapai kompetensi tertentu dalam suatu kurikulum.Dan pada akhirnya anak didik menjadi cerdas karena seluruh intelegensinya berkembang secara berimbang. Hal ini sejalan dengan Undang-undang Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 yang menjelaskan bahwa Pendidikan adalah usaha adil dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, sertaketerampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

  • Pendidikan adalah hal yang sangat penting untuk diperoleh anak-anak ataupun orang dewasa. Pendidikan menjadi salah satu modal bagi seseorang agar dapat berhasil dan mampu meraih kesuksesan dalam kehidupannya. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses pengembangan potensi individu. Melalui pendidikan, potensi yang dimiliki oleh individu akan diubah menjadi kompetensi. Kompetensi mencerminkan kemampuan dan kecakapan individu dalam melakukan suatu tugas atau pekerjaan. Tugas pendidik atau guru dalam hal ini adalah memfasilitasi anak didik sebagai individu untuk dapat mengembangkan potensi yang dimiliki menjadi kompetensi sesuai dengan cita-citanya. Salah satunya dengan adanya penyelenggraan pembelajaran. Menurut Dimyati penyelengaraan pembelajaran merupakan salah satu tugas utama guru dimana kegiatan pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditujukkan untuk membelajarkan siswa (Dimyati, dkk, 2006:105). Pembelajaran dimaksudkan agar tercipta kondisi yang memungkinkan terjadinya belajar pada diri siswa. Dalam suatu kegiatan pembelajaran, terdapat dua aspek penting yaitu hasil belajar berupa perubahan perilaku pada diri siswa dan proses dari hasil berlajar berupa sejumlah pengalaman intelektual, emosional dan fisik pada diri siswa. Pembelajaran juga berarti meningkatkan aktivitas 2 kemampuan-kemapuan kognitif (daya pikir), afektif (tingkah laku) dan psikomotorik (ketrampilan siswa), kemampuan-kemampuan tersebut dikembangkan bersama dengan perolehan-perolehan pengalaman-pengalaman belajar. Jadi pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan membelajarkan siswa yang dinilai dari perubahan perilaku dan meningkatkan pengetahuan dan pengalaman pada diri siswa (Fathurrohman dkk, 2012:8). Dalam pembelajaran hal yang perlu diketahui para guru antara lain adalah kecerdasan siswa agar dapat menolong kesulitan belajar siswa (Sagala,2003:82). Kecerdasan merupakan salah satu faktor utama yang menentukan sukses gagalnya peserta didik belajar di sekolah. Kualitas proses belajar seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Syah (2001), dengan merujuk pada teori belajar kognitif, bahwa fakror-faktor yang mempengaruhi belajar itu dikelompokkan kedalam kategoti yaitu faktor internal, faktor eksternal, dan faktor pendekatan belajar yang digunakan (Deni, 2011: 22). Pendekatan belajar yaitu jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari materi pelajaran. Strategi belajar bagaimana yang digunakan pembelajar ini akan berpengaruh terhadap kualitas belajar (Deni, 2011:23). Pada kenyataannya walau semua guru sudah tahu cara melaksanakan proses belajar mengajar yang dituntut oleh kurikulum, tetap saja mereka giat menerapkan metode tradisional atau konvensional. Mencatat, berceramah, menghafal dan murid harus menuruti semua yang dikatakan guru. Selain itu, agar nama guru dan 3 sekolah tetap harum, siswa dituntut untuk meraih nilai yang tinggi. Kuncinya adalah pembelajaran yang berfokus pada hasil, namun mengabaikan proses. Anak digiring ke dalam suasana kelas yang membosankan. Sejak ada kebijakan yang mengharuskan anak mencapai standar kelulusan, maka semua sekolah berlombalomba membuat program untuk menjadikan peserta didiknya lulus seratus persen. Padahal pembelajaran menekankan pada aktivitas peserta didik, bukan pada aktivitas pendidik (Fathurrohman dkk, 2012:6). Bahkan sering kita temui di sekolah-sekolah guru mengajar dengan sikap otoriter, marah-marah, mencela, mencerca, mengkritik akan membuat siswa menutup pintu hati dan pikiran mereka. Anak didik akan kehilangan motivasi, minat dan gairah untuk berinteraksi dengan guru. Padahal tujuan pendidikan adalah mengembangkan potensi peserta didik secara maksimal. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses pengembangan potensi individu. Melalui pendidikan, potensi yang dimiliki oleh individu akan diubah menjadi kompetensi. Kompetensi mencerminkan kemampuan dan kecakapan individu dalam melakukan suatu tugas atau pekerjaan. Tugas pendidik atau guru dalam hal ini adalah mefasilitasi anak didik sebagai individu untuk dapat mengembangkan potensi yang dimiliki menjadi kompetensi sesuai dengan cita-citanya. Oleh karenanya program pendidikan dan pembelajaran seperti yang berlangsung saat ini harus lebih diarahkan atau lebih berorientasi kepada invidu peserta didik (Marjohan, 2009:52) . Kendala bagi dunia pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas adalah masih banyaknya sekolah yang mempunyai pola pikir tradisional di dalam 4 menjalankan proses belajarnya yaitu sekolah hanya menekankan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa. Kenyataan menunjukkan bahwa program pendidikan yang berlangsung saat ini lebih banyak dilaksanakan dengan cara membuat generalisasi terhadap potensi dan kemampuan siswa. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman pendidik tentang karakteristik individu serta pendekatan pembelajaran yang digunakan kurang tepat, karena hanya fokus pada kemampuan kogntif saja dan mengabaikan kemampuan afektif dan psikomotorik siswa. Akhir- akhir ini muncullah anggapan bahwa menerapkan konsep kecerdasan majemuk atau Multiple Intelegence (MI), kepada anak didik di sekolah dianggap sebagai langkah yang tepat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun