Oleh : Nilma Afada
PENDAHULUANÂ
Pendidikan Islam pada dasarnya difahami sebagai sebuah sistem, yakni sebuah relasi antara satu komponen dengan komponen lainnya sebagai suatu upaya untuk mencapai tujuan (Mahmud, 2019, p. 99). Realitanya, pendidikan Islam saat ini masih sangat banyak menghadapi tantangan yang cukup kompleks, baik berupa tantangan secara internal maupun eksternal. Internalnya, problematika yang dihadapi mencakup wilayah intern komponen-komponen pendidikan profesionalitas pendidik, kurikulum dan lain sebagainya. Sedangkan tantangan eksternal yang dihadapi berkenaan dengan bagaimana menyiapkan Pendidikan Islam dengan tantangan yang orientasinya pada era kontemporer dan masa depan. Meskipun secara historisnya, eksistensi dan peran pendidikan Islam dalam mencetak insan yang berkepribadian yang paripurna, baik secara jasmani maupun rohani, namun melihat aktualisasi perjalananya baik secara kelembagaan maupun sistem pendidikan yang diselenggaarakan tidak selalu terlaksana sebagaimana yang diharapkan, artinya selalu terdapat beberapa persoalan yang menghambat sistem pendidikan dalam mencapai tujuanya (Idris & Mokodenseho, 2021, p. 73). Nurgiantoro dalam Sukiman menjabarkan bahwa terdapat dua istilah yang berbeda dalam program perumusan kurikulum. Pertama, curiculum development. Istilah ini merujuk kepada kegiatan menghasilkan kurikulum. Kedua, curiculum building , merupakan kegiatan penyempurnaan dari hasil implementasi kurikulum yang sudah ada dengan menggunakan hasil evaluasi yang sudah divalidasi, yang bertujuan untuk menghasilkan output kurikulum yang semakin baik (Sukiman, 2015, p. 6). Dengan begitu, adanya pemetaan istilah dalam aktivitas pengembangan kurikulum bisa saja terjadi, namun hal tersebut bukan menjadi inti dari tujuan pendidikan Islam. Akan tetapi bagaimana pendidikan Islam mampu memformulasikan dan mempersiapkan kurikulum yang relevan dan integral antara knowledge dan juga tuntutan dariadanya perkembangan suatu zaman perkembangan zaman. Namun perlu digarisbawahi, bahwasanya hal tersebut tidak akan berjalan sesuai prosedur tanpa melakukan pembinaan profesionalitas para pengembang kurikulum itu sendiri seperti pendidik di lembaga pendidikan. Pengembangan kurikulum menurut Auedray dan Howard, dalam Oemar Hamalik yaitu "Curriculum development" is defined as "the preparation of learning opportunities aimed at achieving certain goals in students, as well as the assessment of the extent to which these goals have been achieved." Definisi yang diungkapkan kedua ahli ini menekankan bahwa kurikulum tidak hanya berbicara terkait kualitas dan relevansi materi yang disampaikan, tetapi kurikulum harus lebih menekankan kepada gagasan terhubungnya komponen-komponen pendidikan yang memiliki kesatuan yang relevan dan dapat dikontekstualisasikan dengan kemajuan dan perubahan arah yang dibutuhkan peserta didik setelah mereka selesai menempuh pendidikan. Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan salah satu kurikulum dalam sistem pendidikan nasional di negara tanah air, Indonesia. Yang pada hakikatnya hal itu wajib diberikan pada semua jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi. Di dalam Undang-undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 37 Ayat 1, dinyatakan bahwa dari pendidikan agama itu ada, bertujuan untuk membentuk peserta didik menjadi insan yang memiliki pribadi beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlaqul karimah. Adapun tujuan dari pada pendidikan agama seperti yang termuat dalam UU No 20/2003 tersebut, tidak dapat dicapai hanya sebatas memberikan pengajaran agama dengan parameter keberhasilan diukur dari segi seberapa jauh peserta didik menguasai hal-hal yang bersifat kognitif atau pengetahuan tentang ajaran agama.Â
PEMBAHASAN
 1.Tantangan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam Zaman yang terus silih berganti, hingga sekarang berada di era globalisasi ini, yang mana memberikan tantangan tersendiri bagi pendidikan secara umumnya dan Pendidikan Islam khususnya. Dunia pendidikan memperoleh tuntutan bahwa pendidikan harus mampu beradaptasi dan merespons kebutuhan dan tuntutan zaman yang menuntut lapangan pekerjaan berbasis teknologi. Pendidikan sangatlah dituntut untuk mencetak lulusan yang dapat berdaya saing dalam dunia kerja dan juga berkontribusi dalam membangun masyarakat madani. Tantangan yang akan dihadapi pendidikan Islam kedepanya akan semakin besar dan kompleks sebagai konsekuensi dari perkembangan zaman (Suarni, 2019, p. 85). Melirik kondisi pendidikan Islam detik ini, tantangan yang dihadapinya berasal dari wilayah internal dan eksternal pendidikan. Mengenai persoalan pendidikan karakter yang mana merupakan problem yang terus berlanjut sampai sekarang, terlebih-lebih ketika dunia dihadapi dengan revolusi yang begitu cepat dengan perkembanganya menggrogoti moral dan karakter anak bangsa. Degradasi moral yang melanda peserta didik sulit dibendung dengan perubahan budaya yang serba teknologi merubah world view dari peserta didik sehingga berdampak pada pola fikir dan karakter. Inilah pentingnya eksistensi pendidikan Islam guna menggalakkan pendidikan karakter dalam rangka membekali moral anak bangsa. Keempat, paradigma yang kurang tepat dalam memahami kurikulum. Dalam pendidikan Islam masih terdapatnya sudut pandang kurikulum yang diberlakukan cukup dikuasai dan difahami tanpa adanya penekanan pada ranah aplikasi. Artinya, tata kelola pendidikan Islam yang masih berlebihan dalam menekankan dimensi kognitif serta mengabaikan dimensi value atau dimensi pengaplikasianya. Pandangan terhadap pendidikan Islam selama ini dipandang hanya pada lingkup transfer of knowledge bukan sebgai transfer value. Untuk tantangan eksternal yang dihadapi pendidikan Islam lebih berorientasi kepada tantangan masa depan. Tuntutan yang ditimbulkan oleh era revolusi saat ini menuntut pendidikan Islam khususnya mampu mengembangkan peserta didik yang memiliki kemampuan hight order thingking skill (HOTS), kemampuan pemecahan masalah, keterampilan berpikir kritis, dan keterampilan kreatif, untuk mempersiapkan mereka menghadapi kenyataan. Kehidupan di era 5.0 dan masa depan yang dibentuk dalam kepribadian peserta didika memiliki landasan akhlakul karimah (Khoirin, 2021, p. 85). 2.Upaya Pengembangan Kurikulum Pengembangan kurikulum merupakan salah satu hal mendesak yang harus mencerminkan suatu tindakan yang menghasilkan pemecahan masalah guna memenuhi tujuan pengembangan kurikulum. Tidak hanya perwujudan dari setiap gagasan yang muncul saja, tetapi juga harus mencerminkan suatu tindakan yang menghasilkan pemecahan masalah guna memenuhi kebutuhan masyarakat sesuai dengan kompetensi yang dipersyaratkan. Seiring perkembangan zaman yang semakin maju, teknologi tentu berimbas terhadap tatanan kehidupan pada masyarakat. Menyusul revolusi industri 4.0, Jepang kini telah meluncurkan revolusi baru, periode masyarakat 5.0. Dalam hal ini, pendidikan memainkan peran penting dalam mempersiapkan peserta didik untuk menghadapi masa masyarakat 5.0. Akibatnya, pemerintah Indonesia merevisi kurikulum 2013 untuk menekankan pembelajaran dengan karakteristik berikut: Penguatan Pendidikan karakter (PPK), Literasi, Creative, Critical Thinking, Communicative, Collaborative (4C) dan Higher Order Thinking Skill HOTS). Kemampuan- kemampuan ini dianggap sangat dibutuhkan peserta didik untuk menghadapi berbagai fenomena kehidupan di era society 5.0 dan perkembangan zaman kedepanya. Desain pengembangan kurikulum dengan cara mengintegrasikan kemampuan dan keterampilan diatas, diharapkan akan mampu memberikan kontiribusi dalam memcahkan suatu masalah, memberikan konklusi yang tepat dan mendatangkan kesejahteraan ditengah-tengah masyarakat (Utami, 2019, p. 215). UNESCO telah menyoroti empat visi pendidikan abad ke-21 yang lebih mendasar dalam paradigma pembelajaran. Visi yang pertama dari keempat visi tersebut adalah Learning to Think (belajar untuk berpikir, berorientasi pada pengetahuan logis dan rasional). Belajar adalah proses memperoleh, memperdalam, dan menerapkan pengetahuan. Salah satu hal paling utama bagi peserta didik di abad ke-21 ini ialah penguasaan materi. Peserta didik juga harus memiliki keinginan untuk belajar seumur hidup. Item ini menunjukkan bahwa mereka telah berusaha untuk meningkatkan kemampuan mereka sendiri sehubungan dengan apa yang telah mereka ketahui dan bahwa mereka terus percaya bahwa mereka memahami konsep yang diperlukan untuk pencapaian di masa depan. Ketika dihadapkan dengan kondisi baru yang menuntut perolehan keterampilan baru, peserta didik harus siap untuk belajar setiap saat. Kedua, Learning To Do (menguasai cara hidup). Keterampilan akademik dan kognitif tentu penting bagi anak-anak untuk berhasil, tetapi mereka bukan satu-satunya bakat yang mereka butuhkan. Individu dengan kualitas dan identitas adalah peserta didik yang memiliki kompetensi kognitif esensial. Generasi muda khususnya harus mampu berkolaborasi dan belajar dengan berbagai kelompok dalam berbagai lingkungan kerja dan sosial, serta beradaptasi dengan keadaan yang berubah. Keempat, Belajar hidup bersama (belajar untuk hidup, memiliki orientasi untuk toleran dan siap bekerja sama). Masyarakat yang majemuk ialah salah satu diantara faktor yang dapat menghambat pengembangan kurikulum. Maka disinilah perlunya para pengembang kurikulum untuk melakukan analisa mendalam terhadap hal yang mempengaruhi pengembangan kurikulum untuk digunakan sebagai suatu landasan dalam mencari solusi yang tepat dalam menetapkan kurikulum yang strategis, efektif dan efesien. Pengembangan kurikulum PAI yang tepat akan memberikan hasil yang berkualitas, dan tentunya akan berdampak pada lembaga Pendidikan Agama Islam dengan dibantu oleh guru-guru yang tidak ketinggalan dalam kemajuan teknologi dan informasi (Syam, 2019, p. 16). Namun untuk tercapai hal ini tentu pemenuhan kebutuhan guru itu sendiri sangat berpengaruh dalam menentukan etos guru. Hal itu dapat menstimulus dan mengarahkan kekuatan guru untuk mau meningkatkan kualitasnya guna untuk mencapai arah tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian beberapa hal tersebut dilirik untuk sangat harus diperhatikan dan dipertimbangkan oleh pemilik otoritas pengembang kurikulum, guna dijadikan landasan utama untuk dapat memaksimalkan dan mempersipakan program pengembangan kurikulum di lembaga Pendidikan Islam yang lebih efesien dan efektif. Yang pada akhirnya, merumuskan kurikulum dalam bentuk pengembangan kurikulum merupakan alternatif dalam memberikan peluang bagi pendidikan untuk mencetak SDM yang unggul dan selalu terbuka dengan tuntutan perubahan masyarakat dan zaman.Â
PENUTUPÂ
Suatu pendidikan, dapat dikatakan berkualitas apabila pendidikan berhasil mengembangkan potensi sistem dan komponen pendidikan dalam yang tidak hanya secara kuantitas namun dapat menghasilkan out came yang berkualitas yang dapat survive dengan perkembangan zaman. Melihat tantangan yang dihadapi Pendidikan Islam, menuntut kurikulum yang diformulasikan tidak hanya dalam ranah transfsfer of knowledge, namun lebih dari itu transfer of value yang relevan dengan zaman sangat diperlukan dalam rangka mempersiapkan SDM yang mampu berkompetensi dengan perkembangan zaman. Pendidikan Islam dituntut untuk melakukan perumusan kurikulum yang integratif. Namun dalam pelaksanaanya semestinya harus memperhatikan beberapa hal yang memberikan pengaruh dalam pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum dalam pelaksanaannya sangat diperlukan pengembang yang memiliki otoritas dalam mengembangan kurikulum yang mumpuni. Pengembang kurikulum dituntut memiliki kualitas, kreatifitas dan profesionalitas. Hal demikian dinilai sangat penting untuk diperhatikan sebab kurikulum berisikan tujuan dan bagian komponen integral lainnya yang memberikan arahan untuk keberhasilan sebuah pembelajaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H