Mohon tunggu...
Nildza K
Nildza K Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Moratorium Fakultas Kedokteran di Indonesia

21 Februari 2018   11:44 Diperbarui: 21 Februari 2018   11:53 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Dokter dan fakultas kedokteran dapat dikatakan sebagai tulang punggung kesejahteraan masyarakat di suatu negara. Dokter yang dapat menjawab segala tantangan di masyarakat adalah mereka yang ingin mengabdi serta melayani masyarakat, dan tak lupa mampu menjadi seorang pemimpin yang arif. Oleh karena itu, pendidikan yang dibutuhkan oleh seorang dokter bukanlah sesuatu yang bisa disepelekan, apalagi ditelantarkan begitu saja. Pendidikan yang diadakan oleh tiap-tiap fakultas kedokteran harus mampu menjadikan para mahasiswanya sosok yang dipercaya oleh masyarakat.

Kenyataannya, per Mei 2017, 4 dari 10 fakultas kedokteran di Indonesia masih menyandang akreditasi C; suatu rasio yang secara tidak langsung mencerminkan rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap dokter-dokter Indonesia di masa depan. Pada akhirnya, bukan soal kuantitas yang perlu dimenangi oleh setiap fakultas-fakultas kedokteran tersebut; melainkan kualitas. Seribu dokter tanpa satu pun pasien yang mempercayainya, apa bagusnya?

Berkaca dari hal tersebut, Ristekdikti pun mengeluarkan moratorium pendirian fakultas kedokteran di Indonesia pada tanggal 14 Juni 2016. Dalam moratorium tersebut, setidaknya ada tiga poin penting yang dikemukakan oleh Ristekdikti, yaitu bahwa Ristekdikti:

  • akan mengevaluasi terhadap penyelenggaraan dan kualitas lulusan Program Studi Pendidikan Dokter yang ada pada saat itu,
  • menghentikan sementara waktu pengajuan pembukaan Program Studi Pendidikan Dokter dan Profesi Dokter sampai dengan dilakukan perbaikan terhadap mutu pendidikan kedokteran secara signifikan,
  • untuk pemenuhan kebutuhan tenaga dokter yang sangat dibutuhkan di wilayah tertentu, Pemerintah dapat melakukan pengecualian pembukaan Program Studi Pendidikan Dokter dan Profesi Dokter pada wilayah tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Keputusan berani Ristekdikti untuk mengeluarkan moratorium ini baru diambil setelah Konsil Kedokteran Indonesia dan Ikatan Dokter Indonesia berkali-kali menyerukan keharusan dibuatnya keputusan moratorium tersebut. Bahkan, para calon dokter Indonesia yang diwakili oleh Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia tak lupa mendukung ide tersebut. Ironisnya, belum genap dua tahun berjalan, tepatnya pada September 2017 moratorium itu bahkan telah dicabut. Hasilnya, respons tak setuju terang-terangan dikemukakan oleh Konsil Kedokteran Indonesia, Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia, dan juga Perhimpunan Dokter Gigi Indonesia.

Respons yang ditunjukkan oleh pihak-pihak tersebut bukanlah tanpa alasan. Dalam keadaan seperti ini, moratorium dapat dikatakan sebagai suatu kontrol yang baik dari pemerintah untuk mengutamakan kualitas dan kompetensi yang dimiliki oleh seorang dokter di atas aspek-aspek lainnya. Perlu dicamkan bahwa banyaknya institusi yang dapat menyelenggarakan pendidikan kedokteran tidak menjamin kualitas para dokter itu sendiri. 

Selain itu, Prof. dr. I. Oetama Marsis, Sp.OG selaku Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia bahkan juga pernah mengungkapkan bahwa setidaknya ada 7.000 mahasiswa kedokteran yang menyandang gelar dokter baru setiap tahunnya. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Prof. Dr. dr. Bambang Supriyatno, Sp.A(K) selaku Ketua Konsil Kedokteran menyatakan bahwa yang menjadi masalah di Indonesia adalah distribusi dokter, bukan produksinya.

Pencabutan moratorium yang telah diperjuangkan oleh banyak pihak menimbulkan tanda tanya besar. Dikatakan oleh Menristekdikti, Muhammad Nasir, keputusan tersebut didasari oleh kenaikan akreditasi tujuh fakultas kedokteran di Indonesia dari C menjadi B. Lantas, apakah hal tersebut sudah cukup pantas dijadikan dasar suatu tindakan yang terbilang cukup berpengaruh besar?

Pemerintah melalui Ristekdikti seharusnya bisa meningkatkan kualitas fakultas-fakultas kedokteran di Indonesia, bukan hanya mengandalkan pencapaian-pencapaian kecil yang tidak mewakili perbaikan kualitas tersebut secara holistik. Pemikiran yang jauh ke depan seharusnya bisa menjadi dasar bagi pemerintah untuk menentukan, apakah dengan perubahan akreditasi 7 dari setidaknya 30 fakultas kedokteran berakreditasi C menjadi B, sudah cukup kuat sebagai pondasi peningkatan kesehatan masyarakat Indonesia yang berkelanjutan. Oleh karena itu, Ristekdikti harus mempertimbangkan kembali keputusan pencabutan moratorium fakultas kedokteran di Indonesia yang baru seumur jagung, dan secara khusus meyakinkan masyarakat Indonesia mengapa keputusan tersebut dirasa perlu untuk dilakukan.

Sejauh ini, mahasiswa kedokteran Indonesia lewat ISMKI telah mendesak pemberlakuan kembali moratorium fakultas kedokteran lewat petisi yang ditandatangani setidaknya 1.500 orang. Sebelum isu pencabutan moratorium fakultas kedokteran ini mulai bias dari permukaan, ada tindakan-tindakan lain yang perlu dilakukan selain mengadakan sebuah petisi. 

Mahasiswa kedokteran harus bersatu dan menyamakan visi sehingga dapat bersama-sama melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas kependidikan kedokteran di Indonesia. Mahasiswa-mahasiswa kedokteran dapat menginisiasi studi banding terutama bagi fakultas-fakultas kedokteran dengan akreditasi C ke fakultas kedokteran dengan akreditasi B atau A. Dengan demikian, fakultas kedokteran dengan akreditasi yang baik dapat mengikuti dan ikut mengontrol perkembangan kualitas pendidikan fakultas-fakultas kedokteran lainnya, dan bukannya lepas tangan. Selain itu, mahasiswa kedokteran juga bisa memulai perubahan yang lebih mendasar dari diri mereka sendiri. 

Dengan pribadi yang baik, mahasiswa kedokteran akan bisa menginisiasi usaha-usaha baru yang berfokus pada peningkatan kualitas pendidikan kedokteran. Usaha-usaha yang tegas dan terarah tersebut dapat menjadi patokan untuk pemerintah, bahwa peningkatan kualitas pendidikan kedokteran tidak hanya penting dilakukan di fakultas-fakultas kedokteran tertentu, tapi secara umum juga di seluruh fakultas kedokteran yang ada di Indonesia. Dengan begitu, ide untuk memberlakukan kembali moratorium fakultas kedokteran di Indonesia dapat kembali dikuatkan dan pada akhirnya dilaksanakan. Untuk memastikan distribusi dokter di Indonesia sudah merata, mahasiswa kedokteran bersama dengan dokter-dokter di Indonesia harus bisa mengamalkan jiwa yang rela mengabdi dan mengorbankan semangat untuk bisa melayani dan memberikan yang terbaik bagi masyarakat Indonesia, dari Sabang sampai Marauke.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun