Pendahuluan
Seperti yang telah kita ketahui bersama, komunikasi politik merupakan Suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan ini. Menurut Nimno, Politik berasal dari kata “polis” yang berarti negara/kota yang secara totalitas merupakan kesatuan antara negara (kota) dan masyarakatnya. Kata “polis” ini berkembang menjadi “politicos” yang artinya kewarganegaraan. Dari kata “politicos” menjadi ”politera” yang berarti hak-hak kewarganegaraan (Sumarno, 1989:8). Komunikasi politik sendiri adalah komunikasi yang mengarah/diarahkan pada pencapaian suatu pengaruh yang sedemikian rupa, sehingga berbagai problem yang dibahas oleh jenis komunikasi tersebut, dapat mengikat semua warganya melalui suatu sanksi yang ditentukan bersama oleh lembaga politik.
Mengkomunikasikan politik tanpa aksi politik yang kongkret sebenarnya telah dilakukan oleh siapa saja: mahasiswa, dosen, tukang ojek, penjaga warung, dan seterusnya. Tak heran jika ada yang menjuluki Komunikasi Politik sebagai neologisme, yakni ilmu yang sebenarnya tak lebih dari istilah belaka.
Dalam praktiknya, komunikasi politik sering sekali digunakan.Hal ini ditunjukkan bahwa setiap hari tidak satu pun manusia tidak berkomunikasi, dan kadang-kadang sudah terjebak dalam analisis dan kajian komunikasi politik. Contoh real yang terjadi dalam event pemilihan umum, komunikasi politik sangat berperan dalam aktivitas kampanye kandidat. banyak caleg yang menggunakan komunikasi politik ini segabai strateginya dalam membangun citra di masyarakat. selain itu, kredibilitas seorang kandidat atau suatu partai politik juga bisa dinilai dari aktivitas komunikasi politik yang dijalankannya.
komunikasi politik memang pada umumnya berfungsi sebagai jembatan penghubung antara suprastruktur dan infrastruktur yang saling bergantung satu sama lain dalam ruang lingkup negara. perkembangan teknologi yang semakin pesat, sudat jelas ikut merubah pola komunikasi politik menjadi lebih berwarna. Karena, permasalahan yang ada saat ini, media yang harusnya menjadi pemberi informasi, justru banyak digunakan untuk kepentingan pribadi / partai dari si pemilik media itu sendiri.
ISI
Lalu, apa kira-kira yang salah di sini?
Media dengan kemampuannya menjangkau massa dalam jumlah yang cukup besar sehingga informasi dari media massa itu dapat menembus yang besar pula, turut membentuk opini publik melalui informasi tersebut. ketika suatu kekuatan politik ingin merusak image seorang caleg, contohnya, yang perlu dilakukan cukup dengan membanjiri informasi di media massa dengan hal-hal buruk yang dilakukan lawan politik. begitupun sebaliknya.
kita contohkan media televisi di Indonesia yang saat ini kita tau sudah dipegang oleh nama-nama ternama seperti ARB, Harri Tanu, hingga Surya Paloh. Di saat menjelang pemilu 2014 seperti sekarang, berbagai media "Kepunyaan mereka" diwarnai dengan berbagai iklan politik mereka. Satu yang berwarna merah terlihat jelas memamerkan capresnya dengan mengangkat hal-hal politik tentangnya, Satu lagi yang berwarna biru justru memutar balikkan fakta tentang capres yang berikutnya. masih banyak hal yang kita ketahui bersama di lakukan di media oleh si pemilik media ini demi memenangkan dirinya di pemilu 2014.
begitulah opini publik yang terbentuk dari media ini.
kini komunikasi politik bagi si pemilik media menjadi lebih gampang. hukum rimba tentang Siapa yang Kuat dia yang menangpun berlaku kembali. Siapa yang berkuasa dalam media, sudah dapat menciptakan opini publik di masyarakat. satu hal lagi yang menyenangkan bila seorang caleg / capres memiliki media sendiri adalah keuntungan finansial. Hingga muncul anggapan seperti ini di masyarakat bahwa "Kalo pengen jadi presiden, gak usah punya apa-apa. yang penting punya TV sudah bisa jadi presiden." .