Mohon tunggu...
Nila Syarifah Agustina
Nila Syarifah Agustina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi INISNU Temanggung

Menulis, Membaca Novel

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peran Kurikulum Pendidikan Islam dalam Mengatasi Dekadensi Moral

18 Januari 2023   10:06 Diperbarui: 18 Januari 2023   10:11 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dekandensi moral terdiri dari dua kata, yaitu morali dan dekadensi. Moral secara etimologis berasal dari kata latin mores yang berarti adat. Adat menurut Stutter mengacu pada kelompok orang tertentu atau kebiasaan, praktik, standar, norma, dan kode yang diterima secara umum yang mengatur aktivitas kelompok sesuai dengan kewajiban agama dan sosial. perbuatan atau akhlak yang baik. Seseorang bertindak secara moral ketika perilakunya dianggap salah dalam masyarakat tertentu.

Menurut pandangan Islam, akhlak adalah sikap mulia yang diamalkan oleh orang-orang yang memiliki kehendak dan tujuan mulia, sedangkan orang yang berakhlak adalah orang yang memiliki akhlak mulia dalam kehidupannya, lahir dan batin, sesuai dengan dirinya dan orang lain. Prinsip-prinsip moral yang diperkenalkan oleh Islam bertujuan untuk mengatur kehidupan manusia, yang meliputi perilaku dalam interaksi dengan individu dan kelompok dalam masyarakat.

Di Indonesia, pendidikan disertai dengan dekandensi moral  sangat memprihatinkan. Perubahan sosial yang dialami siswa di lingkungan sekolah dan masyarakat tidak terlepas dari dampak peningkatan teknologi di era globalisasi. Aspek pertumbuhan teknologi yang paling terlihat adalah kemajuan dan budaya di lingkungan sekolah dan di masyarakat luas. Namun dapat dipahami bahwa terjadinya dekandensi moral pada generasi muda disebabkan karena hal-hal baru yang mereka terima tidak terkontrol, sehingga sulit untuk menentukan mana yang baik dan mana yang tidak. Generasi muda mulai mengambil keputusan sendiri tentang hal-hal baru ini dan sulit menerima nasihat yang diberikan kepada mereka, terutama tentang hal-hal baru yang mereka sukai.

Moralitas didefinisikan sebagai kualitas perilaku yang benar atau salah dalam kaitannya dengan standar moral yang diterima sebagai sistem standar moral tertentu. Artinya, apa yang tampak benar di satu komunitas mungkin salah di komunitas lain. Ini memunculkan banyak definisi moralitas, Aristoteles memulai dengan mengatakan bahwa moralitas ditemukan dalam moderasi. Itu adalah "jalan emas" atau moderasi yang sebenarnya. Aristoteles percaya bahwa moderasi adalah jalan tengah antara romansa dan kelemahlembutan. Dan kesombongan adalah jalan tengah antara kesombongan dan kerendahan hati. Demikian pula, keberanian berada di antara rasa takut dan agresi. Patergoras, filsuf Yunani kuno, menegaskan bahwa "manusia adalah ukuran segala sesuatu". Ini berarti bahwa kehendak setiap orang adalah ukuran kebaikan dan kejahatan.

Hal yang benar secara moral untuk dilakukan adalah apa yang benar secara moral bagi saya dan mungkin salah bagi orang lain. Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa hak etis atau kebaikan moral ditentukan oleh kehendak individu. Di sini tindakan dianggap benar oleh individu, meskipun itu kejam, penuh kebencian, atau tirani. Menurutnya, teori etika ini ketika diimplementasikan membuat komunitas manusia tidak berfungsi, karena jika setiap orang melakukan apa yang mereka inginkan dan apa yang menyenangkan individu, itu akan dianggap etis, kekacauan terjadi. Oleh karena itu, masyarakat membutuhkan persatuan dan komitmen terhadap standar etika tertentu.

Istilah kurikulum pertama kali digunakan dalam dunia olahraga pada zaman Yunani kuno, berasal dari kata curir dan cure. Saat itu, kurikulum didefinisikan sebagai jarak yang harus ditempuh seorang pelari. Orang mengistilahkan dengan arena pacuan kuda dari start sampai finish. Kurikulum adalah alat yang menjadi acuan dalam pelaksanaan suatu kegiatan yang direncanakan dan disusun secara sistematis untuk mencapai tujuan yang sama. Dalam dunia pendidikan, kurikulum digunakan sebagai acuan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, dalam konteks RPP, penting untuk memahami pengertian kurikulum dalam arti sempit dan luas.

Kurikulum  sebagai  perangkat  dan  acuan dalam    proses        belajar    mengajar,    harus dirumuskan  untuk  menjawab  tantangan  zaman danmemenuhi  kebutuhan  peserta  didik,  tidak hanya  dalam  hal  mendapatkan  pekerjaan  akan tetapi   dapat   menjadi rahmatan   lil   aalaminatau dapat menjadi pedoman hidup bagi peserta didik dan    dapat    mendatangkan    rasa    aman    dan kebahagiaan.

Dalam  hal  ini  ada  dua  hal  yang  menjadi fokus perhatian yaitu Pertama kurikulum sebagai sebuah   sistem   dan   acuan   dalam   mengelola proses pembelajaran, dan kedua adalah Rahmatan  lil  Alamin  sebagai  satu  sistem  nilai yang berlaku secara universal untuk kemaslahatan umat manusia.

Peran kurikulum dan dinamika perkembangannya, di antaranya Idealisme dibangun sebagai paradigma utama Pendidikan dengan kebutuhan pragmatis yang menjadi dasar bagaimana peserta didik menjalani kehidupan, bukan dikotomi kontradiktif, tapi bagaimana kurikulum bisa menambah warna pelatihan komprehensif secara keseluruhan berkembang kognitif, afektif dan psikomotor siswa nilai dan budaya masyarakat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun