Mohon tunggu...
Nila Sumii
Nila Sumii Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Makna, Filosofis dan Relevansi Perayaan Kuningan dan Nyepi dalam Kehidupan Masyarakat

12 Maret 2024   23:40 Diperbarui: 13 Maret 2024   15:17 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

MAKNA, FILOSOFIS DAN RELEVANSI PERAYAAN KUNINGAN DAN NYEPI DALAM
KEHIDUPAN MASYARAKAT HINDU DI BALI
Putu Nila Sumi Gangga (2314091024)
S1 Pendidikan Sosiologi, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, Buleleng, Bali, Indonesia
E-mail : nila.sumi@student.undiksha.ac.id
ABSTRAK
Kuningan adalah salah satu hari raya menurut kepercayaan agama Hindu. Hari raya kuningan ini biasanya dimaknai dengan menghanturkan persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan para pitara sebagai bentuk rasa terimakasih guna mendapatkan serta kesejahteraan, kemakmuran serta tuntunan hidup secara lahir dan batin. Berbeda dengan Kuningan, Nyepi merupakan tahun baru bagi umat Hindu yang dilaksanakan setiap pergantian Tahun Baru Saka. Hari Raya Nyepi dimaknai dengan penyucian diri manusia beserta alam semesta dengan mengurangi aktivitas sehari-hari seperti tidak menghidupkan lampu atau sumber cahaya lainnya, tidak bekerja, tidak bepergian keluar rumah, dan tidak berfoya-foya yang disebut dengan catur brata penyepian. Hal ini dilakukan untuk dapat menjaga keseimbangan alam semesta. Perayaan kuningan dan nyepi merupakan dua perayaan penting dalam kepercayaan agama Hindu. Perayaan kuningan dan nyepi biasanya dilakukan oleh umat Hindu dimana pun terkhusus di pulau Bali. Artikel ini digagas dengan tujuan dapat menggali makna, nilai budaya serta relevansi dari perayaan kuningan dan nyepi dalam konteks kehidupan masyarakat Hindu di Bali. Melalui penelusuran literatur dari berbagai kajian, artikel ini akan menguraikan berbagai aspek-aspek tradisional, filosofis, dan sosial budaya serta relevansinya dalam konteks kehidupan masyarakat Hindu di Bali.
Kata kunci : Perayaan, Kuningan, Nyepi.

1. Pendahuluan
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beranekaragam kekayaan budaya, masing-masing pulau yang terbentang luas dari Sabang sampai Merauke memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri, tidak hanya satu melainkan lebih. Berbagi macam tradisi tersebut menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan budaya cukup banyak. Menurut Koentjaraningrat dalam (Tedi Sutardi : 2007) menyatakan bahwa kebudayaan merupakan sebuah keseluruhan dari sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dimiliki manusia dengan belajar. Membahas kebudayaan Indonesia yang begitu luas terdapat istilah kebudayaan lokal atau kearifan lokal yaitu tradisi ataupun perayaan hari raya yang dimiliki oleh masing-masing daerah yang tersebar di Indonesia salah satunya pulau Bali. Tradisi atau bahasa latinnya tradition 'diteruskan' dalam kamus antropologi sama artinya dengan adat istiadat yaitu kebiasaan yang bersifat magis religious yang bersumber dari kehidupan penduduk asli yang terdiri dari nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan berbagai aturan yang saling berkaitan dan menjadi suatu sistem atau peraturan untuk mengatur perbuatan dan tindakan manusia dalam kehidupan sosial. Di Bali maupun di daerah lain tradisi merupakan sebuah keyakinan masyarakat yang dikenal dengan istilah animisme dan dinamisme. Masyarakat Bali dalam kehidupan sehari-hari memiliki filosofi yang dikenal dengan istilah Tri Hita Karana yang memiliki arti tiga penyebab kesejahteraan yang bersumber pada keharmonisan hubungan antara manusia dan lingkungan atau alam, manusia dengan manusia serta manusia dengan tuhan. Salah satu  al yang wajib dilaksanakan masyarakat Hindu di Bali adalah yadnya yaitu korban suci yang dipersembahkan secara tulus ikhlas sebagai lambang syukur yang ditujukan kepada tuhan maupun kepada alam.
Hari Raya Kuningan merupakan salah satu perayaan penting dalam kepercayaan umat Hindu di Bali. Hari suci ini dilaksanakan setiap 210 hari tepatnya pada Saniscara (Sabtu) Kliwon, wuku Kuningan. Kuningan merupakan hari suci yang dirayakan tepat 10 hari setelah perayaan hari suci Galungan. Hari Raya Kuningan dirayakan dengan menghanturkan persembahan kepada para dewa dan pitara. Persembahan yang dilakukan biasanya berupa ajengan (nasi) yang berwarna kuning, yang dimana warna ini memiliki makna atau simbol sebagai kemakmuran. Umat Hindu biasanya melakukan persiapan untuk menyambut Hari Raya Kuningan sehari sebelum Hari Raya Kuningan. Perayaan Hari Raya Kuningan memiliki makna filosofis mendalam, yang dimana umat Hindu memohon keselamatan, perlindungan, kedirgahayuan, tuntunan secara lahir dan batin kepada para dewa, bhatara, dan juga para pitara.
Nyepi merupakan tahun barunya umat Hindu di Bali yang dirayakan setiap pergantian Tahun Baru Saka. Perayaan Nyepi ini memiliki makna yang relevan dengan kondisi kehidupan di masa kini dan masa mendatang. Nyepi dimaknai sebagai hari penyucian diri manusia dan alam semesta, yang dimana umat Hindu melakukan perenungan dengan khidmat serta menjalankan berbagai larangan pada saat beraktivitas, seperti tidak menyalakan lampu ataupun sumber cahaya lainnya, tidak bekerja, tidak keluar rumah, dan tidak berfoya-foya yang disebut dengan catur brata penyepian. Selama perayaan Nyepi di Bali, diperkirakan berhasil menghemat sekitar satu juta liter bahan bakar karena tidak menggunakan kendaraan dalam kurun satu kali 24 jam. Untuk itu Nyepi merupakan perayaan yang sarat akan makna, filosofis, dan spiritual yang mendalam serta memberikan pelajaran tentang keheningan, toleransi dan kebersihan serta keseimbangan alam.
2. Metode
Pada penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian model Deskriptif Kualitatif. Dalam penelitian ini akan tersaji sebuah data dalam bentuk deskriptif dalam wujud kata tertulis atau lisan berdasarkan keterangan dan asumsi dari perilaku serta orang-orang yang diamati sebagai subjek penelitian. Data deskriptif yang dimaksud adalah data yang berkaitan dengan interpretasi nilai- nilai budaya yang terdapat pada Perayaan Kuningan dan Nyepi di Bali.
3. Hasil dan Pembahasan
a. Aspek Tradisional Perayaan Kuningan dan Nyepi Perayaan Kuningan adalah sebuah upacara yang dilaksanakan setiap 210 hari menurut kalender Bali, yang bertujuan untuk memohon keselamatan serta keberkahan dari tuhan sang pencipta bagi alam semesta dan juga manusia. Upacara pada Hari Raya Kuningan ini melibatkan berbagai persembahyangan. Selain itu, perayaan di Hari Raya Kuningan juga melibatkan upacara penguburan para bhuta kala yang merupakan simbol penyucian alam semesta. Sementara itu, Nyepi merupakan hari raya sepi, sunyi, atau diam yang dilaksanakan setiap pergantian Tahun Baru Saka. Selama perayaan Nyepi umat Hindu menjalankan catur brata penyepian yang terdiri atas empat pantangan yakni,
1. Amati Geni yang artinya tidak menyalakan api
2. Amati Karya yang artinya tidak bekerja
3. Amati Lelungan yang artinya tidak bepergian atau tidak keluar rumah
4. Amati Lelanguan yang artinya tidak bersenang-senang
Sehari sebelum perayaan Nyepi maka akan dilaksanakan pengerupukan yang dimana umat Hindu melakukan persembahyangan serangkaian tilem kesanga dan atraksi pawai ogoh-ogoh yang akan dilakukan mengitari area desa ataupun kota di Bali. Serangkaian tradisi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengusir para bhuta kala agar dapat selalu menjaga keseimbangan alam semesta. b. Makna Filosofis dan Sosial Budaya Perayaan Kuningan dan Nyepi memiliki makna yang mendalam dalam konteks filosofis dan sosial budaya masyarakat Hindu di Bali. Kedua perayaan ini memiliki makna magis serta
religious tersendiri. Perayaan Kuningan dimaknai dengan permohonan keselamatan, perlindungan, kedirgahayuan, tuntunan secara lahir dan batin kepada para dewa, bhatara dan juga para pitara, sedangkan perayaan Nyepi sering kali dimaknai dengan hari penyucian diri manusia beserta alam semesta yang dimana umat Hindu melakukan malam perenungan untuk dapat memperoleh pelajaran tentang keheningan, toleransi dan kebersihan serta keseimbangan alam. Kedua perayaan ini mengajarkan tentang pentingnya kesucian, introspeksi, dan keseimbangan antara manusia dan alam semesta. Selain itu, perayaan ini juga dapat memperkokoh rasa solidaritas dan kebersihan dalam masyarakat Hindu serta dapat mengajarkan tentang nilai-nilai kesederhanaan dan keterbatasan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
c. Relevansi Dalam Kehidupan Masyarakat Hindu di Bali Perayaan Kuningan dan Nyepi bukan sekadar serangkaian ritual keagamaan di Bali, melainkan merupakan fondasi dari kehidupan masyarakat Hindu di pulau ini. Mereka adalah puncak dari siklus spiritual yang mendalam, yang memperlihatkan hubungan erat antara manusia, alam, dan roh leluhur. Kuningan, sebagai perayaan yang jatuh pada hari ke-10 setelah Galungan, mengandung makna penting dalam kepercayaan Hindu Bali. Saat itulah, roh leluhur yang turun ke bumi selama perayaan Galungan dikatakan kembali ke alam semesta. Selama Kuningan, umat Hindu Bali melakukan berbagai upacara yang sarat dengan simbolisme dan makna, seperti persembahan kepada leluhur dan ritual-ritual yang meneguhkan ikatan spiritual dengan mereka. Setiap elemen dari upacara ini memiliki arti mendalam, dari bahan persembahan yang dipili engan hati-hati hingga tata cara pelaksanaannya yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Di sisi lain, Nyepi adalah puncak dari refleksi spiritual yang mendalam dan penghormatan terhadap alam semesta. Hari ini, seluruh Bali mengalami "hari diam", di mana tidak ada aktivitas apapun yang diizinkan. Umat Hindu Bali menjalani puasa dan bermeditasi, sementara pulau it endiri seolah-olah tidur, tanpa cahaya, suara, atau gerakan. Nyepi bukan hanya tentang menahan diri dari aktivitas fisik, tetapi juga tentang membersihkan pikiran dan jiwa. Ini adalah waktu untuk merenungkan makna kehidupan, menyesuaikan diri dengan alam semesta, dan memperkuat ikatan spiritual dengan Tuhan. Konsep Tri Hita Karana tercermin secara jelas dalam praktik Nyepi, di mana keseimbangan antara manusia, alam, dan Tuhan menjadi fokus utama dalam menjaga harmoni dalam kehidupan sehari-hari. Kuningan dan Nyepi tidak hanya memperkuat ikatan sosial dan spiritual di antara masyarakat Hindu Bali, tetapi juga menjadi tonggak penting dalam mempertahankan warisan budaya dan nilai-nilai keagamaan mereka. Kedua perayaan ini menjadi momen penting dalam menjaga identitas Bali yang kaya dan kompleks, serta menarik minat wisatawan yang ingin mendalami dan mengalami kekayaan budaya serta spiritual Bali secara langsung. Dalam konteks globalisasi dan modernisasi, perayaan ini tetap menjadi penanda kuat dari keunikan dan keaslian budaya Bali, serta memainkan peran penting dalam menjaga keberlangsungan tradisi-tradisi yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Dengan demikian, Kuningan dan Nyepi bukan hanya perayaan keagamaan, tetapi juga representasi dari kekayaan spiritual dan budaya yang memperkaya kehidupan masyarakat Hindu di Bali serta menginspirasi pengunjung dari seluruhdunia.
4. Penutup
a. Kesimpulan
Perayaan Kuningan dan Nyepi merupakan bagian penting dari tradisi dan kepercayaan masyarakat Hindu di Bali yang mengandung makna filosofis, nilai budaya, dan relevansi yang besar dalam kehidupan masyarakat Hindu di Bali yang mengamalkan nilai-nilai kesucian, introspeksi diri, dan keharmonisan serta memperkuat identitas dan kekayaan budaya mereka. Oleh arena itu, perayaan Kuningan dan Nyepi tidak hanya menjadi simbol keagungan tradisi Hindu,
tetapi juga menjadi landasan kehidupan spiritual dan sosial masyarakat Hindu di Bali.
b. Saran Masyarakat Hindu di Bali perlu terus memelihara tradisi perayaan Kuningan dan Nyepi tidak tergerus oleh modernisasi dan globalisasi. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan generasi muda dalam upacara tradisional dan memberikan pemahaman yang mendalam tentang
makna dan nilai-nilai yang terkandung dalam perayaan tersebut. Perayaan Kuningan dan Nyepi
juga dapat menjadi platform untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga kebersihan
lingkungan dan keseimbangan alam semesta. Masyarakat dapat didorong untuk mengurangi
penggunaan bahan-bahan yang merusak lingkungan serta menghargai keberagaman alam. Dengan
menjaga tradisi perayaan Kuningan dan Nyepi serta mengambil manfaat dari nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya, masyarakat Hindu di Bali dapat terus memperkokoh identitas budaya
mereka serta menjaga keberlangsungan dan kelestarian warisan leluhur.
5. Daftar Pustaka
Tedi, S. (2007). Antropologi : Pengungkapan Keragaman Budaya. Bandung: PT Setia Purnama
Inves.
Koentjaraningrat. (2002). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : PT Renika Cipta
Wati, K. W., Mertayasa, I. K., & Sukarta, I. M. (2020). PERSEPSI UMAT HINDU TENTANG
HARI RAYA KUNINGAN DI DUSUN LUMBUNG SARI LEMO DESA KASIMBAR PALAPI
KECAMATAN KASIMBAR KABUPATEN PARIGI MOUTONG. Widya Genitri: Jurnal Ilmiah
Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu, 11(1), 71-78.
Gateri, N. W. (2021). Makna hari raya nyepi sebagai peningkatan spiritual. Tampung Penyang,
19(2), 150-162.
Mudana, I. W. (2021). Nilai Tradisi Nyepi di Bali. Jurnal Adat dan Budaya Indonesia, 3(2), 74-
89.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun