Mohon tunggu...
AliN Asmar
AliN Asmar Mohon Tunggu... -

belajar di sini

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Aku Rela di Poligami

19 Mei 2010   03:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:07 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

“Aku rela dipoligami, hmmm” kata Alin datar…

Semua mata tertuju pada Alin. Fins yang masih samar-samar dengan perkataan Alin, langsung berjalan melangkah ke meja Alin. Ia meletakkan kaleng besar berisi cairan penggilap logam yang digunakan untuk membersihkan atribut baju dinasnya.

“what? Apa Lin kau bilang?” . ia menatap tajam bola mata Alin mencoba menebak keseriusan Alin.

“yah, aku berpikir suatu saat nanti, mungkin, aku bisa rela jika suamiku kelak berpoligami. Bagaimana dengan kalian?” Tanya Alin santai kepada teman sebaraknya .

Yeni yang tadinya berada didalam kamar, keluar dengan air muka yang sendu.

“wanita mana yang bisa melihat suaminya pergi ke ranjang wanita lain Lin?”

Fins yang sedari tadi menatap mimic Alin, ikut menimpali dengan nada suara yang meninggi.

“ kau tau tidak rasanya di duakan Lin, atau pernah nggak, kamu ngerasain seseorang yang kamu cintai pergi untuk orang lain?”.

mereka terdiam. Semua mahfum pada pertanyaan Fins yang begitu getol menyelami perkataan yang biasanya hanya terlintas tiba-tiba dari otak henk Alin. Ia begitu terpukul setelah mengetahui lelaki yang ia sayangi selama ini telah memilih menyayangi wanita lain dan wanita itu tidak lain adalah sahabat keyrin sendiri. Saking sakitnya ia bahkan hampir tidak mempercayai lagi persahabatan. Baginya, yang abadi di dunia ini hanya kepentingan semata.

“aku mencoba menyelami Fins, bagaimana seandainya kelak aku tidak bisa memberikan kebahagiaan kepada suamiku. Betapa egoisnya aku, jika kebahagiaannya harus ku kekang oleh ketidakberdayaanku?”

“hahaha memang Alin tarakosong, mau jadi seperti Aisyah yah? Aku sich sah- sah aja toh yang jalani nanti kan kau pula”. Timpal Indridengan nada candanya.

“nggak usah jauh lah Lin kau berpikir. gini aja, kau menyukai seorang lelaki, tetapi lelaki itu malah jalan bareng dengan sahabat kamu . dan sahabatmu itu tahu betul perasaan kamu ama lelaki itu. Apa yang kamu rasakan?” Fins begitu menyesali jawaban Alin. Baginya Alin begitu naïf memandang poligami. Ia pun mencoba meyakinkan Alin bahwa poligami hanya akan membuat wanita tersakiti.

“aku kira kita punya persepsi yang berbeda tentang sahabat, Fins. bagiku sahabat adalah orang mengerti kita luar dalam. Bukan karena kita selama 24 jam makan bareng, belajar dan tidur bareng, bahkan (maaf) buang air besar di lobang yang sama. Aku tak mudah menganggap orang sahabat key. Ku kira jika ia sahabatku ia pun tak akan melakukan hal yang bisa membuat hatiku terluka. Dan jika aku tahu kalau sahabat ku itujalan dengan lelaki yang aku suka, yah gk papa. Lagian lelakiitu bukan suamiku. Dia bebas kok mw jalan sama syp sj.”

“ia….ia…ia. aku tahu, Tapi bukan itu maksud ku. Perasaanketika kau melihat mereka jalan berdua, kau sakit nggak?” masih dengan nada yang masih meninggi.

“ia sich, tp..” belum sempat alin melanjutkan perkataannya, Fins langsung berucap

“hah. Itu kan. Itulah kau Lin, kau berbicara seperti itu karena kau belum pernah mengalami rasanya sakit kehilangan.” Ditariknya kursi yang berada di sebelahnya. Ia mencoba menstabilkan emosinya lagi.

“ Kita ini wanita Lin, setiap hal kecil kita pikirkan, kita tuh mudah tersakiti. Pertanyaan ku tuh tadi, status lelakinya masih bukan siapa-siapa mu. Bagaimana kalau ia adalah suami mu? Lelaki itu diciptakan mulia Lin, jika…. dan hanya jika ia bisa memuliakan wanita. Dan sangat jarang yang ku temui lelaki jaman sekarang bisa memperlakukan seorang wanita dengan adil, Lin.” Ia menarik napasnya dalam.

“ ia Lin,aku setuju ma Fins.Ya klo emang memenuhi syarat dan bisa berlaku adil sih,, sah-sah aja. Tapi ketahuilah Lin, Matabisa melihat keadilan lewat harta, tapi keadilan itu tak akan pernah bisa dirasakan dengan hati, Lin.” Imbuh Kuntum (Palembang).

“aku sih setuju poligami, tapi aku tak rela jika nantinya dipoligami, hehehe” jawab Ratna (Jabar) santai.

calm down guys, aku mengutip tulisan Prof. Dr. M. Quraish shihab dalam Perempuan. Beliau menulis bahwa poligami adalah pintu darurat di pesawat, tidak di buka kecuali emergency dan atas izin pilot. Saya kira penjelasan ini jelas, iya kan?.” Tambah Salsa (Jabar) .

“aku pun nggak bodoh amat.aku mengijinkan suamiku poligami kalaualasannyajelas. Aku paham ilmu ku masih sangat cetek untuk bisa memahami poligami.” JawabAlin.

“ Be te we , guys thanks yah udahnyerang aku “ imbuh Alin .

“hahahaha” mereka tertawa bersamaan. Mereka baru tersadar ternyata perdebatan tadi lumayan menguras emosi.

“Tapi satu hal yang menjadi pertanyaan ku”

“jika orang begitu anti dengan poligami, mengapa justru orang tidak terlalu menganggap aneh perselingkuhan. Bukan kah kita sebagai wanita, hal yang demikian sama saja kita memilih diri kita ini lebih senang dibohongi???” Tanya Alin semangat. Hampir nggak ada matinya ia memikirkan hal-hal yang berat. Terkadang temannya kewalahan meladeni pertanyaannya.

“oh my god”jawab mereka serempak.

“ aku nggak kuat lagi . Lin, udah yah, besok saja di bahas…udah lima watt ni mata. Besok aerobic pagi lo…” jawab Eny.

Hari itu untuk yang sekian kali mereka berdebat. Biasanya, Topic yang dibicarakan berkutat pada mata kuliah tentang pemerintahan dan perkembangannya (debat ni hanya bertahan 30 menit, dan kebanyakan dikhiri dengan kesimpulan “yah, tergantung pribadi dan tingkat pendidikan pelaksananya”…hahaha).

Topicyang paling menarik adalah tentang persahabatan, dan cinta (debat yang satu ini takkan habis di makan oleh waktu, yang hanya bisa diakhiri oleh tutupandua bolah mata yang merasa memikul berton-ton kapas, alahhh). hampir setiap malam, disela-sela padatnya aktivitas kampus mereka berdiskusi. Daribertukar pikiran inilah mereka lebih bisa mengenal pribadi masing-masing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun