Mohon tunggu...
Nilam Agustina
Nilam Agustina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

saya adalah mahasiswa S1 Ilmu Keperawatan, Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Penelitian Dosen dari FIKES UMM Ungkap Resiko Tinggi Restless Legh Syndrome (RLS) pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis

6 Desember 2024   09:30 Diperbarui: 6 Desember 2024   18:03 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Malang— Ibu Nur Aini, dosen Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan (FIKES) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), telah melakukan penelitian penting yang mengungkapkan hubungan signifikan antara sindrom kaki gelisah (Restless Legs Syndrome/RLS) dengan penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease/CKD). Penelitian ini membawa perhatian pada masalah kesehatan yang sering kali terabaikan tetapi memiliki dampak besar terhadap kualitas hidup pasien.

            RLS adalah gangguan tidur yang ditandai dengan sensasi tidak nyaman pada tungkai bawah saat malam hari, yang sering memaksa penderitanya untuk menggerakkan kaki untuk meredakan gejala. Gangguan ini menjadi penyebab utama keempat insomnia, tetapi sering kali tidak terdiagnosis, sehingga memperburuk kondisi kesehatan pasien. Menurut Nur Aini, gejala RLS jauh lebih sering ditemukan pada pasien CKD dibandingkan dengan populasi umum. Untuk itu, ia bersama timnya melakukan meta-analisis pertama yang dirancang khusus untuk memperkirakan risiko RLS di antara pasien CKD.

            Penelitian yang digunakan melibatkan pencarian literatur yang luas di enam basis data internasional terkemuka, yaitu Embase, Ovid-MEDLINE, PubMed, Scopus, Web of Science, dan CINAHL. Dari total 1.175 penelitian yang dievaluasi, sembilan studi dengan total 18.983 partisipan dipilih untuk dianalisis lebih lanjut. Data dianalisis menggunakan perangkat lunak Comprehensive Meta-Analysis (CMA) dengan model random-effect untuk mendapatkan estimasi risiko gabungan. Kualitas penelitian diukur dengan Skala Newcastle-Ottawa, sementara heterogenitas diuji menggunakan uji I2 dan statistik Cochran Q.

            Temuan pada penelitian ini menunjukkan bahwa pasien CKD memiliki risiko enam kali lipat lebih tinggi untuk mengalami RLS dibandingkan populasi umum, dengan odds ratio (OR) gabungan sebesar 5,64 (95%CI 2,70–11,78). Hasil ini menyoroti urgensi penanganan RLS pada pasien CKD sebagai bagian integral dari perawatan mereka.

            Ibu Nur Aini juga menggunakan Skala Newcastle–Ottawa untuk menilai kualitas penelitian yang dianalisis, memastikan bahwa temuan ini memiliki validitas dan reliabilitas yang kuat. Penelitian ini menegaskan perlunya peningkatan kesadaran di kalangan profesional kesehatan terkait deteksi dini dan penanganan RLS pada pasien penyakit ginjal kronis. "Temuan kami menunjukkan bahwa gangguan ini tidak hanya memperburuk kualitas tidur pasien, tetapi juga memiliki dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan secara keseluruhan. Oleh karena itu, penting bagi pasien untuk mematuhi pengobatan, menjalani gaya hidup sehat, dan secara rutin memantau kondisi mereka," ujar Nur Aini.

            Dalam penelitian ini, Ibu Nur Aini dan timnya juga menemukan bahwa faktor-faktor seperti indeks massa tubuh (IMT) yang lebih tinggi dan hasil laboratorium yang tidak normal, seperti kadar zat besi dan fosfor, berpotensi meningkatkan risiko RLS. Namun, analisis statistik untuk faktor-faktor ini belum menunjukkan signifikansi yang cukup kuat, sehingga memerlukan studi lebih lanjut untuk validasi.

            Selain itu, penelitian ini menunjukkan adanya heterogenitas dalam hasil, yang disebabkan oleh perbedaan karakteristik populasi dan metode yang digunakan dalam studi-studi sebelumnya. Meski demikian, temuan ini tetap memberikan gambaran yang jelas tentang tingginya risiko RLS pada pasien CKD, sekaligus menggarisbawahi perlunya pendekatan multidisiplin dalam menangani kondisi ini.

            Ibu Nur Aini merekomendasikan agar profesional kesehatan lebih proaktif dalam mendeteksi dini dan mengelola RLS pada pasien CKD. “RLS tidak hanya berdampak pada kualitas tidur, tetapi juga memengaruhi kesejahteraan psikologis dan fisik pasien secara keseluruhan. Oleh karena itu, pendekatan komprehensif sangat diperlukan,” ujarnya.

            Beliau juga menekankan pentingnya gaya hidup sehat dan kepatuhan terhadap pengobatan untuk mengurangi risiko dan gejala RLS. “Pasien perlu mendapatkan edukasi tentang pentingnya pola makan yang tepat, olahraga yang sesuai, dan pengelolaan stres. Semua ini akan membantu mereka meningkatkan kualitas hidup,” tambahnya.

            Ke depan, Ibu Nur Aini berharap lebih banyak penelitian dilakukan untuk mengembangkan intervensi yang lebih efektif dalam mengurangi gejala RLS, termasuk eksplorasi terapi berbasis farmakologis dan non-farmakologis. Kolaborasi antara dokter, perawat, ahli gizi, dan peneliti juga dianggap krusial untuk menciptakan solusi holistik yang mendukung pasien CKD dalam menghadapi tantangan ini.

            Penelitian ini tidak hanya memberikan kontribusi besar bagi literatur ilmiah, tetapi juga memiliki implikasi praktis yang luas dalam dunia medis. Temuan Ibu Nur Aini menjadi langkah awal untuk meningkatkan kesadaran tentang RLS sebagai masalah kesehatan yang signifikan di kalangan pasien CKD, serta mendorong pengembangan strategi perawatan yang lebih baik di masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun