Â
Dalam beberapa dekade kerusakan lingkungan karena sampah menjadi isu kritis yang memerlukan atensi dan kesungguhan dari berbagai pihak dalam mereduksi dampak kerusakan karena mempengaruhi aktivitas masyarakat diseluruh lini sektor kehidupan. Â Seperti yang diketahui, sistem ekonomi di Indonesia yang berjalan hingga saat ini masih menggunakan model linear (ambil -- pakai -- buang) atau model yang tak berkelanjutan, sehingga menimbulkan masalah baru tentang sampah di masyarakat. Â Sehingga dibutuhkan model baru yang dapat memperpanjang siklus hidup suatu produk agar permasalahan pada lingkungan seperti limbah, polusi, dan material tak terpakai dapat membantu alam untuk regenerasi atau dikenal dengan sirkular ekonomi (circular economy).
Kepala Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Malang Prof. Imam Mukhlis, S.E., M.Sc dan Tim ROTASI Institute berkolaborasi dalam kegiatan capaian Sustainable Development Goals (SDGs). Kolaborasi dilakukan dalam pengelolaan sampah dalam menghasilkan nilai ekonomi sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat di lokasi Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS 3R) di Jong Biru Kabupaten Kediri Provinsi Jawa Timur. Pelaksanaan kegiatan dilakukan pada tanggal 6 dan 13 Agustus 2022. Kegiatan yang dilakukan di TPS 3R jongbiru dalam bentuk pelatihan pengolahan sampah dengan model 3R, pelatihan Circular Economy, workshop pengelolaan TPS 3R dan pendampingan penerapan Circular Economy yang dilakukan oleh Tim Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Malang, mahasiswa dan tim ROTASI Institute.
TPS 3R Jong Biru, merupakan salah satu TPS yang bergerak secara independent atau swadaya dengan menerapkan model sirkular ekonomi. "Sampah masyarakat dipilah terlebih dahulu antara yang organik dan non-organik. Sampah non-organik seperti plastik, botol, dan kaca disishkan karena diambil pengepul setiap 2-3 hari. Hasilnya lumayan mbak, dapat mencapai 3-4 juta per triwulan. Lalu untuk sampah organik akan kami olah dari mesin pencacah dan dibuat media kompos dan media makanan Cacing Magot" tutup salah satu pengurus TPS.
Dari hasil wawancara yang telah dilakukan diketahui bahwa Ketika awal kita merintis hanya 30% dari masyarakat yang mau sampahnya diangkut oleh TPS tarif Rp15000/bulan, tarif beberapa masyarakat yang kontra dengan adanya TPS berdalih Rp15000/bulan cukup mahal. Seiring berjalannya waktu beberapa bulan kemudian masyarakat tidak merasa adanya polusi udara (bau) dari TPS dan lingkungan sekitar juga menjadi lebih bersih, akhirnya presentase masyarakat yang sampahnya diambil oleh TPS meningkat drastis menjadi 60% sekitar 650 Kartu Keluarga.
Dari hasil laporan tim ROTASI menyebutkan bahwasannya tidak ada polusi yang ditimbulkan dari kegiatan TPS. Kegiatan sirkular ekonomi yang terjadi justru memberikan nilai tambah bagi pengelola baik dari penjualan plastik, botol, kaca dan cacing magot. Sampah rumah tangga dan sisa makanan yang sebelumnya menjadi masalah karena dibuang secara brutal di bibir sungai kini sudah mulai berkurang. Namun dari pengembangannya masih adanya problematika yang dihadapi oleh pengelola yaitu tentang kesadaran masyarakat dan kurangnya edukasi mengenai dampak lingkungan dari membuang sampah.
Menanggapi hal tersebut Prof. Imam selaku fasilitator menyatakan "Problematika yang telah disampaikan oleh pengelola dan sedang dihadapai pihak pengelola TPS 3R, membutuhkan adanya peran dari dunia akademisi untuk memberikan transfer pengetahuan mengenai literasi dan edukasi kepada masyarakat di Desa Jong Biru tentang pentingnya menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan sekitar serta pengetahuan mengenai cara kerja sirkular ekonomi secara lebih mendalam" tutup Prof. Imam dalam sesi diskusi bersama tim ROTASI dan pengelola TPS 3R di Jong Biru.
Secara implementatif, sirkular ekonomi mejadi sarana yang inovatif dan memberikan multiplier effect bagi lingkungan dan mendukung pemerintah dalam mengimplementasikan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) dalam SDGs untuk mereduksi adanya kerusakan lingkungan karena sampah dengan sirkular ekonomi, serta membuat nilai tambah ekonomis dari sampah itu sendiri sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat desa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H