Mohon tunggu...
Niko Simamora
Niko Simamora Mohon Tunggu... Pengajar - Menulis

@nikomamora~\r\nnikosimamora.wordpress.com~\r\nniko_smora@live.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Hampir Tertipu dengan ‘Ancaman’ Petugas ValuAir

21 Oktober 2014   02:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:19 719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14138168011059006132

[caption id="attachment_367910" align="aligncenter" width="619" caption="Ilustrasi mencari tiket. (KOMPAS/LASTI KURNIA)"][/caption]

Saya adalah penumpang Valuair tanggal 13 Oktober 2014 dengan tujuan penerbangan ke Singapura melalui Medan. Ini adalah penerbangan pertama saya ke luar negeri alias penggunaan paspor saya untuk pertama sekali. Saya berangkat bersama ayah saya yang juga pertama sekali ke luar negeri. Saya memilih Valuair dengan melakukan pemesanan secara online di internet.

Tiket sudah saya persiapkan dan saya siap berangkat melalui Bandara Kuala Namu, Medan. Sebelum berangkat ke bandara, saya sudah melakukan web check-in untuk menghemat waktu di counter check in. Saya dan ayah saya berencana untuk menginap selama empat hari dengan membawa bekal seadanya dalam sebuah tas yang cukup disimpan di bagasi kabin.

Ketika kami menghadapi petugas check in, mereka sempat mempertanyakan tiket pulang. Saya menyatakan bahwa saya telah melakukan pemesanan tiket pulang dengan menggunakan ferry menuju Batam dan menunjukkan tiket tersebut kepada petugas check in. Setelah mereka melihat, mereka mengatakan bahwa kami harus memiliki tiket kepulangan melalui perjalanan udara karena kami memasuki Singapura melalui pesawat udara. Mereka menyarankan kami untuk segera membeli tiket pulang melalui mereka dengan tetap menggunakan maskapai ValuAir.

Saya merasa bahwa dengan memiliki tiket pulang melalui ferry sudah cukup. Petugas check in memaksa kami dengan alasan kebijakan dari imigrasi Singapura yang tidak memperbolehkan orang memasuki Singapura tanpa dilengkapi tiket pulang. Mereka juga mengancam kami bahwa bila kami tidak memiliki tiket pulang, ketika kami tiba di Singapura akan segera ditahan oleh petugas imigrasi dan disuruh pulang. Bila masalahnya seperti itu, tiket kepulangan untuk satu orang bisa mencapai 2,5 juta per orang. Bahkan untuk semakin membuat kami takut, petugas tersebut mengatakan bahwa kami bisa dilarang memasuki Singapura selama enam bulan.

Mendengar penjelasan dan ancaman tersebut, sebagai pengalaman pertama, tentu saya merasa takut dan berniat membeli tiket pulang. Namun, saya terlebih dahulu menghubungi ipar saya yang sudah sering melakukan perjalanan ke Singapura. Dengan tegas ipar saya mengatakan bahwa hal itu tidak diperlukan, tiket kepulangan melalui ferry juga sudah cukup. Petugas check in terus mengancam kami dengan penjelasan seperti di atas. Ipar saya pun segera menghubungi Kedutaan Besar Singapura untuk bertanya tentang masalah kami dan melalui telepon saya juga mendengar bahwa tiket yang kami miliki sudah cukup untuk masuk dan keluar Singapura.

Hal tersebut sudah saya sampaikan kepada petugas check in dan mereka tetap ngotot untuk menyuruh saya membeli tiket dari mereka. Saya pun meminta untuk melihat peraturan (email yang mereka terima dari imigrasi Singapura) yang menghimbau seluruh maskapai untuk menyarankan setiap penumpang memiliki tiket pergi dan pulang melalui perjalanan udara. Namun mereka beralasan bahwa dokumen-dokumen tersebut sudah dibawa ke dalam pesawat. Saya pun meminta untuk berbicara dengan manajer ataupun perwakilan dari ValuAir yang bisa mengambil keputusan maupun kebijakan atas masalah kami. Namun mereka beralasan tidak ada manajer atau perwakilan ValuAir di bandara. Mereka pun terus mendesak kami.

Sementara kami bersikeras untuk tidak melakukan pembelian tiket pulang melalui mereka hingga pada akhirnya setelah petugas check in yang saya lihat selesai bertelepon mendatangi saya dan menanyakan jumlah uang yang saya bawa. Saya pun memberi tahu kepada mereka dan menunjukkan kepada mereka. Dengan tetap mengancam mereka mengatakan bahwa kami boleh memasuki pesawat dengan syarat bahwa bila terjadi masalah di imigrasi, mereka tidak turut campur tangan. Bahkan mereka menyodorkan surat kepada saya yang harus saya tandatangani sebagai bukti bahwa mereka lepas tangan ketika kami bermasalah di imigrasi Singapura nantinya. Saya tidak tahu begitu detail isi surat tersebut, namun mencantumkan jumlah uang yang kami bawa dan saya langsung menandatangani karena buru-buru memasuki pesawat.

Ada penumpang setelah kami yang mengalami kondisi yang sama, namun karena seorang diri dan panik langsung membeli tiket pulang melalui mereka. Kami bertemu juga dengan seorang pelaut Indonesia yang telah memiliki izin tinggal (Permanent Residence) di Singapura dan mengatakan bahwa tiket yang kami miliki sudah cukup.

Saya sudah kembali ke Indonesia melalui ferry menuju Batam tanggal 16 Oktober 2014 tanpa ada sedikit pun masalah di imigrasi. Semoga ke depan, pihak maskapai lebih bijak lagi menghadapi masalah-masalah seperti ini dan tidak terkesan menjebak penumpang.

Salam Kompasiana,

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun