Mohon tunggu...
Niko Simamora
Niko Simamora Mohon Tunggu... Pengajar - Menulis

@nikomamora~\r\nnikosimamora.wordpress.com~\r\nniko_smora@live.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Pepo, Maafkan Aku!

11 Februari 2017   10:43 Diperbarui: 11 Februari 2017   10:57 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Agus tiba di rumah bersama sang istri kekasih. Dia bergerak ke kamar putri kesayangannya. Senyumnya  merekah melihat sang putri tidur nyenyak.

“Papa sayang kamu, Nak!”, ucapnya dalam hati sambil mengecup kening buah hatinya.

Baru saja Agus mengikuti acara debat terakhir untuk pemilihan kepala daerah. Perjalanan kampanye yang melelahkan sudah dilalui. Betul-betul melelahkan. Dia duduk menyendiri di sofa. Terletak remote tv di sandaran tangan sofa, namun Agus enggan meraihnya. Terbayang sebuah suasana hiruk pikuk tentang berita terkini. Pikirnya, ulasan-ulasan debat hanya akan menambah beban di otak.

Pandangannya sejenak tertuju pada tumpukan kertas-kertas yang dibawa pas acara debat. Ah, itupun tidak membantu untuk menenangkan pikiran. Ia lalu bersandar untuk membuat rileks, pandangannya ke langit-langit dan heeeuhhhh, terasa hembusan nafas yang panjang.

Ia lalu merogoh kantong, meraih ponselnya. Ada banyak tumpukan pesan yang belum terbaca. Dia pun mengabaikan dan langsung menuju menu untuk bertelepon. “Memanggil Pepo....”.

Malam sudah semakin larut, namun masih ada jawaban di ujung telepon.

 “Iya Nak, ada apa?”, sahutan dari seberang sana.

“Pepo, maafkan aku!”, ucap Agus spontan,  khas seorang militer, tanpa basa-basi.

“Kamu tidak salah apa-apa, Nak”, jawab Pepo menenangkan.

Bayangan Agus membubung tinggi ke masa-masa terakhir ia masih bertugas sebagai komandan batalyon.

“Aku sudah melakukan apa yang Pepo perintahkan, aku sudah ikuti arahan orang-orang kepercayaan Pepo, sudah semua Pepo, tapi kenapa orang-orang nggak mau ngerti, mereka memuji, mereka mendukung, tapi hatinya berkata lain?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun