Dalam beberapa tahun terakhir, data menunjukkan bahwa jumlah pengangguran di kalangan generasi Z mencapai hampir 10 juta. Mereka digolongkan dalam kategori NEET (Not in Employment, Education, or Training).Â
Kondisi ini tentu memberikan indikasi bahwa angkatan kerja semakin bertambah. Bagaimana dengan lapangan pekerjaan? Padahal tak kurang dari sejuta, mungkin hampir dua juta lulusan perguruan tinggi setiap tahunnya di Indonesia.Â
Di lain sisi, muncul juga gelagat untuk mengimpor tenaga kerja asing. Memang ada ketimpangan, ketika suatu sektor, katakanlah sektor manufaktur, mungkin berlimpah, lalu sektor lain sangat kekurangan.Â
Belum lagi bicara backlog dari adanya program unggulan pemerintah yang didonor oleh investasi asing. Kebanyakan mereka akan membawa rombongan pekerjanya. Meski diberi syarat terkait local content alias TKDN (tingkat kandungan dalam negeri), tetap berpeluang bisa dilego.Â
Seorang kawan, sedang mempersiapkan tenaga kerja untuk dikirim ke proyek yang mereka dapatkan dari perusahaan minyak di Timor Leste. Datang dengan bendera negeri jiran, namun tetap mengutamakan pekerja asal Indonesia. Masih kuat juga rasa nasionalisme untuk urusan pekerja.Â
Untuk bidang pekerjaan mereka, orang Indonesia termasuk yang tangguh. Namun tetap low profile, artinya mendukung low cost untuk efisiensi dari segi gaji. Ini bisa plus, tapi bisa jadi minus juga.Â
Nah, dalam persiapannya, mereka memang membutuhkan calon-calon pekerja lulusan perguruan tinggi. Namun tidak muluk-muluk. Tidak harus dari perguruan tinggi tertentu.Â
Untuk mendukung program kolega tersebut, saya pun turut mengirimkan beberapa kandidat dari institusi kami. Meski sejauh ini, belum ada exposure terhadap industri yang digeluti oleh kolega saya tersebut.Â
Lantas saya coba telusuri kenapa mereka begitu yakin dengan strategi yang sedang kami lakukan bersama ini. Kuncinya cuma satu, setiap calon pekerja akan dibekali pelatihan/training lagi sesuai dengan job yang akan dikerjakan.Â
Di sini ternyata letak keunikannya, meski tetap mensyaratkan lulusan pendidikan formal. Untuk memastikan kesiapan kerja, tetap dirangkaikan dengan pelatihan/training yang merupakan bagian dari pendidikan nonformal. Inilah ramuan para partikelir untuk mengakomodasi kebutuhan pekerjaan.Â
Dalam perjalanan karirnya, para pekerja akan lebih banyak mendapatkan pendidikan nonformal. Entah yang sifatnya bersertifikat keahlian maupun hanya sekedar refreshment/drill/simulasi.