Mohon tunggu...
Niko Simamora
Niko Simamora Mohon Tunggu... Pengajar - Menulis

@nikomamora~\r\nnikosimamora.wordpress.com~\r\nniko_smora@live.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sudah Sering Ikut Acara Adat, Masih Tetap Harus Belajar

6 Juli 2024   22:51 Diperbarui: 6 Juli 2024   23:01 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prosesi adat/budaya (dokumentasi pribadi) 

Keanekaragaman budaya Indonesia patut kita syukuri. Jangankan antar pulau dan etnis. Internal etnis saja bisa beranekaragam. Apalagi kemudian dipecah lagi menjadi sub etnis. Lalu ditelusuri sampai sub bagian, yang bisa-bisa dibutuhkan pendekatan limit menuju tak hingga. 

Keanekaragaman seringkali menuntun kepada kesalahpahaman. Apalagi bila terjadi benturan. Contohnya, pertemuan sejoli yang berencana menikah, namun berasal dari dua etnis yang berbeda, Jawa dan Batak. Masing akan membawa adat istiadatnya. Kalau kedua pihak keluarga tidak mencoba memahami satu sama lain, ya jadinya salah paham. 

Ibarat kerukunan umat beragama, di sini kita perlu juga mengadopsi tri kerukunan umat berbudaya. Pertama, kerukunan intern budaya, kedua kerukanan antar budaya, ketiga kerukunan antara umat berbudaya dan stakeholders (tidak hanya pemerintah, termasuk di dalamnya kelompok/komunitas-komunitas di luar ikatan budaya). 

Kerukunan intern budaya ini, kalau di etnis Batak pun bisa dibagi lagi. Intern sub etnis Toba/Karo/Simalungun/Pakpak/Mandailing/Angkola. Intern sub etnis masih bisa dipecah lagi, misalnya intern marga. Intern marga masih bisa dipecah lagi, misalnya intern marga pada suatu kampung. Dan seterusnya. 

Dalam hal etnis Batak, rumitnya kondisi tersebut yang membuat tidak adanya pakar adat/budaya. Setiap ada acara adat, semua  hal yang berkaitan dengan pelaksanaannya perlu didiskusikan bersama. 

Setidaknya, selalu tersedia ruang diskusi/musyawarah menjadi untuk mencapai kesepahaman. Dan, ruang diskusi tersebur merupakan ruang yang egaliter. Semua memiliki kedudukan yang sama. Punya hak bicara/berpendapat sesuai pemahaman/pengalaman/bahkan keinginan yang mungkin spesial. 

Ini pelajaran yang sangat penting saya dapatkan hari ini. Meski sudah ikut beberapa kali pesta adat/budaya, baik yang melibatkan internal, antar, bahkan berurusan denga pihak di luar atau stakeholders tadi. Namun, terasa masih harus belajar dan tidak perlu berkecil hati bila melakukan kesalahan. 

Perasaan kita ketika melakukan kesalahan, memang bisa berbeda-beda. Bagaimana lingkungan sekitar, tentu sangat mempengaruhi. Ketika orang lain menyatakan ada kekurangan, namun memberikan motivasi untuk tetap tenang, bisa menjadi respon yang sangat dibutuhkan. 

"Tidak apa-apa, kesempatan berikutnya bisa diperbaiki lagi," mungkin terdengar klise tetapi bisa menenangkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun