Mohon tunggu...
Niko Simamora
Niko Simamora Mohon Tunggu... Pengajar - Menulis

@nikomamora~\r\nnikosimamora.wordpress.com~\r\nniko_smora@live.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik

Lelucon ala Pansus Angket KPK

7 Juli 2017   18:30 Diperbarui: 7 Juli 2017   18:38 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dibentuknya panitia khusus (pansus) hak angket KPK oleh yang terhormat para wakil rakyat di DPR hingga kini masih jadi kontroversial. Selain tidak ada urgensi yang cukup beralasan untuk bisa menerima keberadaan pansus ini, pimpinan pansus dan anggotanya pun sepertinya punya kepentingan untuk bisa menyingkir dari pemeriksaan KPK terkait kasus yang sedang diusut atau balas menyerang untuk membuat seolah-olah KPK akan takut untuk memeriksa yang bersangkutan. Kita sebut saja Agun Gunanjar sebagai ketua pansus dan Bambang Soesatyo dari Fraksi Partai Golkar maupun Masinton Pasaribu dari Fraksi PDI Perjuangan yang pernah disebut penyidik KPK, Novel Baswedan terkait dengan kasus KTP elektronik dengan tersangka Miryam S Haryani.

Pansus tersebut pun sangat gesit dan cepat bekerja. Luar biasa! Kita berikan tepuk tangan yang meriah untuk dedikasi mereka! Dengan segera mereka melakukan tugas untuk mengumpulkan keterangan, diawali dengan mendatangi BPK untuk meminta laporan keuangan dan kinerja KPK, lalu dengan sangat bangga mendatangi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin di Bandung. Katanya sih mereka ingin mengumpulkan keterangan dari para terpidana korupsi. Pansus menganggap sangat mendesak untuk meminta keterangan dari para terpidana korupsi yang diproses oleh KPK untuk bisa menilai kerja KPK.

Sekali lagi salam hormat untuk para wakil rakyat terhormat yang jadi anggota pansus angket KPK. Oiya, ada yang sedikit mengusik, setidaknya untuk saya sendiri, ketika para narapidana kasus korupsi tersebut berbicara tentang ketidakadilan. Bayangan saya melambung tinggi. Ketika bisa menikmati hasil korupsi sebelum akhirnya apes ditangkap KPK, mereka tidak pernah mempermasalahkan ketidakadilan. Setelah apes, banyak hal-hal yang menyangkut kepentingan pribadi, keluarga atau hal lain yang tidak substantif, seolah-olah dijadikan alasan untuk meminta ketidakadilan. Eh, para koruptor, kau hanya melaksanakan tugasmu saja, kami bisa merasakan kau tak adil, tega-teganya kau setelah menikmati uang curian merasa ketidakadilan. Amangoyyy...

Itu untuk bagian keganjilan ketika harus meminta keterangan dari para koruptor. Keganjilan lain adalah ketika pansus terbentuk, tidak banyak warga masyarakat yang mendukung, bahkan sebaliknya malah menentang adanya pansus yang dianggap bisa melemahkan KPK. Banyaknya aksi yang mendukung KPK dan menentang pansus angket ramai terdengar, para profesor yang merupakan cerdik cendekia pun alumni-alumni perguruan tinggi ikut bersuara demi memberi dukungan kepada KPK. Pertanyaannya, para anggota dewan terhormat yang katanya wakil rakyat itu sedang mewakili suara rakyat yang mana ya? Sepertinya ada rakyat gentayangan yang sedang mereka perjuangkan suaranya.

Tapi, meskipun demikian, kita harus bisa berpikir positif untuk langkah-langkah yang diambil pansus tersebut, terutama ketika mengunjungi para koruptor yang sedang dibina di lapas tersebut. Anggap saja mereka sedang melaksanakan survei tentang kesan dan pesan para koruptor tersebut dalam menghadapi pengusutan kasus korupsi oleh KPK, apa tips dan trik yang bisa dilakukan untuk tetap bisa tampil tersenyum di depan sorot kamera wartawan ketika berpose dengan rompi oranye, bagaimana tetap bisa menjaga supaya brankas hasil korupsi tetap bisa awet, di mana lokasi kompleks perumahan terdekat supaya bisa jadi tetangga ketika nantinya harus sama-sama tergabung di lapas dan terakhir tentang kegiatan plesiran seperti apa yang biasa dilakukan. Setidaknya ala- ala Gayus, gitu loh..

Lelucon oh lelucon pansus..Lucu emang kalian..:))

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun