Museum Geologi Bandung menjadi sebuah monumen sejarah yang menyajikan kisah menarik tentang dunia geologi di Indonesia. Museum ini dikelola oleh Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, berlokasi di Jalan Diponegoro Nomor 57, Bandung. Museum ini memuat sejarah tentang penyelidikan geologi Indonesia sejak tahun 1850-an. Ketika itu, lembaga yang mengadakan penyelidikan geologi disebut ‘Dienst van het Mijnwezen”. Adalah dua tokoh yang dikenal sebagai pejuang untuk mempertahankan keberadaan dokumen-dokumen penyelidikan geologi tersebut, mereka adalah Arie Frederic Lasut dan Sunu Sumosusastro.
Arie Frederic Lasut ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional atas perjuangan dan jasa-jasanya dalam bidang geologi dan pertambangan semasa penjajahan. Beliau adalah putra Kapataran, Minahasa, Sulawesi Utara, lahir pada tanggal 6 Juli 1918, wafat pada usia 30 tahun di Yogyakarta, 7 Mei 1949. Arie Frederic Lasut menjabat sebagai Kepala Dinas Pertambangan RI yang pertama, dan Sunu Sumosusastro adalah wakilnya. Dalam masa mereka, Jawatan Pertambangan dan Geologi berpindah-pindah dari Bandung, Tasikmalaya, dan Magelang.
Museum Geologi yang beroperasi hingga saat ini diresmikan pada tanggal 16 Mei 1929 bertepatan dengan Kongres Ilmu Pengetahuan Pasifik ke IV di Institut Teknologi Bandung. Hingga sekarang, museum ini memiliki ratusan ribu koleksi batuan, mineral, dan koleksi fosil. Koleksi-koleksi tersebut disimpan dalam ruang koleksi yang bisa dilihat oleh pengunjung. Selain ruang pameran koleksi, ada juga ruang peragaan yang terdiri dari empat ruangan.
Tema yang disajikan tiap ruangan berbeda-beda. Ada ruang peragaan Geologi Indonesia dan Sejarah Kehidupan di lantai satu. Ruang peragaan Sumber Daya Geologi dan Manfaat & Bencana Geologi terdapat di lantai dua. Ruang peragaan tersebut selain informatif juga memberikan pengalaman yang interaktif.
Fasilitas di Museum Geologi sudah sangat baik, selain ruang pameran dan peragaan, terdapat juga auditorium dan ruang edukasi untuk pemutaran film, seminar, sosialisasi, nangkring, dan lain-lain. Tersedia juga toko cenderamata yang menyediakan aneka cenderamata berupa batuan dan fosil, buku dan CD pembelajaran, peralatan geologi seperti palu, kompas, komparato, dan sebagainya. Bila ingin mendapatkan penjelasan yang lengkap, Museum Geologi menyediakan pemandu/guide untuk keliling museum.
Hari Sabtu, 15 Oktober 2016, mulai pukul 14.00, ada kurang lebih tujuh puluhan orang datang mengunjungi Museum Geologi. Dari jam operasional, Museum Geologi seharusnya sudah tutup, namun hari itu berbeda. Ternyata Kompasianer sedang nangkring untuk memperbincangkan Tambang untuk Kehidupan. Isu ini sangat sensitif mengingat, praktik pertambangan adalah sebuah usaha yang pasti akan merusak lingkungan. Wah, berani sekali mereka mengangkat tema ini.
Tunggu! Jangan emosi dulu! Berbicara tentang pertambangan adalah sesuatu yang harus dilakukan dengan pikiran bersih. Mari kita pikirkan bersama, apa jadinya kehidupan kita tanpa hasil tambang. Sendok yang kita pakai untuk makan, kendaraan yang kita gunakan untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain, perhiasan yang dipakai oleh para wanita untuk mempercantik diri, dan masih banyak lagi benda-benda yang kita pakai yang berasal dari hasil pertambangan.
Ketua IAGI menjelaskan bahwa di Indonesia terdapat tak kurang dari 16.000 sarjana Geologi, dan yang tergabung dalam IAGI baru sekitar 5.500. Ahli Geologi adalah tangan pertama yang melakukan penyelidikan terhadap potensi pertambangan dengan melihat potensi batuan. Ada 3 batuan dasar, yaitu batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf. Batuan tersebut terbentuk dari adanya proses terhadap magma yang terdapat di kerak bumi.
Sementara itu, Dr. Aryo Prawoto Wibowo menjelaskan proses bagaimana praktik pertambangan yang seharusnya. Setiap perusahaan harus menerapkan good mining practice yang sangat erat kaitannya dengan lingkungan. Dosen ITB ini menjelaskan bahwa tidak ada usaha pertambangan yang tidak merusak lingkungan. “Mohon maaf, saya harus bilang bahwa semua pertambangan itu harus merusak lingkungan” jelasnya,” Namun, setelah cadangan yang tersedia sudah dieksploitasi, penutupan areal bekas tambang harus benar-benar dilakukan. Beberapa daerah bekas tambang di Kalimantan berubah menjadi hijau dan dapat dimanfaatkan sebagai taman wisata.
Sebanyak 32.416 pekerja baik PTFI maupun kontraktor diserap dalam mengelola blok tambang ini. Komposisi pekerja tersebut ternyata sudah didominasi oleh tenaga kerja yang berasal dari Indonesia. Ada 12.085 pekerja PTFI yang terdiri dari 4.321 (36%) orang asli Papua dan 7.612 (63%) orang Non Papua, sementara pekerja asing hanya sekitar 1% atau 152 orang. Ada 6 orang asli Papua yang menjabat Vice President dan 40 orang menempati manajer dan karyawan level senior. Semua pekerja di PTFI mendapat jaminan BPJS Ketenagakerjaan & Kesehatan serta program Jaminan Hari Tua maupun Pensiun.