Industri minyak dan gas bumi terbagi atas industri hulu dan industri hilir. SKK Migas memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengawasi dan mengendalikan industri hulu migas. Hal ini disampaikan oleh Elan Biantoro, Kepala Bagian Humas SKK Migas dalam acara Kompasiana Nangkring bersama SKK Migas Jumat, 28 Agustus 2015 bertempat di Ruang Serba Guna SKK Migas, City Plaza lantai P9.
Industri hulu migas sendiri terdiri dari dua kegiatan utama, yaitu kegiatan eksplorasi dan kegiatan eksploitasi. Kegiatan eksplorasi adalah kegiatan awal untuk mencari sumber-sumber minyak yang dilakukan dengan kegiatan survey seismik. Fase ini umumnya berlangsung antara 0-6 tahun. Setelah kegiatan eksplorasi, barulah kegiatan eksploitasi dilakukan, yang memakan waktu hingga 10-12 tahun. Inilah proses industri hulu yang menjadi tanggung jawab SKK Migas. Sementara kegiatan seteleh itu, misalnya pengolahan minyak dan pemasaran sudah menjadi bagian dari industri hilir migas.
Lalu, sebagai sebuah industri, apa kontribusi yang diberikan hulu migas bagi Indonesia? Pertanyaan ini tentu menjadi pertanyaan setiap orang yang seringkali melihat bahwa kebanyakan perusahaan-perusahaan yang bergerak di industri hulu migas adalah perusahaan asing. Mengenai hal itu, Elan Biantoro menegaskan bahwa sistem pengelolaan industri hulu migas di Indonesia dilakukan dengan sistem kontrak kerja sama.
Apa itu sistem kontrak kerja sama? Sistem kontrak kerjasama alias production sharing contract adalah sistem kontrak yang dilakukan dengan pengelolaan wilayah kerja oleh perusahaan minyak baik asing maupun domestik (selanjutnya disebut sebagai kontraktor kontrak kerja sama=K3S) kepada negara yang diwakili oleh SKK Migas sebagai pengelola kontrak tersebut. Ditegaskan lagi, bahwa SKK Migas bertugas untuk mengawasi dan mengendalikan K3S tersebut.
Dalam pelaksanaannya, untuk kegiatan eksplorasi yang dilakukan oleh K3S sepenuhnya dilakukan dengan biaya yang berasal dari perusahaan tersebut. Bila berhasil memproduksi, hasilnya menjadi milik negara. Namun bila gagal memproduksi, negara tidak mengganti biaya tersebut. Jelas sekali bahwa mekanisme itu membuat negara terhindar dari kerugian bila tidak berhasil memproduksi migas dan memperoleh keuntungan besar bila berhasil menghasilkan minyak.
Skema yang terjadi di tahun 2014, sekitar 55% keuntungan industri hulu migas menjadi pendapatan bersih negara, sisa nya sekitar 30% menjadi cost recovery untuk eksplorasi dan 16 % menjadi bagian dari K3S. Jelas sekali bahwa kontribusi industri ini menjadi salah satu pendapatan utama negara penyumbang APBN.
Selain itu, kontribusi hulu migas juga sangat berperan untuk membangkitkan industri penunjang lain baik di sektor konstruksi maupun non konstruksi. Itu semua sangat bermanfaat dan menjadikan industri hulu migas sebagai lokomotif penggerak ekonomi nasional. Bukan hanya sebagai sumber pemasukan negara, penyedia energi dan menciptakan multiplier effect. Ini lah tugas dan tanggung jawab SKK Migas untuk membesarkan bangsa.
Emergency Response Center
Dalam kesempatan yang asyik itu, Kompasianer juga berkesempatan untuk mengunjungi Emergency Response Center (ERC) SKK Migas sebagai tempat untuk mengelola dan mengendalikan  keadaan darurat dan krisis (Crisis Center) di seluruh wilayah kerja. Ini merupakan unit reaksi cepat untuk mengendalikan kegiatan teknis dan biaya dalam penanggulan keadaan darurat.
Kegiatan Nangkring kali menjadi sarana untuk melihat kembali tugas dan tanggung jawab besar yang diemban oleh SKK Migas. Semoga SKK Migas semakin bersemangat dan berdedikasi memberikan kontribusi bagi Indonesia. Salam membesarkan bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H