" Jogja Jogja tetap istimewa.. Istimewa negerinya istimewa orangnya.. Jogja Jogja tetap istimewa.. Jogja istimewa untuk Indonesia" - Jogja Hip Hop Foundation
Sudah sebulan lebih saya meninggalkan Kota Yogyakarta demi melaksanakan tugas di Ibukota Jakarta. Banyak hal yang telah saya lewatkan dalam satu bulan kepergian saya itu termasuk perayaan besar ulang tahun Kota Yogyakarta yang jatuh pada hari ini, 7 Oktober 2015. Tepat 259 tahun usia Jogja dan saya sangat bersyukur diberikan kesempatan menjalani kurang lebih 20 tahun hidup saya di kota pelajar ini.
Banyak perubahan yang terjadi di Kota Jogja selama saya hidup di sana. Sebagai pelajar yang dari taman kanak-kanak sudah menempuh pendidikan di Jogja, saya mengalami betul bagaimana proses pendidikan di Yogyakarta berjalan sangat istimewa. Kami diberikan banyak ruang untuk berekspresi sekaligus berkreasi. Beberapa ruang seperti taman pintar, Malioboro, Alun-alun, hingga setiap jalan di Jogja dapat menjadi ruang yang sangat menyenangkan bagi pelajar untuk memperoleh pengetahuan, data-data yang cukup, berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan.
Tak kalah istimewa adalah dinamika yang ada di Jogja baik budaya hingga politiknya. Dalam hal budaya, tak diragukan lagi bahwa Jogja adalah gudangnya seniman dan pemerhati budaya. Banyak sekali rekan kerja saya di Jakarta ini yang bekerja di dunia kreatif, merupakan produk jebolan akademi di Jogja. Tak terhitung pula event kebudayaan yang ada di Jogja dari pentas tari, teater, Yogyakarta Gamelan Festival, Ngayogjazz, dan ratusan event lain. Dalam perpolitikan, satu pengalaman yang sangat berkesan dalam hidup saya adalah ketika saya melakukan long march dari kampus di Jalan Laksda Adisucipto ke DPRD Jogja bersama rekan-rekan SMA Kolese De Britto demi mendukung penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY sebagai bentuk dukungan pula bagi keistimewaan Jogjakarta.
Sayangnya, ketika saya berada di Jakarta, tak sedikit pula saya mendapatkan banyak omongan dari orang-orang yang mengetahui bahwa saya berasal dari Jogja. Mulai dari Tukang ojek online, driver taksi, tetangga kosan, hingga rekan kantor seringkali mengungkapkan beragam perasaannya ketika mendengar kata Jogja. Beberapa dari mereka mengungkapkan keinginannya untuk berkunjung ke Jogja, menghabiskan akhir pekan atau libur mereka di akhir tahun dengan beragam rencananya. Namun tak sedikit yang mengungkapkan bahwa Jogja sudah kehilangan “daya magis”-nya yang membuat orang selalu rindu untuk kembali ke Jogja. Hal yang terakhir itu seringkali saya tanggapi dingin dengan sedikit merenung.
Kota Jogja mungkin memang kehilangan “daya magis”-nya. Keluhan macet semakin sering terdengar dari rekan-rekan kampus saya di sana. Beberapa titik jalan bahkan sudah mendapatkan predikat macet pada jam-jam tertentu. Belum lagi pembangunan hotel yang besar di Kota Jogja, sungguh, sebagai penduduk Jogja selama lebih dari 20 tahun, saya merasakan sekali bahwa kini kita dapat dengan mudah menemukan bangunan hotel di tempat-tempat yang sebelumnya tak terlintas di benak sekalipun. Senada dengan hotel, pembangunan beberapa mall di Jogja juga sangat terasa. Dari Mall Malioboro, Ambarrukmo Plaza, Galeria Mall, Jogjatronik Mall, kini hadir mall-mall lain yang berdiri dengan megahnya. Entah apa dengan begitu banyaknya hal tersebut, “daya magis” Jogja seakan memudar?
Terlepas dari semua hal di atas. Jogja tetap menjadi tempat yang paling saya rindukan. Ada suasana, perasaan, kenangan yang tidak dapat digantikan di sini. Di ulang tahunnya ke-259 ini, saya berharap Jogja tetap menjadi istimewa, dengan sisa “daya magis” itu, semoga Jogja tetap menjadi tempat yang teduh dan ramah bagi semua orang. Menjadi tempat kepercayaan orangtua-orangtua menitipkan putra-putrinya untuk menempuh pendidikan. Menjadi tempat menelurkan insan-insan muda, kreatif, dan berprestasi.
Tentunya, menjadi tempat untuk selalu pulang lagi …
Sugeng tanggap warsa, Jogja.
Niko Shendi