Mohon tunggu...
Ni Komang Ari Mega yanti
Ni Komang Ari Mega yanti Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Menari dan Memasak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dari Monoton ke Menarik: Implementasi Filsafat Progresivisme dalam Pembelajaran Discovery Learning Mengatasi Stigma Pembelajaran Sejarah Membosankan

21 Desember 2024   20:34 Diperbarui: 21 Desember 2024   20:34 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendahuluan

Pembelajaran sejarah merupakan mata pembelajaran yang diterapkan pada sekolah jenjang SMA dan SMK. Melalui sejarah, peserta didik dapat menggali nilai-nilai kemanusiaan yang tercermin dalam berbagai aspek kehidupan, perjuangan, kebudayaan, hingga dinamika sosial. Belajar sejarah bukan sekedar melihat apa yang telah terjadi, tetapi juga memahami makna mendalam yang dapat membimbing setiap peserta didik dalam menghadapi masa depan (Sayono, 2016).

Pada penerapan pembelajaran sejarah di sekolah, terdapat image atau stigma yang sangat kuat di kalangan siswa bahwa mata pelajaran sejarah merupakan mata pelajaran yang bersifat hafalan, cerita panjang, kurang dan membosankan. Rendahnya minat terhadap pembelajaran sejarah bukan disebabkan oleh kurangnya nilai atau bobot dari materi sejarah itu sendiri, melainkan karena elemen-elemen dalam pembelajaran sejarah belum mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Pada umumnya proses pembelajaran sejarah di sekolah masih bersifat statis dan konvesional. Bersifat statis berarti tidak adanya perubahan atau pembaruan yang dilakukan oleh guru sejarah dalam proses pembelajaran. Guru cenderung terpaku pada metode konvensional, seperti ceramah yang hanya mengandalkan pembacaan atau pengulangan isi buku teks tebal. Akibatnya, siswa hanya terlibat dalam aktivitas parif, seperti mendengarkan, mencatat, dan menghafal tanpa benar-benar memahami inti apa yang dipelajari. Hal ini mengakibatkan pengalaman be;ajar monoton dan kurang bermakna bagi siswa (Asmara, 2019).

Untuk mengatasi stigma pembelajaran sejarah membosankan perlu adanya inovasi model pembelajaran yang memadukan dengan berbagai jenis filsafat pendidikan agar suatu pembelajaran tampak hidup kembali. Filsafat pendidikan merupakan cabang filsafat yang membahas secara mendalam tentang prinsip, konsep, dan tujuan pendidikan. Dalam penerapan fisafat pendidikan dalam proses pembelajaran perlu dipadukan dengan metode pembelajaran. Model pembelajaran merupakan panduan bagi pendidik dalam merancang proses pembelajaran di kelas. Panduan ini mencangkup langkah-langkah persiapan perangkat pembelajaran yang akan diterapkan guna mendukung pencapaian tujuan pembelajaran secara optional (Mirdad, 2020).

Gagasan ini dibuat untuk mengatasi stigma pembelajaran sejarah membosankan di sekolah dan memberikan suatu ide untuk mengatasi permasalahan tersebut. Munculnya gagasan ini bertujuan agar pembelajaran sejarah menjadi mata pelajaran yang bersifat menarik agar setiap siswa mampu mehamai isi dari pembelajaran yang telah disampaikan oleh guru dan menjadikan materi pembelajaran sejarah sebagai nilai pendidikan karakter yang tercermin dalam berbagai aspek kehidupan, perjuangan, kebudayaan, hingga dinamika sosial.

Hasil dan Pembahasan

Pengertian Filsafat Pendidikan Progresivisme dan Model Pembelajaran Discovery Learning

Filsafat pendidikan progrevisisme merupakan aliran dalam filsafat pendidikan yang menekankan pembelajaran yang berpusat pada siswa, relevansi pendidikan dengan kehidupan nyata, dan pengalaman langsung dalam proses belajar. Filsafat ini muncul sebagai respon terhadap pendekatan pendidikan yang menekankan pentingnya pengalaman langsung dalam pembelajaran. Aliran filsafat progresivisme merupakan aliran filsafat pendidikan yang menekankan pada pentingnya perubahan praktik pendidikan untuk menjadi lebih baik, maju, dan modern. Peserta didik diajak belajar melalui eksplirasi, eksperimen, dan interaksi dengan lingkungan. Progresivisme dalam proses pembelajaran yang berlangsung menempatkan siswa sebagai aktor utama yang berperan aktif dalam pembelajaran. Di sisi lain, pengajar berfungsi sebagai pemandu yang mendampingi pembelajar dalam menggali, memahami, dan mengembangkan potensi dirinya. Dengan pendekatan ini, proses belajar tidak hanya menjadi kegiatan transfer pengetahuan, tetapi juga perjalanan eksploratif yang mendalam dan bermakna (Zaka, 2022).

Model pembelajaran discovery learning merupakan model pembelajaran yang mendorong peserta didik untuk menemukan pengetahuan baru secara aktif dengan instruktur. Discovery learning menekankan keterlibatan siswa dalam proses eksplorasi dan penemuan informasi, dimana siswa mencari, menganalisis, dan menemukan sendiri konsep atau prinsip dari materi yang dipelajari. Dalam penerapan model pembelajaran ini, guru berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa dan membimbing tanpa langsung memberikan jawaban atau informasi. Model ini mampu merangsang siswa untuk tergerak dan mau secara aktif mencari konsep-konsep dan bahan menyelesaikan suatu permasalahan (Suciati, 2024).

Implementasi Filsafat Progresivisme dalam Pembelajaran Discovery Learning dalam Pembelajaran Sejarah

Stigma pembelajaran sejarah membosankan perlu ditangani oleh setiap guru, tujuannya agar para siswa mampu menangkap materi dengan baik sesuai dengan model pembelajaran yang bersifat menyenangkan. Membangun proses pembelajaran menyenangkan perlu adanya inovasi baru dalam model pembelajaran seperti menerapkan model pembelajaran discovery learning yang dipadukan dengan filsafat pendidikan progresivisme. Adapun beberapa cara penerapannya adalah sebagai berikut:

  • Stimulasi: Guru memberikan masalah, pertanyaan atau situasi yang merangsang rasa ingin tahu siswa mengenai peninggalan-peninggalan jaman sejarah yang ada di Kabupaten Buleleng, Bali.
  • Pernyataan Masalah: Siswa mengidentifikasi dan merumuskan masalah mengenai peninggalan-peninggalan jaman sejarah yang ada di Kabupaten Buleleng, Bali.
  • Pengumpulan Data: Siswa mencari dan mengumpulkan informasi yang relevan untuk menyelesaikan masalah, seperti siswa datang langsung ke Museum Buleleng untuk menyaksikan berbagai macam jenis peninggalan yang sangat menarik untuk dipelajari, disana siswa tentunya belajar sambil memperhatikan lingkungan sekitar dan akan menjadikan suasana belajar menjadi pengalaman menarik.
  • Pengolahan Data: Siswa menganalisis, mengelompokkan, dan menyusun data yang telah dikumpulkan berdasarkan hasil observasi di Museum Buleleng.
  • Verifikasi: Siswa memeriksa dan membandingkan hasil temuan dengan konsep atau teori yang relevan.
  • Generalisasi: Siswa menarik kesimpulan atau menyimpulkan materi temuan peninggalan jaman sejarah di Buleleng berdasarkan hasil analisis di Museum Buleleng.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun