"Tanduk, mas?" sahut pemilik warung.
"Tidak. nambah satu piring."
"Lha iya, tanduk ta?"
"Tidak."
Aku tertawa cekikikan. "Bang, yang dimaksud ibu itu "tanduk" adalah tambah, bukan "tanduk" wedhus, hahahaha."
Setelah aku pindah dari kota Pahlawan dari 10 tahun yang lalu, aku belum pernah ketemu lagi dengan teman asal Aceh. Pengen rasanya berwisata kuliner di warung "tanduk" lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H