Kalau ditanya apakah profesi di dunia ini-yang meski profitnya besar-namun saya tetap ragu ragu untuk menempuhnya jawabannya ialah pengusaha tambang. Saya sudah cukup kenyang mendengar keluhan dari rekan saya yang juga pengusaha tambang. Siapa yang menyangka, di balik kehidupan para pengusaha tersebut yang terlihat sukses, ternyata ada kisah tidak menyenangakan yang kerap menjadi makanan sehari-harinya?
Ya, banyak batu ganjalan yang harus dihadapi para pelaku usaha tambang dalam berbisnis dan berkontribusi kepada negara, begitulah dia memulai ceritanya. Sering kali, ia dan para pengusaha tambang lainnya dibuat bingung oleh para pemangku kebijakan yang berkaitan di sektor pertambangan RI yaitu pihak Kementerian Energi dan Sumber Daya mineral (ESDM ) dan Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
Lho, apa hubungan dua lembga itu terhadap kepusingan para pengusaha tambang? Saya di-spill oleh teman saya bahwa ternyata bukan hanya lahan saja yang tumpang tindih, namun peran pengambil kebijakan juga bisa 'tumpang tindih' di sektor tambang.
Pasalnya, meski selama ini tertera di UU Minerba No. 3 Tahun 2022 bahwa hanya Menteri ESDM yang bisa mencabut IUP, kenyataannya 2.056 IUP yang dicabut per kuartal III/2022 dilakukan oleh pihak Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tanpa melalui proses pemberian surat peringatan.
Menurut PP No. 96/2021 pasal 185, dijelaskan proses-proses pemncauta IUP dari mulai membuat peringatan tertulis, penghentian sementara dan baru pencabutan jika tak ada iktikad dari perusahaan. Namun yang terjadi di lapangan ya berbeda. Umumnya, saat ESDM baru memberikan suart peringatan, eh, pihak BKPM sudah langsung mencabut IUP.
Anda mungkin sama bertanya-tanyanya dengan Saya. Kapan, sih, BKPM ini join dengan Kementerian ESDM dalam mengurusi IUP? Setelah ditelisik memang ditemukan kalau Presiden memberikan rekomendasi kepada Menteri Investasi/Kepala BKPM untuk hak pencabutan IUP di Keppres No. 1/2022. Tapi mengapa masih banyak pengusaha tambang yang kebingungan ya soal siapa yang sebenarnya berhak mencabut IUP?Â
Dengan 2 lembaga negara ini sepakat bekerja sama demi pengelolaan sektor tambang RI menjadi lebih baik, bukankah seharusnya langkah mereka beriringan. Kok, yang satu baru kasih surat peringatan seperti yang proses yang diatur undang-undang, eh yang satu udah gaspol cabut IUP. Kementerian ESDM dan Kementerian Investasi sebenarnya komunikasi satu sama lain terlebih dahulu, nggak, sih, sebelum mencabut IUP?
Masalahnya, dengan tidak adanya sinergi dari Kementerian ESDM dan BKPM, membuat para pengusaha tambang nggak hanya kebingungan, namun juga berdampak pada setoran pajak dan royalti. Hal ini juga pernah diujarkan oleh APNI (Asosiasi Penambang Nikel Indonesia). Dikatakan oleh APNI, tumpang tindih peran Kementerian ESDM dan BKPM bisa berdampak pada berkurangnya potensi penerimaan negara khususnya pada penerimaan negara bukan pajak dan royalti hingga 10 persen.Â
Sayang dong, kalau berkurang. Menurut laporan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, sektor tambang padahal merupakan salah satu sektor ekonomi yang paling meningkat di penerimaan negara bukan pajak dan royalti, yakni meningkat hingga 286,6 persen. Memangnya pemerintah mau, setoran pajak dan royalti jadi turun, hanya karena kurang kompaknya tata kelola dari '2 orang tua' yang berwenang di sektor tambang?Â
Saya pun hanya bisa menyemangati teman saya dengan sejuta permasalahan yang menghambat bisnisnya. Kasus tumpang tindih lahan masih marak, persoalan IUP yang dicabut tiba-tiba hingga masih eksisnya tambang ilegal yang luput dari pencabutan IUP adalah beberapa diantaranya. Entah sampai kapan kedua lembaga tersebut akan sadar untuk memperbaiki komunikasi di antara mereka berdua.