[caption id="attachment_211834" align="aligncenter" width="300" caption="sumber : mindaudahedu.wordpress.com"][/caption]
Dalam beberapa minggu terakhir ini, di kampusku sedang diadakan acara Dies Natalis yang diwarnai dengan berbagai kegiatan dan pentas. Ada salah satu acara yang amat kunikmati, yaitu Culture Day. Acara yang menampilkan banyak pertunjukan dari berbagai budaya di Indonesia. Beberapa diantaranya, tari salman dari Aceh, lompat batu dari Sumatra utara, ngelenong dari Jakarta, tari Reyog dari Jawa Timur, hingga tari khas papua. Total ada 20 penampilan yang berasal dari ujung barat hingga timur Indonesia. Hari itu, sungguh makin menyadarkan bahwa Indonesia memang amat kaya dengan berbagai kebudayaannya.
Acara lintas kebudayaan seperti di kampusku itu memang juga banyak dilakukan oleh pihak-pihak lain. Acara semacam itu sudah menjadi rutinitas kebanyakan kampus lain. Pada berbagai kawasan wisata juga sering diselenggarakan acara seperti itu. Penampilan budaya sudah tidak terbatas pada tempat asal budaya bersangkutan. Banyak daerah yang saling mengundang seniman dari daerah lain untuk mempertunjukkan kebudayaannya. Sekarang juga banyak sanggar tari tradisional dimana kita bisa belajar tari dari berbagai daerah.
Perkembangan lintas budaya itulah yang kiranya sekarang cukup mencairkan hubungan antar suku, daerah, dan budaya di Indonesia. Sungguh amat berbeda dengan zaman dulu. Dahulu perbedaan suku amatlah mudah menyebabkan saling olok mengolok dan baku hantam. Olokan yang dahulu terjadi, sekarang sudah bagaikan bahan becandaan saja. Walaupun saat ini masih saja terjadi konflik yang disebabkan oleh perbedaan suku, akan tetapi hal itu sudah amat berkurang daripada zaman dahulu. Saya pun yakin, dengan melihat semakin semaraknya perkembangan acara lintas budaya, suatu saat nanti perbedaan itu tidak akan menimbulkan pertikaian sesama kita.
Saat ini, malah isu konflik antar agama yang cukup mengkhawatirkan perkembangannya. Akhir-akhir ini media banyak dihiasi dengan beberapa isu tersebut. Dari sengketa pembangunan tempat ibadah, pertikaian antar seagama tapi beda aliran, pelarangan pertunjukan kesenian yang terkait dengan suatu agama, hingga dilarangnya tayang film yang berbau pluralitas atau suatu agama tertentu. Selain itu survei oleh lembaga studi Center of Strategic and International Studies (CSIS) tahun 2012 makin mempertegas masalah ini. Survei tersebut menyatakan bahwa toleransi umat beragama di Indonesia masih rendah.
Melihat permasalahan itu dan juga masih teringang acara kampus dengan penampilan berbagai budaya Indonesia, membuat saya terpikirkan sesuatu. Bisakah perbedaan agama ini diolah seperti pada keanekaragaman budaya Indonesia? Mungkinkah diadakan suatu pentas yang menampilkan berbagai kesenian khas masing-masing agama? Terbayang bagaimana nasyid bisa satu panggung dengan paduan suara kristen dan juga barongsai. Terbayang berbagai alat pembantu ibadah seperti tasbih, rosario, atau patung-patung dipamerkan dalam suatu museum.
Pasti akan terjadi pro kontra akan pendapat saya tersebut. Bahkan saya sendiri pun saat pertama kali terpikir hal itu, sudah merasa kontra terhadap buah pikir sendiri. Saya pikir hal itu bisa dilakukan dengan batas-batas tertentu dan sejujurnya saya pun belum tahu bagaimana konsep pembatasan itu. Akan tetapi yang jelas kita harus berpikir positif. Perbedaan itu bukanlah pengghalang, akan tetapi saling melengkapi. Pasti akan ada buah manis yang bisa dipetik apabila hal itu lebih banyak dilakukan. Hal itu pasti akan makin memperkaya Indonesia. Bayangkan saja pentas kebudayaan digabung dengan pentas seni antar agama di Indonesia, pertunjukan itulah yang benar-benar menunjukkan keberagaman Indonesia. Apabila hal itu bisa dilakukan secara rutin dan banyak pihak yang mau menyelenggarakannya, lama-kelamaan hubungan antar umat beragama akan mencair, dan bisa menghindarkan kita dari konflik antar agama.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H