Akan parah jadinya bila romantisasi tersebut ditambahkan dengan glorifikasi atau pemujaan berlebihan terhadap satu tokoh pemimpin. Karena glorifikasi akan menutupi hal-hal buruk atau sisi negatif dari seorang tokoh pemimpin.Â
Misalnya saja, sampai sekarang masih banyak yang beranggapan bahwa Presiden Soeharto adalah tokoh pemimpin tanpa cela. Beliau adalah sosok pemimpin yang aktif mengkampanyekan pembangunan di seluruh Indonesia, serta merupakn sosok yang tegas dan berani.
Ini memang adalah fakta, tidak mungkin menisbikan hal-hal baik yang menjadi sumbangsih presiden kedua tersebut. Namun, kita juga tidak bisa menutupi fakta-fakta lain seperti permasalahan hak asasi manusia, atau kekuatan militer yang membatasi gerak-gerik sosial, ekonomi dan politik masyarakatnya.Â
Begitu juga Presiden Soekarno yang telah berjasa besar bagi pembentukan bangsa ini juga memiliki beragam keputusan yang bermasalah: Nasakom, pemenjaraan tokoh-tokoh yang bertentangan atau tidak sesuai dengan pemikirannya, atau ketidakstabilan keadaan politik dan ekonomi di masa setelah pemberontakan PKI.
Glorifikasi akan membuat seseorang menjadi bias dan tidak mampu melihat dengan baik hal baik dan buruk dari seorang pemimpin atau tokoh tertentu. Glorifikasi membuat seseorang memuja seorang tokoh secara berlebihan tanpa mencoba mencari tahu dan bahkan menerima fakta-fakta yang ada.Â
Salah satu contoh paling mutakhir berasal dari meme "Pak bangun Pak" yang merupakan sebuah kutipan dari video TikTok buatan akun @_24aanaaaa yang dibuat tanggal 7 Oktober 2020 silam (Sumber).Â
Di dalam video tersebut seorang gadis remaja menangis sembari mengatakan "Pak bangunn, Pak. Pimpin negeri ini lagi, Pak." Ucapan ini ditujukan pada Presiden Soeharto yang sudah wafat.Â
Saat itu memang sedang terjadi demonstrasi Omnibus Law yang masih terus bergulir. Banyak kelompok masyarakat, yang diwakili oleh mahasiswa, turun ke jalan dan berorasi menuntut pembatalan udang-undang yang dianggap merugikan masyarakat tersebut.Â
Sang gadis remaja pembuat konten mengglorifikasi Presiden Soeharto yang dianggap sebagai pemimpin yang mampu menyelesaikan masalah-masalah seperti ini. Mungkin sekali si gadis remaja juga menganggap bahwa Pak Soeharto adalah presiden yang pro rakyat kecil sekaligus tegas dan ditakuti. Entah informasi darimana yang ia dapatkan mengenai tokoh tersebut.Â
Yang jelas, glorifikasi pemimpin oleh sang gadis sama sekali tidak didasari atas fakta dan pengetahuan yang cukup, apalagi pengalaman. Ia tidak mungkin mampu meromantisasi keadaan karena ia belum dilahirkan pada masa pemerintahan Soeharto sehingga tak mungkin untuknya tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Yang mau saya sampaikan di tulisan ini adalah bahawasanya romantisasi dan glorifikasi tokoh pemimpin dan pemerintahannya adalah wajar dan alamiah. Namun begitu, kita sudah seharusnya mampu mengambil hikmah dan pelajaran dari tokoh-tokoh tersebut.Â