2. Analisis
Sebuah gejala yang unik adalah bahwasanya Pontianak adalah sebuah propinsi di Indonesia dengan komunitas etnis tionghoa terbesar di Indonesia. Oleh sebab itu, tidak heran bila budaya dan bahasa saling mempengaruhi dan erat hubungannya dalam kehidupan sosial di kota ini. Setelah ratusan tahun, orang-orang tionghoa yang bermukim di Kalimantan barat, khususnya Pontianak, mengembangkan ‘gaya’ bahasa yang khusus dan unik. Tidak jarang bahasa mereka juga terpengaruhi dengan bahasa melayu atau Indonesia. Dua bahasa dialek China yang dominan adalah tio ciu (teochew) dan hakka (khe’). Dalam dialek tio ciu, banyak sekali kata yang diadopsi dari bahasa melayu atau Indonesia. Misalnya mangkali (barangkali/mungkin), liulien (durian), dan mangkoang (bengkoang).
Selain itu, tidak jarang orang-orang tionghoa mencampurkan gaya bahasa China dengan bahasa melayu atau Indonesia sehingga menciptakan sebuah ciri khas yang cukup menonjol dan unik atau identitas mereka. Gaya khas tersebut adalah penggunaan partikel penegas yang kerap digunakan dalam bahasa China ke dalam bahasa melayu. Partikel-partikel tersebut adalah a, wa, lé, da, dan la.
- A
Partikel a adalah sebuah partikel yang digunakan untuk menegasan sebuah pernyataan. Misalnya dalam kalimat,
-         ‘Tak bisa a, udah segini dia punya harga.’
-         Bahasa Prokem: ‘Gak bisa lah, mang dah segini harganya’
-         Bahasa Indonesia: ‘Tidak bisa, harganya sudah tidak bisa ditawar.’
Partikel a mungkin setara maknanya dengan partikel e atau je dalam bahasa jawa dan lah dan nih dalam prokem Indonesia, dimana partikel ini membantu menjelaskan sebuah ekspresi ‘kekecewaan’ dalam tingkat yang kecil. Misalnya seseorang yang mencoba menyalakan sebuah alat elektronik, namun kesulitan dan tidak berhasil, ia dapat mengekspresikannya dengan
-         ‘Tak bisa a, tak mau nyala.’
-         Bahasa Prokem: ‘Gak bisa nih, gak mau hidup.’
-         Bahasa Indonesia: ‘Ternyata alatnya tidak bisa menyala.’