Di antar rebahan Panjang dan pendek jejak-jeka ditulis. Yang Panjang beriksajh tentang ziarah tak pernah selesai. Entah kapan. Kematian adalah titik dari semua. Yang pendek itu perkelahian-perkelahian psikologis singkat. Ditutup senyum kecut.
Tanda tanya begtiu banyak. Tuhan diam serupa awan yang menggantung di pelupuk mata. Membeku di situ. Kadang jatuh serupa titik empun dari pucat bulu mata.
Pada huruf-huruf cerah, kegembiraan dikhabarkan. Samar. Pada aksara hitam kesedihan dibenamkan. Dalam-dalam. Menggenang seperti hitam endapan kopi pada cangkir tembikar.
Dalam rimbun tanda baca, jiwa berlindung dari badai yang datang silih berganti. Tak diundang. Datang saja. Entah pagi. Entah petang.
Dalam paragraph-paragraf tak teratur, harapan diatur. Agar tak larut oleh halimun dan taifun. Disimpan jadi fajar terbit lamban di pagi yang ke sekian.
Engkau adalah suaka. Tempat bersabar saat malam tak ada tanda. Tempat bersyukur saat tubuh penuh ngilu. Tempat untuk tidur saat kaki tak mau beringsut. Oleh seribu siung beliung yang bingin bingung untuk apa hidup.
Engkau adalah rimba. Tempat melenyap semua putus harapan. Berdiam pegang-pegang semua kenangan. Mengurut Pelajaran tentang arah layar ke depan.
Entah kapan semua bertahan. Entah kapan semua bermakna. Karena sepertinya cobaan-cobaan begitu kekal membelah rasa tegar. Pelan-pelan merekah di tubuh yang menjemput tua.
Yogya, Desember 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H