Mohon tunggu...
Nikolaus Loy
Nikolaus Loy Mohon Tunggu... Dosen - Dosen HI UPN Veteran Yogyakarta

Menulis artikel untuk menyimpan ingatan. Menulis puisi dan cerpen untuk sembuh. Suka jalan-jalan ke gunung dan pantai. Suka masak meski kadang lebih indah warna dari rasa.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Tentang Greenflation dan Keadilan Transisi

22 Januari 2024   21:47 Diperbarui: 24 Januari 2024   11:05 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam debat ke-4 cawapres, Minggu 21 Januari 2024 muncul istilah greenflation. Cawapres Prabowo, Gibran Rakabuming yang melontarkan istilah ini. 

Greenflation/Green inflation atau inflasi hijau berhubungan dengan kenaikan harga-harga produk ramah lingkungan akibat kenaikan harga-harga bahan baku. Faktor lain adalah kenaikan biaya dari berbagai aspek transisi energi itu sendiri.

Transisi yang Kompleks.

Transisi energi bukan hanya menyangkut perubahan jenis energi, seperti perubahan dari energi fosil,  ke energi baru dan terbarukan (EBT). Dari batubara dan minyak bumi, ke energi surya, tenaga hidro, biofuel yakni bioetanol, biosolar atau pembangkit geothermal.

Perubahan jenis energi mengharuskan transisi sistem sosio teknis yang menjadi fondasi produksi dan konsumsi energi. 

Aspek sosio teknis mencakup (1) regulasi dan rezim pengaturan energi; (2) dukungan politis (3) mekanisme pasar efisien yang menjamin pasokan dan permintaan; (4) Teknologi energi fosil ke teknologi energi terbarukan.; (5) budaya konsumsi dan norma kolektif yang membentuk pilihan jenis energi yang digunakan

Pada aspek regulasi, transisi berhubungan dengan sistem insentif yang mendorong produksi dan konsumsi energi tertentu. Sampai sekarang, UU EBT belum disahkan oleh DPR. Lambannya penetapan mengindikasikan rendahnya dukungan politis terhadap pertumbuhan EBT. 

Patut diduga bahwa lobi kelompok kepentingan energi fosil menghambat penetapan UU EBT.  Ada kebutuhan untuk  mempertahankan subsidi batubara dan pengembalian keuntungan dari 'sunk investment'.  Investasi triliunan  telah dibenamkan di sektor fosil terutama pembangkit listrik berbasis barubara.

Dalam sektor teknologi, transisi berkaiatan dengan perubahan atau penyesuaian teknologi yang berbasis fosil ke teknolgi EBT. 

Perubahan teknologi terjadi pada sisi produksi dan konsumsi. Penutupan pembangkit batubara perlu diganti dengan pembangkit hidro berbasis waduk, mikro hidro atau pembangki geothermal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun