Mohon tunggu...
Nikolaus Loy
Nikolaus Loy Mohon Tunggu... Dosen - Dosen HI UPN Veteran Yogyakarta

Menulis artikel untuk menyimpan ingatan. Menulis puisi dan cerpen untuk sembuh. Suka jalan-jalan ke gunung dan pantai. Suka masak meski kadang lebih indah warna dari rasa.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mulai dengan Ceritera tentang Ibu

24 November 2020   08:42 Diperbarui: 24 November 2020   08:43 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Mungkin banyak orang tua menghindari bicara tentang sex dan sexualitas dengan anak-anaknya. Sex adalah perbedaan biologis berdasarkan jenis kelamin dan perbedaan alat reproduksi. Termasuk di dalamnya adalah mekanisme dorongan sexual. Sedangkan sexualitas memiliki makna lebih luas, mencakup dimensi psikologis, motivasi, sikap, perilaku dan aspek-aspek yang dibentuk secara sosial dan kultural.

Keengganan orang tua untuk mendiskusikan secara terbuka kedua di atas berakar dari kultur . Sex bagi sebagian orang masih dianggap kotor dan tabu. Faktor lain adalah mungkin kebingungan orang tua dari mana. Padahal penting sekali memberikan Pendidikan sex bagi anak, agar mereka bisa memiliki pengetahuan tentang sex yang sehat dan menerima perbedaan sexualitas secara positif.

Bapak dan Ibu bisa memulai dari ceritera tentang Ibu jika berhadapan dengan anak perempuan. Untuk anak laki-laki bisa dimulai dengan ceritera tentang ayah. Ceritera tentang peran Ibu dan ayah adalah ceritera tentang sexualitas.  Tips ini kami lakukan dalam memberikan pemahaman tentang sex dan sexualitas pada anak-anak.

 Suatu hari 3 tahun lalu. Kami berdua sendirian di rumah.  Ibunya sedang di kantor.  Gadis bungsu kami keluar dari kamar mandi dan kebingungan. Ia haid pertama. Seteleh membeli pembalut, kami tidak tahu bagaimana mengajarinya cara memasang. Terjadi bencana salah pasang. Lalu kami berdua bertanya pada google. Dan ia bisa memakainya dengan benar.

Setelah mandi, ia menatap saya. Wajahnya kebingungan pada apa yang ia alami. Saya mengajaknya duduk di halaman belakang. Ia memandang saya dan wajahnya yang ragu. Saya mulai dengan kata ini, "Ade dipersiapkan Tuhan menjadi Ibu". Dari situ mengalir ceritera tentang haid, tentang rahim, tentang mengapa perempuan harus ada payudara.

Saat berceritera saya selalu merujuk pada apa yang terjadi pada masa kecilnya. Bahwa rahim Ibunya adalah tempat nyaman sekali. Bahwa ia sehat karena Ibunya memberi ASI berlimpah dari payudara yang dianugerahkan Tuhan. Seluruh ceritera menuju hal: Ia dipilih Tuhan menjadi perempuan karena Ia memiliki hak istimewa menjadi calon Ibu.

Sejak hari itu, ia menerima perubahan-perubahan tubuhnya dengan positif. Setelah naik kelas 3 SMP, ia memperoleh pelajaran genetika di sekolah. Ia membawa pulang pertanyaan-pertanyaan tentang tubuh laki-laki dan  perempuan, termasuk bagaimana anak terbentuk dalam rahim.

 Saat ia bertanya tentang mimpi basah, saya membalik ceritera bahwa laki-laki dipersiapkan menjadi ayah dalam pernikahan. Minggu-minggu berikut muncul banyak pertanyaan tentang laki-laki dan perempuan. Kami mendiskusikannya dengan terbuka.

Satu hal positif adalah sikapnya tentang pornografi. Kadang-kadang di HP muncul gambar-gambar telanjang karena terkonekasi dengan iklan program. Ia selalu beritahu saat-saat gambar itu muncul sehingga kakaknya kemudian membersihkannnya.

Mungkin orang tua lain memiliki pengalaman berbeda. Bagi pasangan-pasangan dengan anak mulai remaja, tips ini dapat dicoba. Mulailah ceritera tentang panggilan Tuhan menjadi Ibu atau ayah. Dengan cara ini anak-anak  menerima dan menghormati tubuh mereka. Penghormatan yang muncul  karena memiliki pengetahuan yang benar dan positif tentang sex dan sexualitas serta panggilan mereka untuk meneruskan kreasi Gusti Allah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun