Mohon tunggu...
Niko Hermawan
Niko Hermawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hallo, saya Niko mahasiswa S1 Pendidikan Sejarah UPI 2020.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Karawang: Dulu Lumbung Padi Sekarang Lumbung Industri

11 Juni 2023   20:00 Diperbarui: 17 Juni 2023   12:05 1824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karawang pada sejarahnya dikenal sebagai kota penghasil padi terbanyak di Pulau Jawa. Sejarah mencatat bahwa Karawang telah menjadi pusat persediaan logistik bagi para pasukan perang kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Sultan Agung untuk menyerang Batavia pada abad ke-17. Lahan pertanian yang luas di Karawang menghasilkan komoditi beras. Kemudian pada masa kemerdekaan, presiden Soekarno merencanakan Karawang ini sebagai lumbung pangan nasional. Hal itu karena melihat wilayah Karawang yang luas akan areal persawahannya dan didukung dengan aliran air melalui bendungan Walahar peninggalan Belanda. Keseriusan pemerintah akan program tersebut pada saat itu terlihat dari didirikannya Badan Penelitian Padi di Karawang. Pada tahun 1968 Presiden Soekarno menggelar kegiatan Hari Tani Nasional yang merupakan langkah awal untuk membangkitkan potensi pertanian Indonesia. 

Jatuhnya pemerintahan Soekarno dan masuk pada masa Orde Baru yaitu rezim Soeharto, muncul program Revolusi Hijau. Pada tahun 1970-1980 pemerintah melakukan investasi besar-besaran pada sektor pertanian guna meningkatkan produksi pertanian Indonesia. Hal itu dilakukan karena melihat mayoritas penduduk Indonesia masih hidup di daerah pedesaan yang bermata pencaharian sebagai petani. Program ini merupakan suatu modernisasi sistem pertanian sehingga para petani mengenal adanya teknologi mesin pembajak sawah, pestisida, pupuk buatan. Program ini mencapai puncak keberhasilannya pada tahun 1989 yang ditandai dengan hasil produksi pertanian di Karawang yaitu beras yang mencapai 79 kuintal keberhasilan tersebut ditandai dengan memperoleh penghargaan dari Food and Agricultural Organization (FAO) pada 1985 sebagai negara swasembada pangan. Karawang memiliki peran sangat penting dalam swasembada beras ini dengan menjadi penghasil beras terbanyak di pulau jawa setiap tahunnya dan hampir selalu mengalami peningkatan. Hal ini berkaitan juga dengan wilayah Karawang sendiri yang luas akan lahan pertanian 

Keberhasilan Karawang sebagai swasembada beras ini tak lepas dari peran para petani sebagai aktor utama dari tingginya hasil panen. Dalam struktur sosialnya, petani di Karawang terbagi menjadi empat kelompok, yaitu:

a) petani pemilik, yaitu yang memiliki sawah. Biasanya disebut tuan tanah atau juragan. Dalam budaya masyarakat Jawa secara umum pada dasarnya mengacu pada panggilan atau sapaan bagi para majikan atau orang yang biasanya memperkerjakan atau menjadi tempat mengabdi orang atau sekelompok orang. Juragan ini tidak selalu merupakan warga yang bertempat tinggal di daerah itu (ada pula yang tinggal di luar Karawang) karena sebagian besar tidak menggarap lahannya sendiri melainkan dengan sistem bagi hasil. 

b) Petani pemilik penggarap, yaitu petani yang menggarap lahannya sendiri. Kelompok ini biasanya memiliki tanah > 5 Ha. Biasanya lahan-lahan yang dimiliki merupakan milik pribadi dari hasil membeli ataupun merupakan warisan dari keluarga sendiri atau keluarga pasangan yang dikelola bersama oleh keluarga tersebut. Para petani tipe ini biasanya petani yang mengerjakan sendiri lahan pertaniannya, baik dengan bantuan keluarga atau buruh tani atau petani bagi hasil lainnya. 

c) Petani penggarap atau penyekap, yaitu petani yang menggarap tanah orang lain. Petani penggarap ini adalah orang-orang yang dipercaya oleh tuan tanah atau juragan untuk menggarap lahannya dengan sistem bagi hasil. Petani penggarap ini lebih sejahtera kehidupannya dibandingkan buruh tani. 

d) Buruh tani, yaitu petani yang hanya mengerjakan hal-hal kecil seperti mencabuti rumput, menimbang hasil panen, dan sebagainya. Ketika musim tanam atau panen, petani kelompok ini biasanya tidak bekerja sebagai petani di sawah, ada yang bekerja sebagai pedagang atau bahkan ada juga yang mengadu nasib keluar kota. 

Menilik kebijakan pangan yang dilakukan Pemerintah Orde Baru melalui program Swasembada beras yang terjadi pada tahun 1985. Dengan terjadinya swasembada ini, diasumsikan bahwa masyarakat petani Indonesia khususnya Kabupaten Karawang mengalami kesejahteraan, karena mereka dapat membeli motor atau mobil. Akan tetapi kesejahteraan tersebut hanya dinikmati oleh para petani yang memiliki tanah luas. Berbeda dengan buruh tani yang sama sekali tidak merasakan hal tersebut.

Swasembada beras ini hanya bertahan sebentar. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu pertambahan penduduk dan alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman, areal industri, perdagangan, perkantoran, dan sebagainya. Tambah lagi pemerintah menggencarkan industrialisasi karena dirasa perekonomian belum seimbang terlalu menekankan pada sektor pertanian, sementara sektor pertanian tidak terlalu berbuat banyak untuk mendongkrak perekonomian negara dan pertanian juga tidak dapat menyerap banyak tenaga kerja. Hal tersebut berbanding terbalik dengan industrialisasi yang bisa menghasilkan keuntungan dalam jumlah besar karena banyak masuk pemodal-pemodal untuk menjalankan industri tersebut dan bisa menyerap banyak tenaga kerja. 

Karawang dipilih menjadi pusat kawasan industri karena lokasinya yang sangat strategis dekat dengan Ibu Kota dan pelabuhan. Perubahan kebijakan dari pertanian ke industri juga berdampak pada perubahan sosial masyarakat Kabupaten Karawang yang awalnya merupakan masyarakat petani. Sejak diberlakukannya industrialisasi di Karawang, sampai pada tahun 2018 tercatat ada 13.756.358 hektar luas lahan yang diplot sebagai lahan industri. Kawasan industri tersebut tersebar antara lain Kawasan Industri Kujang, Indotaisei, Mandala Putra, KIIC, Suryacipta, dan KIM. 

Berkembangnya sektor industri yang menguasai struktur ekonomi Karawang yang notabene kota lumbung padi. Tentu kondisi ini akan berpengaruh pada struktur masyarakat pertanian yang telah dibangun sejak lama, karena industri khususnya industri besar merupakan kegiatan yang jauh berbeda dari kegiatan ekonomi masyarakat Karawang. Hal tersebut menimbulkan perubahan sosial di masyarakat Kabupaten Karawang. Kawasan industri semakin meluas di daerah Karawang bagian selatan. Sementara para pemilik tanah atau yang mempunyai sawah di daerah-daerah tersebut menjual tanahnya kepada para investor. Selain pemilik tanah yang menjualnya kepada para investor, ada pula para pemilik tanah yang memilih sawahnya dijadikan pemukiman seperti membangun kontrakan, kost-kostan, bahkan perumahan untuk menyediakan hunian bagi para pendatang yang bekerja sebagai karyawan industri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun