Mohon tunggu...
Nik Nik Purnawati Aryani
Nik Nik Purnawati Aryani Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Orang Bogor asli, suka baca tulis , suka dengan alam pegunungan, suka memasak, suka memperhatikan hal-hal kecil dan sederhana, bikers-mode-on-every-work-day!!

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

Ajarkan Anak Rasa Prihatin Sejak Dini

10 Februari 2011   09:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:43 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

" Saya bekerja keras banting tulang agar anak saya tidak mengalami apa yang saya alami dulu, sedih rasanya dulu ingin jajan saja susah...." keluhnya.

Beberapa kali kakak perempuan saya bicara seperti itu. Betapa dia tidak ingin anak-anaknya mengalami apa yang dulu kami alami semasa kecil karena keterbatasan ekonomi orangtua kami. Dan kakak saya pun membuktikan janjinya, menuruti setiap keinginan anak-anaknya, memberikan fasilitas yang baik meskipun harus menjadikan kepalanya menjadi kaki dan kaki menjadi kepala dalam mencari materi. Seolah impian masa kecilnya yang tak tercapai dia wujudkan kepada anak-anaknya. Ya sah-sah saja ketika materi itu sedang bergelimangan, tapi sudah siapkah mental anak-anak itu jika dihadapkan pada suatu keadaan yang terbalik?? ketika semuanya berubah menjadi serba pas-pasan?? bukankah roda itu berputar, kadang di atas kadang di bawah??. Dan kenyataannya, anak-anak itu belum bisa membedakan antara keinginan dan kebutuhan, mereka masih saja merengek ingin ini ingin itu tatkala kondisi materi orangtuanya sedang menurun. Kenapa anak-anak tersebut tidak mau mengerti kondisi orangtuanya?? karena mereka memang tidak diajarkan seperti itu, mental mereka tidak disiapkan untuk bisa menerima kondisi orangtuanya baik ketika senang maupun sulit. Si anak sudah terlanjur nyaman dengan kondisi serba kecukupannya selama ini, sudah terbiasa konsumtif dan mendapatkan apa yang mereka minta dengan mudah.

Belajar dari apa yang kakak saya alami, justru saya ingin anak-anak saya merasakan apa yang saya dan kakak saya alami dulu, merasakan keprihatinan dan hidup dengan apa adanya menyesuaikan kondisi tanpa memaksakan diri. Ketika dulu mama saya membatasi makanan anak-anaknya agar semuanya terbagi rata, menahan diri meskipun ingin menambah lauk karena kalau begitu berarti ada satu perut yang tidak kebagian, menahan diri ingin jajan makanan kesukaan namun uang jajan tak kunjung diberi karena memang tidak ada, dan mama saya selalu mengajak saya jalan kaki meskipun ada becak. Masa lalu yang prihatin, namun menjadikan diri saya mampu menahan segala keinginan dan menjadikan saya cukup tahu diri agar saya tidak berlebihan serta mampu menyesuaikan kondisi yang ada. Ketika ada cukup uang saya gunakan seperlunya dan ketika pas-pasan pun hati tetap gembira. Tidak ada resah gelisah karena keinginan tidak tercapai, ya sudahlah...ada uang saya beli tidak ada ya tidak beli, tidak saya paksakan meminjam uang dulu agar keinginan saya tercapai.

Mengajarkan  anak rasa prihatin sebenarnya tergantung kekuatan mental orangtuanya juga, apakah orangtuanya tega membiarkan anaknya tidak jajan seharian, makan ala kadarnya, jalan kaki ke dalam komplek rumahnya, membiarkan anaknya terus merengek ingin barang yg dibelinya meskipun barang itu tidak ada manfaatnya??? Disitulah peran besar orangtua, semakin orangtua tega semakin mental si anak menjadi kuat dan rasa prihatin lambat laun akan ada di diri si anak.

Dengan mengenalkan dan mengajarkan anak-anak kita rasa prihatin sejak dini, semoga mereka mampu menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada, agar mereka mengerti dan dapat membedakan mana yang menjadi kebutuhan mereka dan mana yang menjadi keinginan mereka, sehingga mereka tidak terpedaya oleh gaya hidup konsumtif dan foya-foya dan mereka selalu bersyukur dengan apa yang mereka miliki.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun