Atau terpaksa mereka harus keluar dari bangunan semewah kapal pesiar itu untuk menemukan kamar mandi yang mereka butuhkan. Tidak sebanding dengan mewahnya bangunan tapi di dalamnya tidak mencangkup kebutuhan dari penggunanya.
Belum lagi kesempitan tempat yang dikeluhkan mereka dengan penambahan anak-anak tangga di dalamnya. Sudah bagus sebelum revitalisasi salah satu anak tangga itu tidak hadir, kini anak malang itu harus ditambahkan.
Entah bagaimana perancangannya, hingga Anies dulu tergesa-gesa dalam peresmiannya. Sekarang banyak kecarut-marutan dalam hasil proyeknya.
Ah iya, mereka masih mengeluhkan tentang kondisi becek dalam halte itu, apakah betul atap bocor saat peresmian belum ditambal lagi? Sungguh yang seperti inilah selalu menggelendoti rekam jejak Anies sebagai gubernur DKI Jakarta.
Hari demi hari, kecacatannya dalam memimpin terus bermunculan tanpa komando sang empu. Belum lagi bangunan-bngunan lain yang dinilai hanya sebagai hiasan kota metropolitan itu saja, tapi tidak memiliki fungsi yang baik.
Entah mengapa yang seperti itu menjadi prioritas Anies, sedangkan hal-hal besar lain diabaikannya? Seperti bidang Pendidikan yang mengalami angka putus sekolah tinggi, naturalisasi sungai yang mandeg, dan masih banyak lagi.
Beda orang memang beda cerita. Ganjar dan Anies memang sama-sama memimpin sebuah provinsi, tapi perbedaan yang amat kontras terlihat dari cara keduanya. Begitu pula hasil kinerjanya.
Niat yang tulus dan niat yang ditunggangi kepentingan sudah semakin jelas rupanya, bukan?
Nikmatul Sugiyarto
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H