Rasanya pengen kutabok pakai sandal, tapi apa daya tangan tak sampai. Tanteku kembali tertawa mendengar gurauanku itu. Memang dasar tanteku satu itu sangat receh, hal lucu dikit sudah diketawainya habis-habisan.
Tak berhenti di embung, aku akan menampar mereka dengan prestasi lain Ganjar lewat sistem EBT yang digagas Ganjar, untuk merubah desa menjadi mandiri. EBT adalah energi baru dan terbarukan. Pengembangannya dilakukan dengan pengedaran bantuan ke beberapa daerah.
Energi tersebut dapat berupa biogenic shallow (gas rawa), biogas, pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH), pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), dan lain sebagainya.
Penggunaan gas rawa sendiri sudah dimanfaatkan untuk kebutuhan gas elpiji bagi mereka di daerah yang susah mendapatkan gas, seperti halnya di Banjarnegara.
Lalu ada juga yang mendapat manfaat dari pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) di kabupaten Pekalongan. Mereka menggunakan listrik itu bukan hanya untuk kebutuhan perkeluarga saja tapi juga prasarana umum. Seperti penerangan jalanan, tempat wisata, masjid, balai desa, sekolah dan lain-lain.
Dari waktu ke waktu pengembangan EBT makin banyak dirasakan rakyat. Tak heran Ganjar dinilai sukses besar dalam programnya satu ini. Hingga datanglah undangan sharing tentang energi gagasannya ini pada salah satu rangkaian acara G20 di Bali beberapa hari yang lalu.
Saat berbicara kesederhanaan dalam kepemimpinan gubernur Jateng, terlihat kontras dengan kepemimpinan gubernur DKI Jakarta. Berbeda dengan Jateng yang jauh dari kemewahan, DKI selalu dikelilingi kemewahan.
Apalagi di bawah kepemimpinan Anies Baswedan kemarin, banyak infrastruktur yang menghabiskan dana yang dapat membuat orang memekik kaget. Aku semakin terkejut ketika melihat berita yang datang dari ibukota negara itu.
Keluhan datang dari warga pengguna halte bunderan HI. Saat peresmiannya saja sudah nampak cacatnya, pun dengan sekarang sudah direvitalisasi tapi nyatanya keluhan semakin menjadi.
Mereka mengeluhkan tentang ketidaknyamanan saat berada di halte tersebut. Saat seharusnya tempat umum itu mengundang kenyamanan justru hanya menampilkan kemewahannya saja tanpa memberikan fungsi yang seharusnya.
Yang dulunya atapnya bolong, kini setelah adanya perbaikan bukannya sembuh justru memperparah. Kamar mandi yang tidak ditemukan para pengguna bis membuat mereka harus menahan keperluan untuk menyambangi ruangan satu itu.