Mohon tunggu...
Nikmat Jujur
Nikmat Jujur Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Hanya Selingan

Anak jalanan tak pernah ngecap Pendidikan.... masih belajar nulis.... sekalipun banyak Cercaan mungkinnya ... tapi aku pingin nulis selalu.... tanpa ragu.... Putera Timur Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Politik

TPF (Tolong Pelajari Fenomena) Politik Megawati, Prabowo, Jokowi, dan Ahok

26 Mei 2016   10:42 Diperbarui: 26 Mei 2016   17:34 1107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Membaca tulisan sahabat kompasianer DANIEL. H. T saya pribadi menjadi tertarik bercampur prihatin melihat nasib bangsa terkait pro-kontra dalam penentuan Bacagub DKI 2017-2022. Ahok memang bukan orang asing di DKI kinerjanya mampu mendongkrak popularitasnya menjadi rebutan banyak partai. Pastinya jika diperhatikan Ahok kalau dulu diusung partai PDIP dan Gerindra, maka jelaslah jika saat ini kedua partai ini menjadi serba salah bahkan mungkin gusar dengan sikap Ahok yang bisa dibilang arogan juga sih, tapi jujur bagi saya Ahok bukan pribadi demikian. Penentuan sikap Ahok dengan maju dengan dukungan Teman Ahok adalah keputusan pribadi yang jika diperhatikan sangat dilematis. Mengapa saya katakan dilematis karena jika diperhatikan Ahok rela meninggalkan baju politik dengan kembali menggunakan baju masyarakat dimana segalanya serba swakarsa juga swakelola alias berdaya dulu untuk tujuan diberdayakan kemudian.

Memang tak dapat dipungkiri Ahok dan Mega terlihat punya kedekatan yang cukup bisa dikatakan bagai ibu dan anak. Ahoklah anak kesayangan Megawati, hal itu sangat bisa diprediksikan karena hemat pikir saya Megawati pastinya sangat bangga pada sosok pilihan dan besutannya yang menurutnya mampu membesarkan nama Partainya.

Ahok bagi saya pribadi bukan Anak nakal tapi Ahok ibarat anak yang ingin mengikuti kata hatinya, tanpa melupakan siapa sih dirinya dahulu di kandung. Kalau bukan dari rahim PDIP yang sejak awal bersama Jokowi diperjuangkan memenangkan pemilu DKI 2012 lalu.

Kronologis sempurna Ahok jelas dibesarkan dua partai besar PDIP dan Gerindra yang awal dipungut Gerindra untuk menjadi anak angkat cerita mitosnya. Tapi jika diperhatikan PDIP (partai Ibu) dan Gerindra (partai Bapak), kecenderungan hakikat partai keibuan di kubu PDIP, mengapa saya katakan itu karena bukannya sangat jelas terlihat dengan begitu mesra hingga kini bercampur suasana kehilangan sejak ditinggal pisah sosok anak kebanggaannya Ahok beberapa waktu lalu saat berkeputusan mengikuti jalur Teman Ahok (independent).

Jika ada yang mengatakan Ahok Malin Kundang saya pribadi mau mengatakan pikirkan dulu kata-kata itu karena Ahok saat mengambil keputusan kemarin, Ahok benar-benar berada dipersimpangan (dilematis) antara hati, tindakan dan keputusan. Dikatakan demikian mengingat jika saja Ahok tak hati-hati dalam memilih hati maka akan ada hati yang tersakiti (moga saja hal itu tidak terjadi dengan lebih mengarahkan pandangan pada kepentingan bangsa yakni Ahok jika masih beres kerjanya maju saja terus Ahok). Jika saja Ahok salah bertindak maka akan ada kekecewaan akibat kesalahan bertindak Ahok. Jika Ahok salah memutuskan maka benar-benar Ahok akan beresiko terputuskan nasib dan karier politiknya sekalipun dirinya adalah terlahir dari dua partai besar PDIP dan Gerindra.

Langkah Ahok mengkin menurut saya adalah tepat tidak mengikuti Ibu juga tidak mengikuti Bapak tapi dirinya memilih mengikuti siapa mereka yang telah memberi hati dengan tulus menerima dirinya di rumah mereka dalam hal ini (Teman Ahok). Sehingga yang jadi pertanyaan kini, “mungkinkah dikemudian hari akan jadi perebutan antara kubu Ibu dan kubu Bapak pada Pilpres 2019 nantinya”. Jelasnya harus melalui pengadilan atau pemufakatan dululah untuk mendapatkan hak pengasuhan atas Ahok sih…..hehehehehe….sorry hanya ilustrasi bukan sungguhan, tapi kalau itu pun benaran mau dikata apa namanya juga politik. Dalamnya laut bisa diukur dalamnya politik hanya bisa diprediksikan tapi bukan suatu kepastian.

Di mata saya pribadi perebutan seru entah kapan nantinya tapi yang pasti jika Ahok terus berjalan dalam panji kebenaran, ketulusan dan kejujuran bukan tidak mungkin hal tersebut tidak bakalan terjadi pada Pemilu 2019 DKI mendatang. Cuman bagi saya hal yang demikian kapan dimulai dan kapan akan terjadi adalah misteri belum terkuak, jelasnya yang demikian saya nyatakan sebagai bentuk “perang kepentingan antar partai sekaligus perang memperjuangkan Rezim”. Lebih jelasnya saya pikir dicernai sendiri apa arah penyampaian saya. Bagi saya sejarah telah berbicara banyak dan semakin luasnya akses informasi dan teknologi adalah sarana penting lahirnya konsep transparansi sebagai kenyataan tak terelakkan saat ini.

Apa yang kiranya harus disikapi oleh seluruh warga saat ini? Saya pribadi pernah membuat tulisan beberapa waktu lalu “Beda Dipimpin Suharto dan Pemimpin Jokowi”. Ini tulisan memang terbilang buruk tak berarti jug tak bernilai apa-apa mungkinnya. Tapi secara lugas dan rasional bagi pribadi cukup filteristik. Besar keyakinan saya jelas mampu mencerna apa arah saya dalam penyampaian tulisan tersebut sekalipun tidak secara lugas karena bagi saya, “Negara mau dibawa kemana pun sepanjang masih bisa mendapat sesuap nasi sudah bersyukurnya luar biasa”. Saya pribadi tidak mau terlalu ingin berasumsi yang terlalu radikalistik karena saya ingin kita tetap berada dalam wacana kemerdekaan bukan kemerdekaan yang hanya sekedar slogan tanpa pembuktian.

Bagi saya pribadi mendengar lagu Pance Pondag BEGITU INDAH SAYANG adalah sedikit ungkapan ketersingkapan hati saya dalam menjawab pentingnya menyikapi realitas politik di tanah air belakangan ini. Tak salah jika Pance mengatakan “cukup-cukuplah sudah sayang air mata jatuh berdarai, mungkin harus mungkin memang kuberlalu”.

Rakyat kini harus benar-benar mengawal, mengikuti, mengamati membaca, menyikapi, menidaklanjuti segala fenomena yang berkembang belakangan ini dengan langkah sedikit bijak melalui sedikit banyak mempelajari wacana dan arah pertempuran politik belakang ini menjelang periode Pilkada DKI 2019 dan PilPres 2022 mendatang. Dimana jika tidak salah prediksi sudah mulai dimobilisir sejak sekarang dan pataut dicatat Pilkada DKI adalah barometer pemenangan Pilpres 2022 nanti.

Saya pribadi pun terkadang meragukan perjalanan kehidupan berpolitik bangsa ini yang cenderung bukan menerangkan dan mencerahkan tapi justru semakin memburamkan dan mengabutkan suasana kehidupan berbangsa. Sehingga saya sangat prihatin akan nasib bangsa di masa akan datang, ketakutan saya bangsa ini kembali pada kata lagu Black Brothers seperti dalam tulisan saya sebelumnya “Kehidupan Bernegara versi Black Brother’s”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun