Menjadi seorang pemimpin dibutuhkan kemampuan memimpin atau berjiwa kepemimpinan. Yueh-shian Lee mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan mengekspresikan suatu visi, mempengaruhi  orang lain untuk mencapai hasil serta mendorong kerjasama di dalam tim.  Dengan demikian pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memiliki kemampuan mengekspresikan visinya, mempengaruhi atau menggerakkan komponen pelaksana, mendorong kerjasama yang kondusif dalam suatu tim kerja.
Banyak dari kita terkadang menyamakan konsep pemimpin dan pimpinan atas dasar perannya, tetapi bukan berarti keduanya tidak memiliki perbedaan. Antara pemimpin dan pimpinan jelas punya perbedaan, dari kulit luar dapat dikatakan sama, lebih jauh kita memperhatikan daging dapat dikatakan mirip, tetapi bagaimana aliran darah keduanya di sinilah letak perbedaan keduanya.
Analogi keduanya satu berdarah biru dan satunya lagi berdarah merah, dimana pemimpin cenderung berdarah biru sedangkan pimpinan berdarah merah. Mengandung makna berdarah merah karena mengarah pada tatanan emosional (EQ) sedangkan berdarah biru cenderung berada pada tatanan spritual (SQ). Dengan demikian beda konteks keduanya pada ranah kebijakan dan implementasi. Dimana pemimpin cenderung berpijak kebijakan sedangkan pimpinan cenderung implemensi.
Menurut Robin Perbedaan mendasar antara pemimpin dan pimpinan terletak pada komitmen dan visi, kalau pimpinan  berada pada konteks bagaimana membuat keputusan dan bagaimana menjalankan komunikasi sedangkan pemimpin pada konteks keputusan apa yang dibuat dan apa yang dikomunikasikan (Lee). Pemimpin cenderung terkait mengembangkan strategi sedangkan pimpinan cenderung mengembangkan operasional
Beberapa ciri penting pembeda keduanya 1) Pimpinan mengelola; pemimpin berinovasi. 2) Pimpinan adalah salinan; pemimpin adalah asli. 3) Pimpinan mempertahankan; Pemimpin berkembang; 4) Pimpinan berfokus pada sistem dan struktur; pemimpin berfokus pada orang; 5) Pimpinan bergantung pada kontrol; pemimpin mengilhami kepercayaan; 6) Pimpinan memiliki pandangan jarak pendek; pemimpin memiliki perspektif jangka panjang. 7) Pimpinan bertanya bagaimana dan kapan; pemimpin bertanya apa dan mengapa; 8) Pimpinan memiliki mata mereka pada garis bawah; pemimpin memiliki mata mereka di cakrawala; 9) Pimpinan meniru; Pemimpin berasal; 10) Pimpinan menerima status quo; pemimpin menantang itu. 11) Pimpinan adalah prajurit klasik yang baik; pemimpin adalah dirinya sendiri; 12) pimpinan melakukan sesuatu dengan benar; pemimpin melakukan hal yang benar (Warren Bennis).
Dalam keseharian lingkup penugasan jika diperhatikan secara baik adalah sangat jelas perbedaan konsep keduanya. Pemimpin cenderung berpijak pada lingkup birokrasi sedangkan pimpinan berpijak pada militeristik. Perbedaan keduanya cukup menyolok ketika kalangan birokrat mengedepankan aspek kendali kebijakan sedangkan kalangan militer mengedepankan kendali kekuasaan. Singkat kata seorang pemimpin berpikir bagaimana membijaki sedangkan pimpinan cenderung bagaimana menguasai.
Sepintas bila kita ingin mendapat pencerahan lebih terkait konsep dan konteks keduanya. Kita perhatikan sekilas proses memimpin Negara sebagai seorang presiden. Kita dapat saja  menyamakan Jokowi dan Suharto karena keduanya berpakaian kebesaran atau jabatan sebagai presiden (dari kulit). Keduanya bisa jadi punya sedikit kemiripan dalam gaya kepemimpinan tapi sedikit dibedakan dalam hal pelaksanaan atau memekanisasi pencapaian target atau tujuan Negara (Daging yang mirip). Darah yang mengalir antara keduanya pun dapat kita lihat lebih menonjol, dalam hal ini watak dan kepribadian adalah faktor pembeda prinsipil keduanya. Ketika Suharto bertindak mengedepankan aspek kekuasaan (pimpinan) sedangkan Jokowi terkesan lebih mengedepankan kebijakan (pemimpin). Â
Suharto dan Jokowi keduanya adalah sama dalam kapasitas yakni sebagai presiden atau kepala Negara. Suharto dimasa lalu langkah pengokohan posisi sebagai kepala Negara mengandalkan kekuasaan dalam jabatan dengan mengedepankan kekuatan militeristik untuk mejaminan stabilitas nasional sekaligus mengamankan pelaksanaan kebijakan. Jokowi sedikit berbeda, mengupayakan pentingnya implementasi dinamis melalui kekuatan birokrat guna menjamin stabilitas kebijakan dan kekuatan militer stabilitas keamanan untuk tujuan mengamankan posisi kekuasaannya sebagai kepala negara.
Mengevalusi pola kepemimpinan keduanya antara Suharto dan Jokowi maka jelas kita akan memiliki kesimpulan tersendiri untuk posisi kedua ada pada kapasitas pemimpin ataukah pimpinan. Suharto dimasa lalu yang cenderung sentralistik, berpijak pada kekuasan ansi membuat kebijakan seakan ruang gelap sulit terjamah oleh publik atau cuman pada lingkungan kepentingan, harus kita anggap sebagai kepala Negara berposisi pimpinan. Jokowi dengan gaya kepemimpinan cenderung aspiratif/desentralistik berpijak kebijakan aspiratif publik berhasil menciptakan transparansi bernuansa demokratis dengan menggandeng militeristik sebagai tulang punggung pengawal stabilitas nasional.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H