Menyimak berbagai kasus yang menimpa para TKW kita, maka mungkin boleh dikatakan hai kalangan pemerintah jangan ongkang-ongkang kaki dan terus tepuk dada dengan dalih yang telah basi devisa kita terus meningkat. Meningkat kemana dan diberdayakan seperti apa devisa tersebut adakah perubahan yang mengarah pada perubahan struktur perekonomian atau tidak, hal inilah yang patut dipertanyakan dan bukan sekedar basa-basi lantas pihak pemerintah sendiri tak sanggup membijaki semua itu menuju arah yang lebih produktif berdampak perubahan struktur perekonomian seiring penyerapan sektor tenaga kerja yang berimbas pada pengurangan niat warga untuk mengaiz rezeki ke negara lain yang dianggap menjanjikan perubahan ekonomi keluarganya. Karena pada dasarnya para TKW kita hingga kini boleh kata hanya korban tekanan kepahitan hidup yang mendesak mereka harus meninggal keluarga, baik orang tua, suami atau anak hanya dengan alasan pingin cepat memperoleh peningkatan kualitas ekonomi keluarga dalam waktu yang relatif singkat yakni hanya sekitar 3 tahun sudah bisa mendapat ratusan Juta guna menjadi modal kelak.
Pemerintah mengatakan TKLN merupakan pahlawan Devisa benar juga sih kata itu dilansir pemerintah, karena setidaknya 8 persen dari APBN kita adalah dari sektor jasa transaksional hasil kuras dan pengorbanan tenaga dan perasaan para TKI kita, akibat ketidakmampuan pemerintah menghadirkan jaminan kehidupan yang layak bagi masyarakatnya. Oleh karenanya maka mungkin tak salahlah jika ada segelintir orang mengatakan hal tersebut tidak benar, jika dikatakan para TKI adalah pahlawan devisa yang tepat menurut mereka mungkinnya “TKI adalah tumbal devisa” (lihat di sini). Lantas apakah benar jika Erwiana dan rekan-rekannya baik korban tak kehilangan nyawa maupun kehilangan nyawa hingga kini masih tepat dikatakan “pahlawan devisa”.
Memang benar-benar pemerintah negara kita telah berhasil menunjukkan kelemahan mereka dalam banyak aspek kehidupan bernegara. Apa lagi kalau sampai yang direkrut menjadi TKLN (Tenaga Kerja Luar Negeri) itu lebih banyak TKW yang jobnya adalah PRT (Pembantu Rumah Tangga) ketimbang TKL (Tenaga Kerja Laki-laki) yang jika boleh hal itu tak berlangsung lagi karena memalukan benar. Malu memang bangsa kita ini jika melihat yang dikirim bukan banyak lelaki justru yang dikirim banyak wanita yang ke luar negeri hanya berperan sebagai pembantu dan budak boleh kata, maaf kalau saya menggunakan kata bukan sekalipun mungkinnya kurang etis rasanya. Oleh karenanya pemerintah mulai detik setelah kejadian Erwiana, malulah dong sedikit kenapa wanita yang disuruh kerja lantas laki-lakinya kemana sih, apa mereka tak mampu bekerja ke luar negeri sehingga wanita bangsa ini yang dijual kata kasarnya. Sekali lagi secara tegas boleh kata saran bagi pemerintahan saat ini tolong hentikan pengiriman TKW ke luar negeri, bukan batasi tapi resmi hentikan secara total jangan pernah dilanjutkan memalukan benar. Dimana sih wajah bangsa ini apakah wajah bangsa ini secacat wajah Erwiana.Lebih lanjut upayakan perluasan kesempatan kerja bagi para wanita bangsa ini.
Goresan Putera Timur Nusantara, 15 Januari 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H