Masih ingat nggak? Ketika baru pertama dengar bahwasanya mulai besok kita libur seolah untuk memutus penyebaran virus corona. Saya masih ingat wajah-wajah anak-anak sekolah, santri, dan mahasiswa bersuka ria, bersorak gembira, tertawa-tawa untuk menyambut kabar gembira. Ya mungkin sesuatu yang wajar, setiap telinga mendengar kata "libur" hati langsung berdetak kencang, kemudian menggerakan seluruh anggota badan untuk mengekspresikannya. Dan kabar itu semakin menyenangkan, tatkala mendengar "liburan diperpanjang, diperpanjang, diperpanjang, diperpanjang dst.". Dan bernarlah perkataan Tuhan yang diabadikan dalam kitab sucinya, kalu sesuatu yang kita anggab baik belum tentu itu baik dan sesuatu yang kita angga buruk itu beum tentu buruk. Dan kini masuk sekolah hanyalah sebuah wacana saja. Sesuatu yang hanya menjadi sebuah penantian yang tak kunjung dating. Sesuatu yang hanya menjadi dambaan. Dan benarlah sudah lebih dari setaun kita libur di rumah. Egh... maksudnya sekolah di rumah yang katanya daring atau pembelajaran jarak jauh. Alhasil, yang sehat jadi sakit, yang normal jadi miring, yang nggak punya hp jadi beli hp, yang nggak punya uang beli hp jadi utang, yang nggak bias bayar utang jadi jual sawah, yang jual sawah jadi bingung mau kerja apa. Terus buat makan gimana? Ya jelas nunggu bansos. Di tunggu-tunggu malah dikorupsi. Pas mbagiin nggak tepat sasaran pulaDuh aduh jadi pusing inih kepala. . Makanya, jangan terlalu ngarep sama manusia. Dan ketika, anak-anak sudah beli hp, bukan jadi pinter sekolah , malah pinternya main game. Pas kuota habis minta uang dengan maksa  pula. Sakitnya tuh di sini.
Ya seperti itulah keadaan saat ini, seakan-akan pendidikan lumpuh. Dari masalah kurikulum dan lain-lan. Dan sekarang ditambah lagi dengan masalah corona. Lengkap sudah masalah kita. Sudah berapa anak yang harusnya sudah bisa membaca malah bisanya nangis-nangis nggak di beliin kuota?. Mau sampai kapan kita mau begini?. Sekolah tutup, masjid tutup, Mall gede buka. Spp masih tetap bayar juga.
Dan ternyata, sikap terbaik ketika mendapatkan kenikmatan adalah bersyukur dan sikap terbaik dalam menghadi ujian adalah bersabar seperti yang sednag kita alami saat ini. Dan jangan lupa kita juga harus mencari solusi permasalahan bukan malah mengeluh terus-terusan.
Permasalahan saat ini adalah ketika waktu masuk sekolah belum pasti, dan belajar dengan system daring tidak maksimal. Dan apakah pembelajaran tatap muka memang benar-benar tidak bisa dilakukan? Ataukah adakah suatu usaha pemutusan generasi beargama dan berintelek di balik ini semua?. Okeh jawabannya bisa di pikirin sendiri
Okeh saya tawarkan solusi untuk kita semua. Dari sekian banyak lembaga pendidikan yang ditutup ternyata ternyata bebrapa pesantren masih membuka pintu gerbang buat mereka yang mau belajar di dalamnya. Sebagaimana dilansir di detiknews, mantan menag Fachrul Razi dalam konferensi pers di akun Youtube Kemdikbud bahwasannya pesantren dari awal terjadinya penyebaran covid masih ada yang buka seperti biasa, ada yang memulangkan sebagian santrinya, kemudian mendatangkan kembali. Ada yang memulangkan semua santrinya, kemudian mendatangkan semua santrinya secara bertahap. Dan ada juga yang melakukan system pembaljaran daring.
Hal ini mudah dilakukan karena memang ketika santri dan para ustadznya sudah masuk, maka mereka tidak kemana-mana. Sehinga sangat mudah untuk mencegah penyebarannya. Hal ini bisa di buktikan dengan presentase santri yang terpapar covid sangat sedikit. Dengan system pendidikan pesantren yang kehidupannya terisolasi menjadikan sesuatu yang tepat di terapkan pada saat pandemi. Keadaan mereka terputus dengan dunia luar. Tak  ada hp, televisi, laptop dan fasilitas yang menjadikan mereka larut dalam permainannya. Begitupun juga, tak ada pacaran, zina atau perbuatan buruk lainnya. Tak hanya itu, ternyata pendidikan pesantren memiliki banyak keunggulan. Misalnya, hubungan antara guru dan murid seperti bapak dan anaknya. Memang benar , karena peran guru di pesantren mengawasi mereka 24 jam. Dari bangun tidur sampai tidur lagi. Dari urusan mandi, makan, sholat dan masih banyak hal yang tidak bisa saya sebutkan. Sampai-sampai uang jajan  yang memegang para guru, dari mengatur  jatah jajan, pengarahan supaya tidak boros, pembatasan dan lain sebagainnya. Ketika saya melhat ini semua, baru saya tahu makna guru pahlawan tanpa tanda jasa. Bukan berlebihan, tetapi memang itu yang terjadi. Semoga Allah memberikan jasa yang terbaik buat mereka.
Dan yang terpenting adalah pendidikan agama islam yang berlangsung di dalamnya. Memang benar, pendidikan yang diajarkan tidak, hanya sekedar pendidikan intelektual, tetapi juga pendidikan, etika, dan moral yang tak kalah jauh lebih penting. Karena dengan pendidikan etika dan moral yang baik, maka akan tercipta lingkungan yang baik, dengan lingkungan yang baik maka terciptalah karakter yang baik pula. Dengan karakter yang baik, maka agama dan bangsa ini bisa tegak. Kemudian  terciptalah para generasi yang mau memikirkan agama , nusa dan bangsa, mau memikirkan kepentingan umum, tidak hanya memikirkan hawa nafsu semata yang tak ada ujung kepuasannya.
Maka patut kita apresiasi segala bentuk perjuangan para guru dan ulama untuk menegakkan agama dan membangun bangsa ini dengan memasukkan anak, adik, dan saudara-saudara kita ke sana. Untuk mengenyam pendidikan yang lebih baik.Â
Semoga untuk kedepannya system pendidikan di negeri ini menjadi semakin baik, dengan penerapan seluruh ajaran agama islam yang dipelajari dan diterapkan di segala aspek kehidupan. Allohuma aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H