Serentetan agenda pembelajaran mulai tahun ajaran baru kemarin semua berbasis daring. Mulai dari tingkat kanak-kanak sampai pada jenjang universitas. Berbagai ritual di gerakkan mulai dari jaga jarak, menghindari kerumunan, mengikuti pembelajaran berbasis online, sehingga banyak orangtua mengeluhkan dengan keadaan seperti ini. Dengan menanamkan pendidikan spiritual membangkitkan percaya diri pada siswa. Selain itu juga kecerdasan emosional meningkatkan mental dan moral ditengah arus informasi dan globalisasi yang berkembang. Otak merupakan pusat pengendalian tubuh, apa yang terjadi pada tubuh akan mempengaruhi otak dan begitu sebaliknya.
Berkaca dari hello sehat.com emosi negatif yang terpendam seperti kemarahan atau perasaan bersalah dapat memicu berkembangnya sel kanker. Akar masalahnya bermula dari sejumlah peristiwa yang tidak sesuai harapan dan disikapi secara negatif. Masalahnya bukan pada peristiwanya, tetapi bagaimana kita menyikapi peristiwa tersebut. Di sinilah pentingnya pengelolaan stress, karena kita tidak mungkin terbebas dari permasalahan. Pada saat stress hormon kortisol banyak diproduksi, hormon yang sering disebut hidrokortison ini adalah jenis hormon steroid yang mempengaruhi bagaimana tubuh merespon stress. Dengan begitu dengan menumbuhkan pendidikan spirutualis pada anak akan mengurangi tingkat kesetresan pada anak.
Permasalahan moral menjadi isu penting. Dalam dunia pendidikan, utamanya pendidikan agama dan kepribadian mulia, pokok permasalahan ini selalu menjadi pembahan utama. Banyak perilaku menyimpang pejabat, utamanya dalam masalah korupsi masih menjadi isu penting dalam kehidupan masyarakat kita. Hal ini diperparah dengan rentetan pemberitaan mengenai penyalahgunaan narkoba oleh para pesohor(artis).Â
Seolah tak ingin berhenti sampai disini, peserta didik (pelajar) juga tak lepas dari sorotan. Mulai dari berbagai kenakalan di sekolah hingga perilaku di lingkungan masyarakat. Dari peristiwa kekekerasan di sekolah terhadap teman sebaya mirisnya lagi marak juga kepada pendidiknya sendiri, sampai perilaku kenakalan di masyarakat yang sudah menjurus ke ranah kriminal. Sekedar sebagai contoh, yang beberapa bulan lalu sempat membuat geger masyarakat Yogyakarta maraknya perilaku klitih yang dilakukan oleh remaja usia sekolah.
Telaah keilmuan mengenai maraknya degradasi moral telah banyak di lakukan oleh para pemikir. Danah Zohar dan lan Marshall misalnya. Jauh-jauh hari, mereka sudah berpendapat bahwa tren industrialisasi yang selama ini diagung-agungkan memiliki efek negatif tidak sedikit. Salah satu di antaranya adalah alienasi atau terasingnya manusia dari dirinya sendiri. Hal ini bisa terjadi karena logika industri yang menganggap manusia layaknya robot. Perasaan dan sisi humanisme disingkirkan. Keadaan ini membuat manusia menjadi tertekan. Rasa damai, kasih sayang, dan keadilan menjadi hilang.
Untuk mengembalikan hakikat pendidikan sebagaiamana fungsi sesungguhnya, diperlukan motivasi tertentu. menengok pendapat Neil Postman, dia mengatakan sisi religius seseorang memiliki fungsi sebagai motivator dalam belajar dan proses menentukan tindakan. Alangkah lebih baik jika semua stake holders dalam dunia pendidikan memiliki tuhan untuk disembah. Dari upaya mencari kebenaran tadi, upaya untuk belajar memiliki daya dorong. Bahkan bisa di katakan bahwa kita, utamanya dalam dunia pendidikan, tidak bisa melakukan apa-apa " tuhan-tuhan" yang kita sembah bersama tadi.
Spiritualisme sebagai bagian penting dalam diri manusia seperti diungkap oleh tokoh di atas tadi, sudah berada dalam diri manusia sejak ribuan tahun lalu. Tidak hanya sebatas sebagai motivator dalam belajar, spiritualitas seseorang dalam kehidupan manusia disinyalir mulai terkikis seiring perkembangan pengetahuan yang mengandalkan pemaknaan rasio semata. Padahal, sisi utuh manusia tidak hanya berbicara mengenai rasio(mind) semata, namun juga menyertakan jiwa(spirit)dalam kehidupannya.
Pola parenting dan pola asuh orangtua pribadi sangat berperan dalam membentuk kepribadian anak dalam tolak ukur melek sosial(adab, akhlak, perilaku). Orangtua bukan hanya mengajari, tetapi juga memberi contoh dan menyediakan ruang bagi anak untuk bercerita, bercengkrama, melakukan kegiatan bersama,(membaca atau mendongeng)bahkan sampai mengajarinya tanggung jawab. Peneliti(studi)bisa berimbas pada perilaku anak letika berada di sekolah.
Pendidikan spiritualism refleksi hasil Pendidikan Indonesia Kurikulum pendidikan di Indonesia telah banyak melahirkan para pemimpin bangsa dan tidak sedikit yang telah menyumbangkan buah pikirannya demi kemajuan dan kebaikan sepanjang perjalanan bangsa ini. Namun demikian sungguh sangat disayangkan juga banyak ilmu yang diterima melalui proses pendidikan disalurkan untuk kegiatan yang justru memberikan kerugian dan keterbelakangan bagi perkembangan bangsa dan negara. Fanatisme menimbulkan hati buta
Sebagai Generasi muda harus mampu menghadapi persaingan 4.0 dengan peningkatan SDM yang mampu berkompetitif, lebih produktif, inovativ, kompetitif selain itu juga di barengi dengan shoft skill yang mumpuni serta memiliki mentalitas yang kuat. Bukan menjadi generasi yang sambatisme. Peran orang tua baik sekolah-sekolah maupun lembaga sosial lain sangat menentukan terbentuknya sebuah karakter anak untuk menumbuhkan pendidikan spiritualism di lingkungan anak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H