Mohon tunggu...
Nikmah Mentari
Nikmah Mentari Mohon Tunggu... Dosen - Pendidik dan Konsultan

Penulis, Pendidik, Konsultan Hukum

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Level Keberdayaan Konsumen "Mampu": Menunggu Pengesahan RUU Perlindungan Konsumen

24 Januari 2024   10:14 Diperbarui: 24 Januari 2024   10:23 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perolehan Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK) Nasional Tahun 2023 berdasarkan siaran Pers Kemendag mencapai 57,04 pada taraf "Mampu". Dimana posisi konsumen telah mampu menggunakan hak dan kewajibannya, termasuk hak untuk di dengar (right to be heard) sesuai dengan Pasal 4 huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hal ini tercermin pula pada beberapa laporan aduan yang diterima lembaga negara, yakni Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menerima 7.707 laporan pengaduan konsumen. Pengaduan tersebut berada pada 9 sektor, yakni sektor obat dan makanan, elektonik/kendaraan bermotor, jasa keuangan, jasa pariwisata, perumahan, listrik/gas, jasa telekomunikasi, jasa kesehatan, dan jasa transportasi. Selain itu, terdapat dua instrumen pendukung, yaitu jasa logistik dan niaga-el. Sementara BPKN menerima 918 pengaduan sejak Januari-22 Desember 2023. lebih lanjut, Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK) menerima 2501 Pengaduan sepanjang periode tahun 2023.

Meningkatnya jumlah laporan menunjukkan kapabilitas dan keberanian konsumen dalam memperjuangkan haknya. Disatu sisi, jumlah aduan tersebut juga menunjukkan jika pengawasan  terhadap produk barang/jasa masih belum optimal bagi konsumen. Kurangnya pengawasan serta penegakan hukum terhadap produk barang/jasa akan berimplikasi pada lemahnya perlindungan konsumen. Terlebih saat ini di era digital, transaksi jual-beli telah mengalami pergeseran. Menurut laporan Pertemuan Tahunan BI 2023 total nilai transaksi e-commerce pada tahun 2023 sebanyak Rp 474 triliun.  Sementara, kebanyakan pelanggaran produk yang dilakukan oleh pelaku usaha terhadap konsumen yakni dalam transaksi elektronik. 

Perlunya reformasi UU Perlindungan Konsumen agar pengaturan konsumen tidak bersifat sektoral. Hal ini mengingat, permasalahan konsumen ke depan akan semakin kompleks, terlebih apabila terdapat penyalahgunaan data milik konsumen yang sebagian besar segala transaksi elektronik mengumpulkan informasi pribadi termasuk KTP. Meski berkenaan dengan data pribadi telah diakomodir secara khusus pada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, namun seyogianya dalam UU Perlindungan Konsumentidak overlapping dengan aturan lainnya. Selain itu, meningkatkan transaksi e commerce juga rentan berkaitan dengan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen serta, pihak ketiga, misalnya kurir/jasa ekspedisi. Perlu digaris bawahi bahwa, kebutuhan perlindungan konsumen juga tak lain menjaga stabilitas minat daya beli masyarakat serta menggerakkan roda perekonomian . Oleh karena itu, perlunya UU Perlindungan Konsumen yang baru sangatlah mendesak. Jika melihat rekam jejak keberadaan RUU Perlindungan Konsumen, pada 2 februari 2015 telah masuk ke dalam prolegnas atas usul pemerintah berupa Perubahan UU 8/1999. Pada tahun 2022, pemerintah mengusulkan 4 RUU dalam prolegnas prioritas yang masih dalam daftar tunggu (waiting list), salah satunya RUU Perlindungan Konsumen.  Semoga, pasca pemilu 2024, diharapkan para wakil rakyat terpilih, untuk segera menindaklanjuti RUU tersebut menjadi Undang-Undang. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun