Nenek 70 Tahun PenjualKacang Keliling
Siang itu sekitar pukul 11.00 WIB suasana alun-alun kota Jogjakarta terlihat panas. Terik matahari yang memancar ke tubuhku terasa seperti terbakar. Pas pada waktu itu, ada acara yang akan di gelar di alun-alun yaitu acara kontes dangdut academy. Sehingga para kru Indosiar sibuk mempersiapkan pentas. Ditambah terik matahari yang menembus kulit dan debu yang berlarian kesana-kemari.
Tapi pandangan saya langsung tertuju kepada sosok wanita tua yang membawa dagangannya di dalam sebuah keranjang. Saya langsung mendekati nenek itu. Saya iseng-iseng membeli dagangan nenek itu sambil bertanya-tanya. Dari itu saya dapat informasi bahwa beliau bernama Minarso. Dia berumur 70 tahun.
Tubuhnya yang sudah tua rentak tidak membuatnya putus semangat untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Walaupun panas matahari menyengat, tidak menjadi halangan baginya untuk mengais rezeki. Nenek minarso adalah penjual kacang keliling. Selain kacang beliau juga berjualan talok, ganyam godok yang merupakan hasi kebun sendiri.
Dagangannya di taruh ke dalamkeranjang kemudian di ikat dengan selendang ke bahunya dia menjajakan dagangannya dengan berjalan kaki dari alun-alun sampai malioboro.
Saya ikut berjualan keliling sambil bertanya-tanya
“Sejak kapan nenek jualan ini?
“Saya sudah lama jualan kacang,talok,ganyam godok ini,ndak tahu mulai tahun berapa, saya sudah lupa”.
“Pendapatannya tiap hari berapa nek?
“Sedikit, di bawah seratus ribu, tapi cukup”
Tidak tahu pasti berapa keuntungan hasil berjualan seharian. Pokoknya jumlah uang itu di belanjakan keesokan harinya, Nek Minarso cukup menyisihkan uang yang didapatkannya untuk membeli keperluan sehari-hari. Nenek ini tetap bersyukur dengan apa yang telah di dapatkannya.
Ketika saya sedang menjajakan dagangan nek Minarso di tempat lain. Ternyata beliau mau masuk ke area acara Indosiar itu untuk berjualan. Tapi tiba-tiba nenek minarso di usir. Kesedihan terlihat di wajah beliau, saya pun menghampiri nenek itu dan mengajak berjualan di tempat lain. Beliau pun mulai mengucapkanKacang.... bu.. kacang...
Hampir semua deretan yang berjualan di alun-alun mengenal nek minarso Karena keramahannya. Itu terlihat ketika saya ikut berjualan banyak ibu-ibu dan bapak-bapak yang menanyai kabar bik minarso. Tidak sedikit dari mereka membeli dagangan bik minarso karena kasihan. Tapi tidak sedikit pula orangmenawar dagangannya, padahal harganya cuma dua ribu rupiah.
Nek Minarso mengatakan sebelum jam 07.00 dirinya sudah berkemas menuju alun-alun. Beliau tinggal di Bantul sehingga beliau harus menaiki tranportasi umum( Trans jogja) untuk sampai ke alun-alun. Padahal kita yang muda ini kadang tidak sanggup naik trans karena berdesakan di tambah lagi sering ngerem tiba-tiba. Tapi itulah kelebihan nenek ini yang mempunyai hati sekuat baja dalam menjalani hidupnya.
Sosok nenek Minarso ini benar-benar sosok ibu yang kuat, tegar dan sabar menghadapi kerasnya himpitan ekonomi.walaupun usianya yang tidak muda lagi, tak membuatnya patah semangat untuk tetap bekerja. Beliau mengaku mempunyai empat anak yang sudah berumah tangga. Tapi beliau tidak mau menyusahkan anak-anak nya sehingga ia tetap berjualan keliling.
Nenek Minarso ini mungkin hanya potret kecil wanita-wanita miskin di bantul. Bahkan sebagian dari mereka harus bekerja ke luar negeri hanya mencari sesuap nasi.
Begitulah kisah hidup beliau. Banyak pelajaran yang dapat kita ambil dari kisah hidupnya. Semoga beliau diberi kesehatan dan di lancarkan rezekinya. Aamiin.......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H