Mohon tunggu...
Nikita PutriTania
Nikita PutriTania Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hidup untuk menikmati makanan dan uang

Just Allah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jaran Kepang, Kearifan Lokal Menghibur Warga Alurtani Dua

31 Maret 2021   23:20 Diperbarui: 31 Maret 2021   23:42 3715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jaran kepang atau jarkep merupakan pagelaran acara yang menarik sehingga penampilan acara tersebut sangat mendapat antusias dari warga sekitar bahkan warga desa tetangga yang mengetahui adanya jaran kepang ini juga ikut berbondong menyaksikan pagelaran budaya ini.

Pada mulanya jaran kepang ini bukanlah sebuah seni pertunjukan , karena memang zaman dulu belum dikenal istilah kesenian . jaran kepang ini merupakan bagian dari ritual menolak bala , mengatasi berbagai musibah serta meminta dan mengharapkan kesuburan dan keberhasilan panenan dan juga supaya masyarakat tentram aman dan damai , sehingga seiring dengan perjalanan waktu, berkembang menjadi mitos yang diyakini oleh masyarakat yang kemudian berkembang menjadi berbagai simbol yang di gunakan dalam kegiatan ritual .

Memang, sejauh ini belum di temukan data tertulis atau prasasti yang membahas tentang jaran kepang .Ada dugaan kata " kepang " berasal dari kepung menurut sejarawan M.Di Cahyono, dalam bahasa ajawa kuno di kenal kata kepang yang bersinonim arti dengan kepung yang menunjukan pada :mengepung (Zoetmuder, 1995 : 491 ) . dalam arti tarian yang di gerakan ini erupakan gerakan pengepungan yang di lakukan oeh sekelompok orang prajurit berkuda , yang mereka kepung adalah celengan atau babi hutan dan barongan atau ular besar .

Kesurupan atau trance adalah hal yang sering dan terjadi selama pagelaran berlangsung ,formasi tarian ini biasa digarap 6-8 orang dengan 4 laki laki dan 4 perempuan menari berpasangan tak lupa menggunakan riasan wajah yang khas hitam an putih dan sekendang merah yang yang di ikatkan  di pinggang wanitaa sebagai ciri khas dalam jaran kepang , atraksi pijakan pecahan kaca, mengupas keulit kelapa dengan gigi, lecutan pecut atau cemeti yang meledak bruaakkk . masing-masing pemain akan menjadi semakin liar dan gila dalam memainkan pagelaran  ditambah lagi bau menyan ,gendang gedung musik yang menambah kesan magis  yang menyeruak di sekitar nya .

Namun, semakin berkembang nya zaman yang luasnya peningkatan teknologi yang semakin caanggih sangat berdampak pada meluasnya globalisasi , hal ini yang menyebabkan kearifan lokal yang sangat melekat dalam kehidupan masyarakat yang tumbuh dan berkembang dengan kesenian dan kebudayaannya yang berada selalu berupaya mengembangkan kesenian dan kebudayaan dan  kini semakin pudar , bahkan nyaris punah tak jarang sulit untuk di temui . Negara kita yang memilki beragam macam tradisi dan adat istiadat yang kita pelihara nampak nya nyata tergerus dengan perkembangan zaman .

Disaat ekonomi melemah sebab ada nya wabah COVID-19 yang mempengaruhi turun nya pendapatan masyaakat ,dan besarnya keinginan menghadirkan hiburan yang bisa menjadikan identitas kesukuan yang ada,jarkep di pilih sebab biaya yang tidak terlalu mahal untuk nanggep jarkep ( menyaksikannya).namun angan hanya angan , jarkep kini hilang dan bertahan dengan keterbatasan nya karena kurang nya minat penonton bagi pemuda zaman sekarang yang lebih memilh gadget ketimbang menyaksikan tradisi luhur yang terbilang jarang di temui untuk saat ini .

Belum lagi biasanya jaran kepang hanya ada ketika adanya acara acara besarseperti perkawinan dan selamatan lainnya yang menghadirkan jaran kepang ini, namun ada nya wabah ini membuat jaran kepang dan para pemainnya menon-aktifkan sebab penerapan protokol kesehatan yang di tetapkan oleh pemerintah membuat mereka tidak dapat berkutik untuk teteap kekeh melakukan menampilkan tarian khas jaran kepang mereka .

Dulu sebenarnya tidak ada jaran kepang ini  di desa alurtani kecamatan tamiang hulu kabupaten aceh tamiang . ini tarian yang kalau dijawa menggambarkan gagah nya seeseorang . namun disini hanya dengan beerhias blankon sebagai penyempurna  dan hanya berpakaian biasa yang menunjukan identitasnya sebegai orang jawa.dan tarian dengan struktur gerak tarian jawa sudah biasa . "Ning nang ning nggung" menjadi lirik khas yang membuat pendengar dan penonton bisa ikut bergoyang menikmati tarian jaran kepang ini . memang berbeda denan yang ada di jawa yang lekat di campur dengan campur sari untuk memperpanjang durasi .

Di desa alurtani , pemilik jaran kepan pak  sukir  atau sering di sebut jarkep ini yang punya hubungan yang di jawa karena rindu suasana jawa kemudian di buatnya di desa alur tani makanya bisa ramai , tapi semenjak ada covid jadwal show drastis berkurang sebab penerapan prokes dari pemerintah yang melarang adanya kerumunan membuat kami harus memberhentikan total jaran kepang ini , biasanya dalam sekali pagelaran Rp.1.000.000  sebagai biaya pagelaran dalam sebulan kami bisa main 2 sampai 3 kali , dari siang hari samai malam , namun sekarang dalam sebulan total sama sekali kami tidak menerima tawaran main lagi,Imbuhnya .

Tradisi ini harus dipertahankan sebab kita wong jowo (orang suku jawa) pemilik dari tradisi ini harus menjaga dan melestarikan tradisi dan budaya kita hingga cucu cicit kita tetap dapat menyaksikannya lagi . meski tergerus oleh kecanggihan zaman, pak sukir selaku kepala atau ketua dari pemilik jaran kepang yang ada di desa alurtani mengharapkan pemuda pemudi dapat tetap ikut membantu dalam menyokong kelestarian yang hampir punah ini  .

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun