Halo, Indonesia! Saya adalah anak adopsimu berasal dari negara Filipina, waktu kembali ke negara asal pada tahun 2018, sepertinya semua begitu asing, makanan pun seperti ada yang kurang, makanan tempe tidak ada, bumbu terasi tidak ada, kecap manis tidak ada, sembahyang ke Pura tidak ada. Tidak apa-apa, dimana langit dijunjung, bumi pun dipijak, tetap belajar fleksibel dan mencari keseimbangan di alam baru.
Tulisan saya kerap ini terinspirasi dari paper ilmiah yang bertajuk "Sinar Gamma Berdosis Rendah Terekspos di Mandala" (Low-Dose Gamma Ray Exposure in Mandala), media aplikasi dari bentuk 2-dimensi Mandala Borobudur, hasil laboratorium mempunyai bukti empirik yang layak diluluskan sampai dipublikasikan di jurnal internasional, saya meneruskan banyak penelitian dari tahun 2015 hingga sekarang, hanya belum berniat untuk merangkumkan tulisan dan menyerahkan ke jurnal lagi.Â
Dari komunitasi Islam di sosial media di Indonesia, banyak hal yang menarik perhatian saya, barangkali baru kali ini saya dapat memahami esensi Wahdatul Wujud dengan cara saya, "Tuhan berada pada diri sendiri dan berada di luar diri", saya masih mengingat, ini dikaitkan dengan Ilmu Kejawen, Manunggaling Kawula Gusti. Perlu disampaikan terlebih dahulu tiada keinginan untuk membawa topik yang kontroversial, saya pun sadar pada polemik di saat itu dengan bantahan, "Tuhan tidak pernah beranak". Memangnya, ilmu mistik dan esoteris dari Manunggaling Kawula Gusti dan Wahdatul Wujud adalah ajaran yang sensitif, dan diingatkan agar tidak segamblang mempelajari tanpa berbekal akal sehat, sebabnya, banyak yang menuhankan diri sendiri. Dan apa yang bisa menyeimbangkan bobot dari ilmu mistik ini? Nalar, ilmiah dan fisika. Aktifkan otak bagian kiri, begitu saja teorinya.Â
Ilmu Rasa
Salah satu Ilmu Kejawen lagi yang masih saya ingat adalah "bisa merasa atau merasa bisa" , mendiskriminasikan seseorang yang mengalami rasa dari orang yang membayangkan atau belum mengalami, misalnya jatuh cinta, bisa dirasakan dengan diam, bila kata-kata diekspresikan hanyalah untuk bercerita dan menggambarkan apa yang sedang dirasakan dan dialami. Bahwa pengalaman itu telah eksis dan unik, hanyalah engkau yang mengalami.Â
Ilmu Fisika
Bila rasa mempunyai teori ilmiah, ilmu fisika adalah hal yang tepat untuk menjelaskannya.Â
Fisika ialah ilmu alam yang mempelajari materi beserta gerak dan perilakunya dalam lingkup ruang dan waktu, bersamaan dengan konsep yang berkaitan seperti energi dan gaya, tujuan utama fisika adalah memahami bagaimana alam semesta bekerja.
Bukankah begitu fantastis, cinta sebesar alam semesta (bila itu ada) sering ditulis dalam puisi dan novel untuk membuai kita dalam alunan perasaan yang besar dan Agung? Begitu luas dan mendalam, menelan segala perbedaan demi kesatuan.Â
Immanuel Kant
Filsuf Jerman ini sangat terkenal, buku yang ditulisnya "Kritik Alasan Praktis dan Dasar Metafisika Moral" (Critique of Practical Reason and Groundwork of the Metaphysic of Morals) merupakan pelajaran utama bagi mahasiswa/i di bangku kuliah di Fakultas Filsafat, apa yang menarik adalah kulitnya saja, Kant membedakan antara pengetahuan a priori (yang didasarkan pada alasan) dan pengetahuan posteriori (yang didasarkan pada pengalaman).
Pengetahuan a priori mungkin murni (jika tidak memiliki elemen empiris) atau tidak murni (jika memiliki elemen empiris).
Barangkali Kant mempercayai cinta yang murni ialah yang tidak pernah menjalin hubungan fisik, seperti hubungan Tuhan dan manusia.Â
Patut disayangkan karena sesuatu yang sederhana untuk dipahami, menjadi kompleksitas bila logika jadi andalan tunggal bagi pelajar Filsafat, buku yang ditulis Immanuel Kant hingga sekarang dikatakan sulit dan tidak mudah dicerna, seperti Wahdatul Wujud dan Manunggaling Kawula Gusti.Â
Ilmu KeTuhanan
Bentuk bundar adalah simbol yang memanifestasikan satu keutuhan, pemahaman yang utuh pula, lengkap dan tidak ada yang kurang. Bila masih ada yang kurang, tiada bentuk bundar yang utuh agar menyerupai roda kehidupan yang terus berputar, tiada awal dan tiada akhir, berada di ruang waktu masa lalu, masa kini dan masa depan.
Dari filsafat Wahdatul Wujud ke Ilmu Rasa sampai ke Ilmu Fisika dan berbahasa praksis dari Filsuf Jerman, sudahkah lengkap pelajaran dasar agar tidak menuhankan diri? Bila masih kurang, saya tambahkan lagi, ilmu Bhinneka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangrwa (Unity in Diversity, there is only One God, the Truth), bila mendalami ilmu-ilmu yang disebutkan, anda akan sanggup mewujudkan Kebijaksanaan dengan kesadaran Ilmu Tuhan adalah sumber segala ilmu. Tidak menuhankan diri lagi.
Logika adalah utama, Transenden mengikuti. Bila logika berakhir, Transenden berawal, versi saya dari kesimpulan Immanuel Kant,
"Ide-ide transenden adalah mempunyai keharusan, ber-rasional murni, berkonsep dan sesuatu yang tidak terkondisikan, yaitu berasal dari logika murni".
Â
Kembali ke ajaran "Tuhan tidak pernah beranak", bila kita terdiri dari partikel, atom dan molekul, dan mereka hadir di luar diri kita juga, mikro paling kecil yang disebut adalah pembawa energi (energy-carrier),  jadi saya menyimpulkan, memang "Tuhan tidak pernah beranak" karena kata ilmiah, energi pun tidak pernah beranak.
Begitupun tulisan saya berakhir, meminta maaf bila ada yang kurang berkenan di hati, kata Guru saya di Indonesia, orang-orang Bijak, selalu belajar 3S, yaitu "Santai, Sederhana dan Sukses"! Terimakasih.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H