Hari Raya Nyepi adalah perayaan penting bagi umat Hindu yang dirayakan setiap Tahun Baru Caka. Perayaan ini memiliki makna yang mendalam dan melibatkan serangkaian upacara adat yang mengiringi runtutan acaranya. Adapun sejarah ataupun makna dari hari raya nyepi ini tidak jauh-jauh dari akar makna Nyepi itu sendiri, nyepi berasal dari kata "sepi" yang berarti sunyi atau senyap. Pada hari raya tersebut, umat Hindu maupun seluruh masyarakat yang bertempat tinggal di Bali diminta untuk berdiam diri dan tidak melakukan aktivitas selama 24 jam penuh. Nyepi memiliki tujuan untuk mengelabui para bhuta kala dengan berpura-pura bahwa tidak ada kehidupan, sehingga bhuta kala pembawa bencana dapat pergi.
Selama Hari Raya Nyepi, umat Hindu di Bali diharuskan untuk berdiam diri di rumah dan tidak melakukan aktivitas seperti biasanya. Masyarakat Bali juga tidak diperkenankan menyalakan cahaya dan api selama hari tersebut. Segala macam data seluler akan di non-aktifkan dari pusat agar para masyarakat dapat lebih memaknai dan hikmat dalam pelasanaan catur brata penyepian ini. Adapaun sangkaian upacara adat sebelum dan sesudah perayaan Nyepi juga menjadi bagian penting dari perayaan ini. Beberapa upacara yang dilakukan dalam menyambut Hari Raya Nyepi di Bali antara lain:
- Upacara Melasti: Upacara ini dilakukan sebagai bentuk penyucian diri dan alam. Selama upacara ini, umat Hindu membersihkan diri dan membawa patung-patung dewa ke laut untuk disucikan .
- Pengerupukan: Upacara ini dilakukan pada malam sebelum Hari Raya Nyepi. Masyarakat Bali membuat patung raksasa yang disebut ogoh-ogoh dari bambu, kertas, dan bahan-bahan sederhana lainnya. Patung-patung ini kemudian dibawa keliling desa dan akhirnya dibakar sebagai simbol menetralisir kekuatan jahat .
- Nyepi: Pada Hari Raya Nyepi, umat Hindu di Bali menjalankan Catur Brata Penyepian, yaitu empat aturan yang harus diikuti selama 24 jam. Aturan ini meliputi tidak boleh menggunakan atau menyalakan api, tidak melakukan kegiatan kerja jasmani, tidak berpergian, dan tidak mengobarkan kesenangan atau hiburan. Selama Nyepi, umat Hindu di Bali menggunakan waktu untuk introspeksi diri, meditasi, dan mencari kedamaian dalam keheningan .
- Ngembak Geni: Upacara ini dilakukan pada hari setelah Nyepi. Ngembak Geni merupakan simbol pembukaan lembaran baru dan dilakukan sebagai tanda hati yang bersih.
Adapun larangan-larangan yang tidak boleh dilanggar dalam pelaksanaan nyepi atau sering disebut dengan catur brata penyepian yakni :
- Amati Geni: Larangan ini berarti tidak boleh menyalakan api, lampu, atau benda elektronik selama 24 jam perayaan Nyepi. Tujuannya adalah untuk mengendalikan diri dari segala bentuk kemarahan, iri hati, dan pikiran yang tidak baik .
- Amati Karya: Larangan ini berarti tidak boleh melakukan kegiatan fisik atau bekerja selama perayaan Nyepi. Umat Hindu diharapkan untuk berdiam diri, meditasi, dan merenung selama hari tersebut .
- Amati Lelungan: Larangan ini berarti tidak boleh bepergian selama perayaan Nyepi. Umat Hindu diharapkan untuk tetap berada di rumah dan tidak melakukan perjalanan apa pun. Hal ini bertujuan agar umat Hindu dapat fokus beribadah dan menjaga suasana hening selama Nyepi .
- Amati Lelanguan: Larangan ini berarti tidak boleh bersenang-senang atau melakukan hiburan selama perayaan Nyepi. Umat Hindu diharapkan untuk menghentikan sementara segala bentuk kesenangan duniawi dan fokus pada kegiatan spiritual seperti berdoa dan meditasi.
Diharapkan lewat pelaksanaan hari raya nyepi ini, apalagi dibarengi dengan catur brata penyepian dapat membawa dampak yang baik bukan hanya bagi diri sendiri namun juga bagi lingkungan sekitar. Sebab lewat perayaan inilah kita dapat rehat dari hiruk pikuk kegiatan dan memulihkan lingkungan dari hawa polusi dan bising kota yang berkeanjangan. Adapun manfaat lainnya yakni :
- Penyucian Diri dan Alam: Hari Raya Nyepi membawa makna penyucian diri dan alam. Umat Hindu memohon kepada Tuhan untuk melakukan penyucian terhadap manusia (Bhuana Alit) dan alam serta isinya (Bhuana Agung) . Melalui perayaan ini, umat Hindu berusaha untuk membersihkan diri dari dosa dan memulai lembaran baru dengan jiwa yang suci.
- Kesempatan untuk Merenung dan Berintrospeksi: Selama Hari Raya Nyepi, umat Hindu diharuskan untuk berdiam diri dan tidak melakukan aktivitas seperti biasanya. Hal ini memberikan kesempatan bagi mereka untuk merenung, berintrospeksi, dan mencari kedamaian dalam keheningan. Dalam kesibukan sehari-hari, momen ini menjadi waktu yang berharga untuk menghubungkan diri dengan diri sendiri dan Tuhan.
- Penghematan Energi: Selama perayaan Nyepi, masyarakat Bali tidak menggunakan kendaraan dan menghemat penggunaan listrik hingga 60% dibandingkan hari-hari biasa . Hal ini berdampak positif dalam mengurangi emisi gas karbon dioksida dan membantu menjaga keseimbangan lingkungan.
- Inspirasi untuk World Silent Day: Perayaan Nyepi di Bali telah menginspirasi kampanye World Silent Day yang diperingati setiap 21 Maret. World Silent Day bertujuan untuk mengurangi kegiatan yang merugikan bumi, seperti pemanasan global atau perubahan iklim . Dengan berdiam diri pada Hari Raya Nyepi, umat Hindu di Bali telah memberikan kontribusi dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan.
- Pembersihan Sifat Buruk: Rangkaian upacara sebelum dan sesudah perayaan Nyepi, seperti Melasti dan Tawur Kesanga, memiliki tujuan untuk membersihkan sifat buruk dan jahat manusia . Melalui pembakaran ogoh-ogoh, yang merupakan representasi dari sifat buruk manusia, umat Hindu berharap untuk membersihkan diri dari sifat-sifat negatif dan memulai lembaran baru dengan jiwa yang lebih baik.
Sehingga dapat kita manai bersama bahwa perayaan Hari Raya Nyepi memiliki makna yang mendalam dan memberikan manfaat bagi individu, masyarakat, dan lingkungan sekitarnya. Selain itu, perayaan ini juga menjadi bagian dari warisan budaya yang kaya di Indonesia khusunya di pulau dewata Bali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H