Mohon tunggu...
Niken Satyawati
Niken Satyawati Mohon Tunggu... Jurnalis - Ibu biasa

Ibu 4 anak, tinggal di Solo. Memimpikan SEMUA anak Indonesia mendapat pendidikan layak: bisa sekolah dan kuliah dengan murah. Berharap semua warga Indonesia mendapat penghidupan layak: jaminan sosial dan kesehatan. TANPA KECUALI. Karena begitulah amanat Undang Undang Dasar 1945.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Tante Paku Disambut Gegap Gempita di Solo

24 November 2012   03:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:45 1247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_225543" align="aligncenter" width="431" caption="Kompasianer Terkaporit 2012 beserta para pengawalnya, Dimas Suyatno dan Ahmad Aping Dhafir.."][/caption] Setelah dikukuhkan sebagai Kompasianer Terkaporit dalam acara Kompasianival 2012 di Jakarta, dan sempat berkeliling untuk kopi darat dengan sejumlah makhluk dari jenis spesies Kompasianer erektus di seantero Ibukota Negara, akhirnya Tante Paku kembali ke kampung halaman. Jreng Jreng...... Di kampung halamannya tercinta yaitu Solo kemringet, Tante Paku sudah ditunggu-tunggu oleh segenap Kompasianer. Mereka tak sabar untuk menyambut Tante Paku, dengan tujuan untuk foto bersama sebelum berfoto dengan Kompasianer terkaporit dikenai tarif. Walhasil dari dialog kawan-kawan Kompasianer Solo raya (Komposono) di grup Facebook, disepakati acara penyambutan digelar di sebuah tempat nongkrong yang asyik banget, namanya Wedangan Pendopo. Wedangan Pendopo yang menyajikan menu tradisional dan arsitekturnya bernuansa Jawa kuno ini, terletak di tengah-tengah Kota Solo. Acara digelar Jumat (23/11) sore pukul 16.00 WIB. Mendung sudah menggantung di langit Solo menjelang keberangkatan saya ke lokasi. Habis ngantor rencananya saya memang langsung gabung teman-teman di Wedangan Pendopo.  Sebelum berangkat, saya SMS Kompasianer Johan Wahyudi, Mbak Devi Citra, Bu Kanjeng Sri Sugiastuti dan Nino Histiraludin, untuk mengabarkan bahwa saya meluncur ke lokasi.Sebentar kemudian saya ditelepon Pak Johan. Tapi karena saya sedang berada di ruang perkantoran yang berada di balik gedung-gedung bertingkat, saya tak bisa mendengar apa yang dia biacarakan. Baru saya tahu setelah tiba di lokasi, ternyata Pak Johan tadi mau tanya ancer-ancer lokasi Wedangan Pendopo. Saya sendiri juga mencari dan sempat kebablasan sedikit. Tapi akhirnya serang petugas parkir memberitahu saya tempatnya. Di lokasi, Pak Johan sudah menunggu.Tapi bukan di Wedangan Pendopo, melainkan Warnet yang terletak di sebelahnya. "Wedangan Pendopo belum buka, satu jam lagi," kata Pak Johan. Baru saja memarkir motor, Mas Dimas Suyatno datang. Menyusul beberapa menit kemudian Bu Kanjeng Sri Sugiastuti dibonceng Pak Kanjeng. Lalu Devi Citra, Tante Paku dan Ahmad Dhafir. Kami sudah sempat mengobrol ngalor ngidul, sebelum akhirnya Mbak Dewi Malvana datang. Saya sempat malu, sebab ketika ada seorang laki-laki muda datang, kukira beliau mas Nino Histiraludin. Karena belum pernah ketemu, saya bertanya, "Apakah panjenengan mas Nino?" Beliau menggelang. "Sanes (bukan)." Usut punya usut, ternyata beliau malah pemilik Wedangan Pendopo. Xixixixixixixixixxxx Sebelum berkumpul di sebuah meja antik, kami menyempatkan diri foto bersama di depan Wedangan Pendopo. Sayang saya sendiri lupa nitip ponsel buat motret. Jadinya saya tunggu aja dulu ntar siapa duluan yg mengunggah foto bareng versi lengkap, baru saya pinjem potonya dan edit naskah ini. Okay?

[caption id="attachment_225544" align="aligncenter" width="431" caption="Pak Johan, Devi Citra dan Bu Kanjeng menyimak nasehat Pak Kanjeng."]

13537354571114769908
13537354571114769908
[/caption] Tante Paku Diwejang Pak Kanjeng Yang lucu adalah ekspresi Tante Paku, saat kami mulai ngobrol-ngobrol. Ceritanya, Pak Johan bercerita dengan bangga, bahwa dia sudah berhenti merokok (lagi). Saat itu Tante Paku baru menyalakan rokok. Seolah mendapat amunisi, Pak Kanjeng yang bisa dikatakan generasi sepuh mengambil kesempatan untuk menasihati yang para kompasianer yang  muda-muda, agar berhenti merokok. Dia lalu menceritakan anaknya yang kuliah di Kedokteran,  saat praktikum bedah mayat, mendapati paru-paru seorang perokok menghitam. Diwejang/dinasehati seperti itu, ekspresi Tante Paku terlihat keki. Hahahahahaaaaaaa.... membuat saya jadi geli sendiri. Sebenarnya hal-hal yang diutarakan Pak Kanjeng kita sudah tahu. Tapi kami diem aja. Mau bilang bahwa kami udah tahu, kok rasanya tidak sopan bersikap seperti itu sama orang tua. Akhirnya Tante Paku hanya menanggapi, "Sudah pernah liat di Youtube kok...,"  katanya, sembari tetap merokok. Saya sendiri pulang duluan, sebab ada keperluan. Dan kongkow kongkow penyambutan Kompasianer Terkaporit ini tetap berlanjut, dan berlangsung sampai sekitar pukul 20.00 WIB.  Kabarnya, semua peserta pulang dengan menembus hujan lebat.

[caption id="attachment_225545" align="aligncenter" width="402" caption="Saya dan Mbak Dewi Malvana."]

13537356001544497874
13537356001544497874
[/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun