[caption id="attachment_167607" align="aligncenter" width="590" caption="Saya dan Pak Kiyat."][/caption]
Sejak mobil Kiat Esemka menjadi trending topics di berbagai media massa, "arsitek" di baliknya juga ramai menjadi pembicaraan orang. Dialah Sukiyat. Pria difabel yang penuh inspirasi. Walau penyebutan nama Sukiyat mungkin tidak seriuh Jokowi ketika dihubungkan dengan mobil Kiat Esemka, namun kelahiran Kiat Esemka, tak diragukan lagi, adalah berkat tangan dingin Sukiyat. Sukiyatlah pemilik ide dan desainer Kiat Esemka, dan siswa-siswa SMK yang merakitnya. Kebetulan saya sudah mengenal beliau jauh sebelum heboh mobil Kiat Esemka ini. Sebenarnya bukan karena saya yang "sakti" hingga mengenal sosok penting ini. Tapi memang Pak Sukiyat ini tokoh terkenal di daerah saya. Siapa sih yang tidak mengenal pemilik bengkel cat dengan tarif paling mahal di Solo dan sekitarnya ini? Yang punya mobil, besar kemungkinan mengenal Pak Kiyat atau malah mungkin pernah membawa mobilnya untuk disulap menjadi lebih kinclong di bengkel Kiat Motor miliknya yang ada di pinggir jalan raya Solo-Yogyakarta, tepatnya daerah Ngaran, Klaten. Kendati sebagian orang mungkin berpikir seribu kali untuk membawa mobilnya ke Kiat Motor, sebab memang tarifnya terkenal mahal, hingga dua kali lipat tarif pengecatan mobil di bengkel lain. Kiat Motor memang identik dengan M.A.H.A.L. Sebagai contoh, kalau Anda mendapatkan tarif Rp 10 juta untuk mengecat mobil di tempat lain, di Kiat Motor Anda bisa kena Rp 20 juta. Namun yang memprioritaskan kualitas dibanding harga yang harus dibayar, tidak akan ragu memilih Kiat Motor. Kiat Motor memang menjual kualitas. Pak Kiyat tidak begitu saja dengan mudahnya menjadi pengusaha besar di bidang pengecatan dan body repair mobil. Sebelum membangun bengkel Kiat Motor, pria kelahiran 22 April 1957 ini sempat jatuh bangun bertahan hidup. Pak Kiyat sejak berusia 6 tahun harus menerima nasib sebagai difabel karena terserang polio yang berakibat fatal pada kaki kirinya. Karena itu dia kalau berjalan kemana-mana harus memakai kruk. Namun keterbatasan fisik tak menyurutkan semangatnya. Dia pernah mengadu nasib dengan bekerja menjadi penambal ban. Ingin mengubah garis hidup, dia pun belajar menjahit di pusat rehabilitasi Prof Dr Soeharso, karena kebetulan keluarganya memiliki usaha kain tenun. Selepas kursus menjahit bukannya meneruskan usaha keluarga, Sukiyat malah lebih tertarik mengutak atik motor dan mobil. Keahliannya ini didapatkan secara otodidak. Dia juga menganut falsafah Jawa: niteni, nirokke, nambahi (mengingat, meniru, menambahi). Pada gilirannya, sekitar tahun 1980-an dengan penuh keyakinan dan kepercayaan diri dia memulai bisnis di bidang perbengkelan dengan membuka bengkel reparasi motor jenis Vespa. Kemudian bengkel berkembang dan mulai menggarap mobil, khususnya Toyota Hardtop. Hingga kemudian sebuah perusahaan cat Jepang, Nippon Paint, tertarik pada kesungguhan Sukiyat. Mereka menawari Sukiyat untuk belajar mengenai pengecatan mobil di Negeri Matahari Terbit selama tiga bulan. Menyusul kemudian perusahaan cat Pacific Paint yang mengajak Sukiyat untuk belajar tentang pengecatan di Jerman, juga selama tiga bulan. Saat pulang kembali ke kampung halaman, Sukiyat sudah ahli di bidang pengecatan khususnya mobil. Maka dengan penuh keyakinan dia pun membuka bengkel cat mobil dan body repair Kiat Motor yang terus berkembang hingga sekarang. Sukiyat bukan orang yang egois. Keahlian di bidang utak atik mobil itu ditularkan kepada siswa-siswa SMK yang banyak berdatangan melakukan praktik lapangan ke bengkelnya. Bahkan dengan ikhlas dia menyumbangkan sebuah mobil Toyota Hardtop untuk dibongkar-pasang para siswa. Dari situ, ide membuat mobil Esemka timbul, dan kemudian berhasil diwujudkan. Namun untuk mewujudkan mimpi memproduksi Kiat Esemka secara massal apalagi menjadikannya sebagai mobil nasional, banyak jalan terjal yang harus dilalui. Kendati demikian, saat saya bertemu dengannya kali terakhir belum lama ini, Sukiyat mengatakan, apapun bisa terwujud asalkan orang melakukan dengan penuh kesungguhan dan keyakinan. Ya, Pak Kiyat. Saya pun percaya itu. Man jadda wajada. Siapa bersungguh-sungguh akan menemukan jalannya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H