[caption id="attachment_419512" align="aligncenter" width="567" caption="Presiden dan kompasianer seusai makan siang di Istana Negara, Jakarta, Selasa (19/5/2015)"][/caption]
Makan siang dan diskusi para kompasianer dengan Presiden RI, Selasa (19/5/2015) di Istana Negara Jakarta, harus diakui merupakan agenda yang keren. Wajar saja bila akhirnya ada sejumlah pertanyaan yang terlontar melalui tulisan di Kompasiana ini, terkait sosok-sosok yang diundang makan siang. Mengapa si A, mengapa si B, mengapa bukan si C dan D atau mengapa bukan para pemenang dalam Kompasianival tahun lalu? Saya pribadi meyakini, siapapun yang diundang akan sama. Banyak muncul pertanyaan seperti itu kok.
Well.. 13 orang yang diundang ditambah satu admin, mungkin memang bukan orang paling ngetop sejagat Kompasiana. Mereka juga bukan orang-orang yang pernah memenangkan gelar “the best” dalam Kompasianival, kecuali Stefanus Toni/Tante Paku yang pernah menyandang gelar Kompasianer Terfavorit tahun 2012. Mereka pendukung Jokowi atau malah Jokowi Lover di dunia maya? Sah-sah saja bilang begitu. Yang jelas semua yang diundang tentu bukan orang yang suka memaki-maki, melecehkan Presiden dan keluarganya, atau bahkan membuat berita hoax demi menyebar kebencian terhadap Kepala Negara.
Saya beruntung menjadi salah satu yang diundang. Dugaan saya, karena saya banyak menulis tentang Presiden Jokowi. Itu tidak saya lakukan menjelang Pilpres saja atau akhir-akhir ini saja. Namun jauh-jauh hari sebelumnya, tidak lama setelah saya membuat akun di Kompasiana ini, saya memang sudah menulis tentang hal-hal yang inspiratif di Solo. Solo waktu itu indentik dengan Jokowi, sebab beliau walikotanya.Tulisan saya “Jokowi, Walikota yang Dicintai” dalam waktu singkat mendapat hits yang fantastis. Hingga saat ini klik untuk tulisan itu sudah di atas 20.000. Saya terus menulis tanpa pretensi. Saya banyak merekam realitas dibanding menulis opini. Tulisan saya kebanyakan adalah reportase. Kebanyakan juga seputar kehidupan Presiden dan keluarganya di Solo, karena memang saya tinggal di kota kecil ini dan kenal dengan sejumlah anggota keluarga Presiden.
Saya tidak berharap apa-apa dengan menulis hal-hal baik tentang mereka. Uang? Alhamdulillah kami sudah cukup. Jabatan? Saya justru meninggalkan jabatan yang sudah di tangan untuk bisa mendapatkan kebebasan dan waktu yang lebih banyak untuk keluarga. Popularitas dan penilaian orang? Saya tidak peduli dengan itu. Saya juga tidak punya maksud dan tujuan terselubung saat menulis sejumlah klarifikasi dari tudingan miring bahkan fitnah yang dialamatkan kepada mereka. Apa iya saya harus diam saja ketika Presiden dibilang kafir, PKI bahkan atheis sementara saya pernah sholat berjamaah dengan dia?
Kalau reportase-reportase itu akhirnya membuat saya mendapat cap sebagai Jokowi Lover, itu saya terima dengan senang hati. Saya tidak keberatan dengan julukan itu karena Jokowi orang baik dan visioner di mata saya. Keluarganya juga baik. Saya akan terus mendukung orang baik. Hal itu bagi saya merupakan kewajiban.
Saat dihubungi Sespri yang memberitahukan adanya undangan dari Presiden, saya bersorak. Itu hal yang ajaib bagi saya, sebuah berkah dan bonus yang luar biasa yang saya pun tak berani untuk sekedar berharap. Saya juga diberi daftar nama yang diundang, karena Sespri kesulitan menghubungi mereka. Akhirnya saya melayangkan pesan melalui inbox kepada mereka. Yang aneh adalah karena waktu belum fix, sebab Presiden sering punya agenda dadakan. Waktu yang fix akhirnya diberitahukan sangat mendadak. Sehingga beberapa kompasianer dari luar negeri, dengan pertimbangan itu kemudian dicoret. Akan menjadi masalah kalau mereka harus menunggu sesuatu yang tidak pasti.
Dari 17-an yang akan diundang, akhirnya mengerucut menjadi 13 orang. Selain saya, berikut ini sosok-sosok mereka:
1.Pepih Nugraha
Siapa kompasianer yang tidak kenal dengan Pepih Nugraha? Dia adalah Managing Director Kompas.com. Dialah yang membidani lahirnya Kompasiana. Dia berusia kira-kira 50 tahun, walau penampilan seperti 10 tahun lebih muda. Pria matang yang sudah punya jam terbang tinggi di bidang jurnalistik dan media massa ini menulis banyak buku tentang pedoman wartawan dan juga hal ikhwal jurnalisme warga. Dia juga yang membidani lahirnya dua buah buku tentang Jokowi yang ditulis secara keroyokan oleh puluhan kompasianer, yaitu “Jokowi (BUkan) untuk Presiden” dan “Jokowi, Harapan Baru Indonesia”. Orang asli Sunda ini kini tinggal di Jakarta.
2.Axtea99
Beliau adalah kompasianer berusia 65 tahun. Sudah sepuh, namun semangat menulisnya luar biasa. Pak Axtea tinggal di Jakarta. Dia menerapkan dengan sangat baik slogan sharing & connecting. Selain rajin menulis, kakek beberapa cucu ini juga rajin memberi vote dan komentar di lapak kompasianer lain.
3.Gunawan
Kalau ada pertanyaan siapa kompasianer “paling Jokowi” di jagat raya Kompasiana? Jawabannya adalah Gunawan. Dia terbang dari Medan, tanah tempat dia bermukim sekarang. Gunawan adalah seorang dosen dan juga menggeluti dunia IT. Baginya tiada hari tanpa menulis tentang Jokowi. Usianya saya taksir 40 tahun. Dia menginap dua malam di Hotel Jakarta karena takut terlambat dalam pertemuan dengan Presiden. Heheheee
4.Gatot Swandito
Gatot adalah kompasianer asal Cirebon. Tulisanya lugas, tegas tanpa tedeng aling-aling. Usianya kira-kira kurang dari 40. Mungkin 38 atau 37. Orangnya tinggi dan gagah. Kulitnya agak terlalu coklat. Setidaknya bila dibandingkan sama saya, Alhamdulillah masih ada yang lebih gelap. Daripada dikenal sebagai seorang pro Jokowi, Gatot lebih dikenal sebagai kompasianer anti-PKS.
5.Yodha Haryadi
Kompasianer Yodha Haryadi yang saya kira seorang laki-laki, ternyata adalah perempuan tulen. Dia pejabat penting di sebuah kementerian di Jakarta. Dia perempuan asal solo, yang kemudian tinggal di Jakarta karena alasan dinas. Lulusan dari universitas di Amerika ini menulis tentang Jokowi semasa Pilpres dan setelahnya. Usianya sekitar 45 tahun.
6.Thomson Cyrus
Mas Thomson tinggal di Tambun, Bekasi. Posturnya tinggi tegap dan juga agak tambun. Usianya sepertinya belum genap 40. Dia pemerhati banyak hal, dan sejumlah tulisannya mencerminkan optimisme terhadap pemerintahan Presiden Jokowi.
7.Alan Budiman
Alan adalah sosok paling muda yang diundang dalam jamuan makan siang di Istana Negara. Usianya sekitar 24 tahun. Dia adalah pemuda harapan bangsa yang tinggal di Sumenep, Madura. Semangat dan energinya masih menyala-nyala, sehingga jalan kaki dari Gambir ke Istana pun dilakoninya.
8.Mas Wahyu
Mas Wahyu dan istrinya yang asli Kamboja, sama-sama kompasianer. Tapi hanya Mas Wahyu yang diundang Presiden. Dia adalah pengusaha. Usianya sekitar 45 tahun. Mas Wahyu dan keluarganya berdomisili di Bogor.
9.Ninoy N Karundeng
Kompasianer yang satu ini dikenal dengan tulisan-tulisannya yang asyik gila, menggigit dan memprediksi bahkan mengungkapkan hal-hal yang tak terduga. Banyak isu ditulisnya, dari kisruh Keraton Jogja, pembunuhan siswa dan intrik politik. Posturnya tinggi proporsional dan kulitnya putih. Usianya mungkin 37 tahun. Selain batik Pak Jokowi, batik yang dikenakan Mas Ninoy menjadi favorit saya saat jamuan makan siang di Istana. Ninoy tinggal di Jakarta.
10.Erri Subakti
Kompasianer lawas ini dulu saya kenal sebagai penggiat Fiksiana, bersama Langit Quinn, Arimbi Bimoseno dan sejumlah Kompasianer lainnya. Dia tinggal di Jakarta, tapi saat ini harus sering terbang Jakarta-Papua untuk urusan pekerjaan. Dia sering menulis soal pembangunan di Papua yang saat ini digencarkan pemerintah Presiden Jokowi, dia mana dia sendiri turut terlibat. Usianya sekitar 40 tahun.
11.Stefanus Toni
Stefanus Toni atau dulu dikenal sebagai Tante Paku, adalah warga lawas juga di Kompasiana. Usianya sekitar 48 tahun. Dulu dia dikenal sebagai kompasianer yang suka mengabsen setiap orang. Dia juga rajin memberi komen balik pada setiap komentar di postingan. Dia terpilih sebagai Kompasianer Terfavorit 2012. Sekarang dia sebenarnya jarang menulis di Kompasiana. Namun dia dikenal luas di jagat raya media sosial melalui Fans Page “Catetan Mas Toni a.k.a Tante Paku” di Facebook. Setiap kali dia menulis, komentar dan share-nya luar biasa. Om Toni adalah pengusaha yang tinggal di Solo.
12.Nino Histiraludin
Mas Nino juga berasal dari Solo. Saya, mas Nino dan Om Toni berangkat dan pulang bersama-sama. Mas Nino juga banyak menulis soal Jokowi karena mengalami sendiri kepemimpinan Jokowi. Dia masih rajin menulis sampai saat ini. Mas Nino berusia 40-an tahun juga. Dia adalah seorang penggiat LSM dan juga aktif menulis buku.
13.Erizeli Jely Bandaro
Pak Erizeli perlu saya tambahkan dan saya perkenalkan. Beliau bukan kompasianer, namun “disusupkan” dengan berbagai pertimbangan, dalam pertemuan antara Kompasianer dan Presiden. Pak Erizeli adalah pengusaha yang juga aktif bersosial media. Postingan-postingannya melalui akun Facebook, maupun blog http://culas.blogspot.com dan http://rahmatallah.blogspot.com sangat mencerahkan, menginspirasi dan memberikan optimisme. Usianya sekitar 50 tahun.
Demikianlah sosok-sosok yang diundang dalam makan siang bersama presiden tempo hari. Kalau ada nama yang kelewatan namun hadir di acara itu, seperti Mas Andi, Mbak Marina dan Mas Styo, saya kurang begitu tahu latar belakang mereka. Sebab hanya 13 nama kompasianer yang diberikan kepada saya untuk dihubungi. Memang undangan sangat terbatas karena meja makan hanya menampung maksimal 20 orang. Masih ada harapan bagi kompasianer untuk bertemu Presiden, kelak di Kompasianival 2015, November mendatang. Insya Allah.
Solo, 23 Mei 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H