Mohon tunggu...
Niken Satyawati
Niken Satyawati Mohon Tunggu... Jurnalis - Ibu biasa

Ibu 4 anak, tinggal di Solo. Memimpikan SEMUA anak Indonesia mendapat pendidikan layak: bisa sekolah dan kuliah dengan murah. Berharap semua warga Indonesia mendapat penghidupan layak: jaminan sosial dan kesehatan. TANPA KECUALI. Karena begitulah amanat Undang Undang Dasar 1945.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Serba Salah Sikap Presiden Terkait Eksekusi Mati Penjahat Narkoba

29 April 2015   14:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:33 848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14302917511664679496

Akhirnya, eksekusi terhadap delapan terpidana mati kasus narkoba telah dilaksanakan di Lapangan Tembak Tunggal Panaluan, Pulau Nusakambangan, pada hari Rabu, pukul 00.25 WIB. Kedelapan terpidana mati itu terdiri atas Andrew Chan (warga negara Australia), Myuran Sukumaran (Australia), Raheem Agbaje Salami (Nigeria), Zainal Abidin (Indonesia), Rodrigo Gularte (Brasil), Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa (Nigeria), Martin Anderson alias Belo (Ghana), dan Okwudili Oyatanze (Nigeria). Sementara eksekusi terpidana mati asal Filipina Mary Jane Fiesta Veloso ditunda pelaksanaannya.

Belum hilang dalam ingatan betapa orang membully Presiden Jokowi dengan mengklaimnya sebagai presiden yang lemah, tidak tegas, dan juga mengatakannya tidak punya nyali mengeksekusi terpidana mati yang perbuatannya sudah merusak generasi muda Indonesia. Sebelumnya nyaris tak ada protes walau di Indonesia setiap tahunnya ada daftar orang yang seharusnya dihukum mati. Dan dari era pemerintahan Presiden SBY saja, Jokowi mewarisi tak kurang 60 terpidana mati yang menunggu dieksekusi.

Pemberitaan di media massa juga dipenuhi dengan kisah-kisah tentang sisi lain para terpidana mati. Dari soal pernikahan menjelang eksekusi, surat pacar terpidana dan kisah-kisah lain yang humanis. Ya memang tidak ada orang yang hitam sehitam-hitamnya. Selalu ada sisi yang putih. Tak ada juga manusia yang putih seputih-putihnya, pasti ada sisi yang hitam. Namun tetap saja sisi-sisi humanis gembong Narkoba, tak bisa disandingkan dengan kisah-kisah pilu para pengonsumsi, tentang mereka yang kecanduan dan orang-orang yang sudah menjadi korban Narkoba. Betapa Narkoba telah merusak hidup dan kehidupan para korban dan keluarganya. Sayangnya kisah yang model terakhir ini seakan dinafikan oleh para pembuat berita. Mereka lebih tertarik menggali hal-hal yang berhubungan dengan 9 terpidana mati saja.

Yeah… menjelang dilaksanakannya eksekusi mati terhadap delapan terpidana mati kasus Narkoba, tiba-tiba saja banyak orang bak pahlawan kemanusiaan yang beramai-ramai membela para Bandar Narkoba, berteriak-teriak atas nama hak asasi manusia. Mereka menentang hukuman mati, meminta kesembilan terpidana kasus Narkoba itu untuk dihukum seumur hidup saja alih-alih ditembak mati. Kayaknya mereka lupa bahwa 70% peredaran Narkoba dilakukan dari balik jeruji besi. Kendati ini tentu persoalan tersendiri, menyangkut evaluasi terhadap lemahnya aparat juga.

Yang pasti,  presiden kemudian didesak untuk memberi ampunan kepada para terpidana dengan membatalkan hukuman mati. Sungguh sulit posisi Presiden Jokowi. Kalau eksekusi mati tidak dilaksanakan, dia akan kembali dibilang sebagai presiden lemah yang gampang tunduk pada ancaman asing. Bila eksekusi dilaksanakan, mungkin sedikit orang akan mengapresiasi bahwa dia sedang menegakkan kedaulatan Negara. Namun sebagian besar akan membully juga dengan cap sebagai presiden yang kejam, tidak manusiawi, tak berpihak pada HAM. Kalau membiarkan saja dan menjadikan para terpidana mati menunggu tanpa kepastian, akan runyam juga urusannya. Publik Tanah Air terus akan mendesak agar Presiden bersikap terhadap para terpidana mati. Saat ini, ketika sikap sudah diambil pun masih banyak suara sumbang dan spekulasi-spekulasi dan isu yang digoreng terus menyangkut kasus ini.

Ketika delapan orang sudah dieksekusi, dan khusus terpisana mati asal Filipina, Mary Jane Fiesta Viloso ditunda, saya kira keputusan Presiden sudah tepat. Delapan orang yang diseksekusi sudah melalui tahapan demi tahapan persidangan yang akhirnya memutuskan mereka bersalah. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa Indonesia tidak main-main dengan perang melawan kejahatan Narkoba.

Sedangkan satu orang yang ditundak eksekusinya, karena belakangan menjelang detik-detik pelaksanaan eksekusi ternyata ada orang yang menyerahkan diri dan menggiring pada pembuktian bahwa sebenarnya Mary Jane tidak bersalah. Ini merupakan bukti bahwa pemerintah tidak memberikan hukuman secara semena-mena.

Bagaimana dengan sikap saya? Saya setuju dengan hukuman mati atas para penjahat Narkoba. Hukuman itu menurut saya setimpal dengan kerusakan yang bisa ditimbukan dengan beredarnya Narkoba di tengah-tengah masyarakat. Saya berempati jauh lebih besar pada orang-orang yang kehilangan anak atau kepala keluarga hancur akibat Narkoba lebih besar daripada empati kepada para penjahat Narkoba itu. Keyakinan yang saya anut pun menempatkan hukuman mati dalam hukum syariat untuk penjahat pada kasus-kasus tertentu. Atas dasar itu saya berpendapat hukuman mati itu sah-sah saja.

Akhir kata, semua yang sudah terjadi terkait kasus ini tetap layak menjadi bahan diskusi. Pro-kontra yang terjadi adalah hal yang biasa. Sepanjang tetap didasari dengan logika dan akal sehat, mari lanjutkan adu argumentasi.

Solo, 29 April 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun