[caption id="attachment_227491" align="aligncenter" width="480" caption="Diego Mendieta (foto dari Pasoepati.net)"][/caption] RS Moewardi Solo, ramai seperti biasa, Selasa (3/12/2012). Hampir di semua tempat pelayanan dijubeli pengunjung yang akan memeriksakan diri atau mengurus rawat inap dan jalan. Bersamaan dengan saat Bapak saya kontrol di poli mata Paviliun Cendana, pagi itu, terdengar kabar, seorang pesepakbola berkewarganegaraan asing meninggal di RS tersebut. Jenazah Diego sejak meninggal Selasa dini hari masih terbaring di Kamar Jenazah RS tersebut, menunggu pemulangan ke negara asalnya. Dan memang benar. Di dunia maya telah berseliweran berita meninggalnya Diego Mendieta, pemain asal Paraguay yang telah menyumbangkan tenaga dan bahkan nyawanya buat Persis Solo versi Liga Indonesia di RS Moewardi Solo. Benar-benar MENYUMBANG, karena tenaga Diego memang tidak dihargai secara profesional. Meninggalnya Diego tentu duka bagi dunia sepakbola Tanah Air, dan dunia sepakbola Paraguay. Namun bukan itu yang membuat hati siapapun pasti tercabik-cabik. Yang lebih mencengangkan dan dimuat hampir semua media massa online, adalah informasi bahwa Diego yang sudah merumput selama 4 bulan untuk Persis, belum pernah menerima gaji! Sungguh TRAGIS! Oleh karena belum menerima gaji yang tertunggak senilai Rp 120 juta, untuk makan dan biaya kos dia harus berutang.Ini sungguh amat sangat memalukan bagi saya sebagai orang Indonesia. Pertanyaan yang timbul, mengapa hal ini sampai terjadi?????? Bagaimana nasib keluarganya di Paraguay sono? Sedangkan situs-situs olahraga menyebut Diego ini punya istri dan dua anak yang masih kecil, dan tentu perlu biaya hidup dan pendidikan. Belum jelas benar penyebab meninggalnya Diego.Sebab Diego selama ini memang hanya mendapatkan perawatan ala kadarnya, disebabkan ketiadaan biaya. Hipotesa awal menyebut dia sakit tifus dan liver. Penyakit khas orang banyak masalah dan kurang gizi. Belakangan tim dokter RS Moewardi menyatakan Diego positif terkena cytomegalovirus yang sudah menyerang otak, jamur kandidiasis di saluran pencernaan dan positif mengidap demam berdarah. Diego sudah beberapa kali masuk RS. Dia juga sudah berkali-kali dilarikan ke RS oleh rekan-rekannya. Namun dia menolak dirawat inap karena tak ada uang untuk membayar. Sedangkan biaya hidup dan perawatan kesehatannya selama ini adalah hasil patungan para suporter sepakbola Solo yang bernanung di bawah bendera Pasoepati. Siapa yang tak akan sakit kalau menanggung masalah seperti Diego. Bekerja, tapi tak menerima penghasilan. Sementara dia berstatus kepala keluarga. Keluarga yang ditinggalkan tentu juga menunggu-nunggu kiriman. Beban pikiran dan kekurangan gizi, akan membuat siapapun menderita. Dan Diego akhirnya mengakhiri penderitaan dengan kematiannya. Yang paling memilukan adalah pesan terakhir Diego yang dikirim melalui ponsel kepada teman-temannya. Dia mengatakan: "Gak minta gaji full Aku Cuma minta tiket pesawat Biar bisa pulang Ketemu MAMAH Dan Mati di negara saya" Begitu rindunya Diego kepada keluarganya. Hingga dia merelakan gajinya tidak dibayar full asal diberi tiket untuk pulang ke negaranya. Namun rindu yang sangat mendalam kepada mama, anak-anak dan istrinya, ternyata harus dipendam hingga akhir hayat. [caption id="attachment_227634" align="aligncenter" width="400" caption="Foto istri Diego dan anak-anaknya yang ada di kamar kos di Solo. (foto dari Kompas.com) "]