Ramainya Kompasiana ini menjelang, sepanjang dan sesudah pelaksanaan Pemilu Legislatif. Ada yang bertepuk tangan setelah melihat hasilhitung cepat berbagai versi. Saya pribadi tidak terkejut dengan hasil yang ada, karena persis dengan perkiraan saya. Prediksi saya tentang 3 besar partai yang memperoleh suara tertinggi, saya tulis dalam status di Facebook, pagi hari tepat pada hari pencoblosan.
Saya perkirakan PDIP akan menjadi pemenang dengan perolehan sekitar 20%, bisa tipis di bawahnya atau tipis di atas persentase tersebut. Lalu disusul Golkar dengan belasan persen dan Gerindra. Dan benar terjadi, tiga partai itu adalah tiga besar di semua hasil hitung cepat yang dilansir banyak institusi saat ini.
Memang PDIP "hanya" memperoleh suara "segitu", lebih rendah dari target yang dipatok Puan Maharani yaitu 27%. Namun fakta yang harus diakui adalah:
1. PDIP menang dalam Pileg 2014.
Suka tidak suka dan mau tidak mau, hal ini harus diakui. Saya heran banyak orang masih nyinyir dan memperolok-olok PDIP yang "hanya" memperoleh suara "segitu". Segitu-segitunya suara PDIP, tetep aja dia partai pemenang pada Pileg kali ini. Dan dengan demikian, pihak yang memperolok-olok yang tentunya tak lain adalah dari partai yang kalah, mestinya legawa dong, kalau nggak mau kasih ucapan selamat.
Semua partai juga memasang target tertinggi yang dimungkinkan diperoleh partainya, bukan? Misal kalau PDIP pasang 27%, ada juga yang pasang target 3 besar, walau meleset dikit jadinya 4 besar dan itupun kalau diurutkannya dari yang terendah. Semua target itu sah-sah saja dipasang dan kalau tercapai berarti mesin partai bekerja ditambah ada faktor-faktor lain yang substansial.
Dalam kasus PDIP, saya kira perolehan itu sudah bagus, karena 5% lebih besar dibanding Pileg sebelumnya. Namun target tidak tercapai karena memang menjelang Pileg serangan kepada partai ini dan kepada Jokowi begitu masifnya. Gerakan anti-Jokowi dan anti-PDIP yang dilancarkan lawan politik berhasil, sehingga PDIP gagal mencapai presidential threshold.
Pada satu sisi, sejujurnya saya senang dengan hasil ini karena Pilpres akan lebih seru. Karena tidak ada partai yang benar-benar dominan, mereka akan saling membutuhkan satu sama lain.Mereka harus berkoalisi untuk mengajukan Capres-Cawapres. Dan saat ini kondisinya yang kemarin menyerang, mulai melunak. yang kemarin arogan mulai menurunkan arogansinya. yang kemarin menutup diri, mulai membuka diri untuk koalisi. Bahkan elite partai yang "bertikai" mulai salaman. Di sini kedewasaan politik masing-masing elite partai akan diuji. Lihatlah ARB dan SBY yang langsung mengucapkan selamat kepada PDIP. Mereka memang lebih dewasa dalam berpolitik. Sedangkan partai lain dan rombongan netizennnya masih terus bergerak untuk saling menghujat dan memperolok.
2. Jokowi tetap ngefek
Siapa bilang faktor Jokowi tidak ngefek? Siapa bilang tidak ada Jokowi effect dalam perolehan suara PDIP? Keputusan Megawati mencapreskan Jokowi dalam deklarasi 14 Maret, tetap besar efeknya dalam perolehan suara PDIP. Di banyak tempat, PDIP dicoblos partainya, bukan calegnya. Tak terkecuali di tempat tinggal saya.
Namun memang banyak juga orang yang mau Jokowinya, nggak mau PDIP-nya. Ada di antaranya yang mengerti bahwa jalan agar Jokowi mulus sebagai capres adalah dengan mencoblos PDIP. Ada juga yang tidak mengerti. Ada yang mengerti namun tetap menunggu Pilpres untuk mencoblos Jokowi, dan tak membiarkan jarinya mencoblos PDIP. Ada juga yang merelakan mencoblos PDIP untuk memuluskan pencapresan Jokowi.
Untung bagi PDIP, akhirnya Jokowi dicapreskan. PDIP menjadi partai pemenang dan suara PDIP pun meningkat sekian persen dibanding Pileg 2009 yang hanya 14%. Efeknya tetap signifikan Tanpa ada deklarasi pencapresan Jokowi, perolehan suara PDIP akan sangat buruk. Kalau ada yang bilang Jokowi tidak ngefek, tentu orang yang naif dan ingin bertepuk tangan karena senang PDIP tak mencapai targetnya.