[caption id="attachment_233642" align="aligncenter" width="400" caption="Lanjar Sriyanto. (foto dari Kompas.com)"][/caption]
Kasus Rasyid Rajasa yang mobil mewahnya menabrak mobil orang hingga ada dua korban meninggal dunia, mengingatkan saya pada kasus Lanjar Sriyanto, warga Solo yang mengalami nasib serupa tapi tak sama, beberapa tahun lalu.
Lanjar kena Pasal 359 KUHP tentang “Kelalaian yang Menyebabkan Seseorang Meninggal Dunia”. Yang meninggal adalah istrinya yang diboncengkan sendiri oleh Lanjar, lantas mengalami kecelakaan di jalan.
Kasus Lanjar tiba-tiba saja menjadi sorotan publik, dimulai saat secara bersamaan Harian Kompas dan sebuah media local Solo di mana kebetulan saya masih menjadi awak redaksinya, memuatnya di Halaman 1, pada Bulan September 2009. Hingga perhatian semua media pun tersedot, dan Lanjar bahkan sempat diundang beberapa stasiun televise di Jakarta, termasuk acara “Kick Andy”.
Kisah Lanjar adalah sepotong cerita tentang ketidakberdayaan masyarakat kecil dalam menggapai penegakan hukum. Kasus ini diproses Pengadilan Negeri Karanganyar, sebagai lokasi tempat klejadian perkara yang ironis ini. Ironis, karena pengendara motor yang kehilangan istrinya dalam kecelakaan justru duduk di kursi pesakitan.
Ceritanya, lelaki yang sehari-hari bekerja sebagai buruh bangunan tersebut bersama motor tuanya memboncengkan istri dan anak mereka, Warih, 10 tahun, menuju Solo. Lanjar berkeinginan menyalip sebuah mobil yang melaju di depannya. Namun nahas, saat itu mobil yang hendak disalip direm mendadak oleh pengemudinya, hingga menyebabkan motor menubruk mobil. Nasib sial belum terhenti. Saat menubruk mobil, istri Lanjar Saptaningsih, terpental di tengah jalan, dan ditabrak mobil dari arah berlawanan, yang belakangan diduga dimiliki seorang anggota polisi.
Saptaningsih tewas. Lanjar dan anaknya yang terlempar di sisi kiri/sayap jalan selamat, walau menerima beberapa jahitan pada lukanya. Tujuh hari berselang setelah pemakaman Saptaningsih, Lanjar berniat mengurus sepeda motor yang ditahan polisi. Namun, alih-alih bawa pulang sepeda motor, justru Lanjar disodori berita acara pemeriksaan (BAP) terkait statusnya sebagai tersangka dengan jeratan Pasal 359 KUHP tentang Kelalaian yang Menyebabkan Seseorang Meninggal Dunia. Lanjar pun DITAHAN. Laki-laki yang sangat lugu ini pasrah tak berdaya.
Singkat cerita, kasus Lanjar bergulir ke meja hijau. Saat sidang pertama dan kedua, Lanjar tidak mendapatkan pendampingan dari seorang penasihat hukum. Kasus ini dimuat kecil di media local kami. Seorang penasihat hukum yang visioner mendengar kabar ini. Nuraninya memanggil-manggil. Penasihat hokum bernama Muhammad Taufiq ini lantas secara suka rela mendampingi Lanjar di sidang-sidang selanjutnya.
Bagi Bung Taufiq yang kebetulan tetangga saya, apa yang dialami Lanjar adalah hal lucu namun perlu mendapatkan tanggapan serius. Dia ingin berjuang dan menjelaskan kepada public bahkan penegak hokum yang lugu, bahwa proses hukum harus didasari dengan pertimbangan keadilan. Bukannya asas legal formal semata.
Apalagi Taufik juga melihat kejanggalan-kejanggalan dalam kasus Lanjar. Dalam pemrosesan kasus Lanjar, disebut kecelakaan tunggal, dan tidak disebut-sebut adanya mobil milik anggota polisi yang menabrak Saptaningsih. Padahal fakta membuktikan kecelakaan yang dialami Lanjar bukan kecelakaan tunggal.
Pada satu sisi, kejadian ini membuat anak Lanjar, Warih Waluyo stres berat. Sebab setelah kehilangan ibu yang meregang nyawa di depan mata, Warih juga harus berpisah dengan ayahnya yang mendekam di penjara. Warih yang dilanda kesedihan mendalam pun tak mau masuk sekolah. Dia tinggal bersama sang nenek yang terpaksa meninggalkan pekerjaannya sebagai pembantu rumah tangga di Jakarta, agar bisa mengasuh cucunya di sebuah rumah yang hanya terdiri satu ruangan di Solo, dalam kondisi kekurangan.
Setelah disorot media, kasus Lanjar tetap bergulir. Hanya bedanya, semua orang yang mengikuti kasus ini turut mengawal jalannya persidangan. Hari berlalu, persidangan demi persidangan kembali digelar, dan Lanjar divonis 1 bulan 7 hari. Namun saat vonis dijatuhkan, dia langsung bebas, karena sebelum divonis dia sudah menjalani masa tahanan sebanyak itu. Belakangan di tingkat kasasi setelah setahun berselang, MA menjatuhi Lanjar hukuman 2 bulan percobaan.
Nah, bagaimana dengan nasib Rasyid Rajasa si anak menteri? Apakah keadilan akan ditegakkan seperti terhadap Lanjar?
Kalau tebakan kawan saya di Facebook, Rasyid akan tetap dihukum, demi pencitraan bapaknya yang akan maju menuju RI1 pada 2014 mendatang. Wallhu a'lam.
Solo, 5 Januari 2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H