Mengerikan cara orang-orang mem-bully Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri. Tak hanya mengkritisi isi pidatonya dalam peringatan HUT ke-50 PDIP di JI Expo Kemayoran, Jakarta, Selasa (10/1/2023). Mereka melecehkan terkasit fisik dan bahkan lebih kasar lagi yang disangkutpautkan dengan usianya yang sudah sepuh. Seakan-akan para pem-bully itu paling pintar, paling berpengalaman, paling ideal postur tubuhnya dan akan muda terus. Luar biasa...
Lebih luar biasa lagi karena para pem-bully ini adalah kawan-kawan di lingkaran saya sendiri. Yang dulu sama-sama mendukung Pak Jokowi. Sekarang mendukung salah satu capres. Memang benar kata pepatah. Ada dua kelompok orang yang sering hilang kendali sekaligus sulit dinasehati. Golongan pertama orang yang lagi jatuh cinta. Golongan kedua adalah pendukung capres.
Tapi lucunya mereka juga berdalih tak hanya sang capres yang dipermalukan. Tapi Ibu Mega juga mempermalukan Presiden Jokowi. Mbulet kan? Padahal Pak Jokowi sendiri santai menanggapinya. Trus membenturkan Ibu Megawati yang kini memegang hak prerogatif menentukan capres 2024 dengan capres di partainya serta Presiden Jokowi itu apa gunanya sih? Bukahkah malah banyak kerugiannya?
Tak ada yang salah dengan pidato Ibu Megawati. Ini acara PDIP. Ibu Mega itu Ketua Umum DPP Pusat. Tak ada yang salah ketika beliau mengulang kembali sejarah PDIP, menyoroti kesetaraan gender, hingga memberi peringatan bagi para kader yang dinilai tidak taat aturan. Ini hak beliau selaku pimpinan tertinggi.
Capres boleh terus tebar pesona di luar sana. Tapi di dalam partai, dia tetap kader biasa. Ini berlaku bagi seluruh kader yang memiliki jabatan publik, dari sekadar bupati hingga presiden. Dari wakil rakyat di tingkat kkota/abupaten hingga Senayan. Kedudukan mereka di dalam partai setara dengan kader lain yang tidak menjabat apa-apa. Ini yang coba diingatkan Ketua Umum PDIP.
Dalam penyampaian pidatonya, tentu saja khas sekali Ibu Mega. Lugas, tegas, kadang genit, lucu dan baper seperti sebelum-sebelumnya. Tapi itulah Megawati. Perempuan tangguh yang tetap tegar walau mengalami hantaman badai politik. Puluhan tahun ditindas penguasa Orde Baru. Anak proklamator bangsa yang bahkan harus putus sekolah karena sang ayah diasingkan dan dibiarkan menjalani kehidupan tak layak di akhir hidupnya.
Perjalanan hidup yang tak mudah membentuk kepribadiannya seperti sekarang, yang terbawa dalam pidatonya. Tapi tetap saja saat ini hanya Megawati seorang yang pantas menyandang predikat ketua umum partai terbesar di Indonesia. Satu-satunya yang bisa mengusung pasangan capres-cawapres di Pilpres 2024, walau tanpa harus koalisi dengan partai lain.
Tak ada yang salah dengan pidato Megawati di hadapan kader-kadernya. Tapi yang bukan kader malah pada blingsatan. Mereka rupanya sakit hati karena capres idolanya "tak dianggap" di perayaan HUT PDIP. Tak ditempatkan di kursi depan malah harus duduk berimpitan di belakang. Harapannya ada kejutan deklarasi capres di pidato. Tapi jangankan dideklarasikan. Disebut namanya di pidato 1.5 jam itu pun tidak. Ini agaknya membuat pendukung capres kalap. Seperti dikomando mereka membully Ibu Mega dengan sadis.
Megawati ini politisi senior. Dia berpengalaman dan matang. Megawati tidak gampang didesak oleh tekanan publik ataupun sekitarnya. Dia akan mendeklarasikan capres pada waktu yang tepat. Megawati juga akan mendengarkan aspirasi dari sekitarnya. Yang jelas dia sudah memberi sinyal bahwa capresnya akan dari kader sendiri. Entah capres yang elektabilitasnya tinggi atau yang lain. Pak Jokowi sendiri sudah mengingatkan, "Aja kesusu, aja grusa-grusu". Kader-kader PDIP sabar menunggu. Yang bukan kader malah grusa-grusu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H