[caption caption="Sumber foto: Islamedia"][/caption]Foto sejumlah jurnalis senior Indonesia bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, merebak di timeline media sosial saya akhir-akhir ini. Foto yang sudah dibuat menjadi meme dengan tulisan identitas media tempat mereka bekerja di dada masing-masing, diapload secara beramai-ramai oleh media online yang memang selama ini dikenal provokatif dan tak tanggug-tanggung dalam menggosok sentimen SARA, serta tak segan menyebarkan hoax bahkan fitnah. Nggak usah disebutkan, tentu sudah pada tahu.Â
Media-media abalabal itu kompak menulis dengan judul "Inilah Identitas Wartawan yang ke Israel" atau "Ini Wartawan yang Sowan Pemimpin Israel". Gerombolan regu sorak media abal-abal itu pun beramai-ramai menyebarkan link dengan status "Hafalkan Wajah Para Wartawan Pengkhianat yang Tunduk pada Israel"(kalo hafal terus ngapain, Broohh?" keluar di soal ujian nasional?)
Memang menyedihkan. Apapun dilakukan "kelompok itu" untuk membodohi masyarakat. Mereka paham betul kelompok masyarakat yang bodoh dan kudet memang gampang terprovokasi dengan apapun informasi yang dibalut dengan isu agama. Selama ini sentimen muslim Indonesia terhadap Israel sangat besar dan mendalam. Apapun yang ada embel-embel  Israel wajib dibenci. Yang ada di kepala hanya perang Israel vs Palestina, dan itu berarti Islam vs Yahudi. Orang sholeh melawan orang jahat. Sebaliknya apapun yang terkait Palestina wajib diberi simpati.
Mereka tak mengerti di Israel juga ada minoritas Muslim. Tak mengerti pula di Palestina juga ada warga nonmuslim. Tak mengerti di Israel juga ada orang baik. Tak mau tahu di Palestina juga ada orang jahat. Pokoknya jangan dekat-dengan Israel. Itu najis dan aib besar. Begitu yang ada di kepala orang-orang yang berwawasan cekak di "kelompok itu".
Mereka pun gak mau tahu bahwa wartawan bertemu pemimpin Israel itu sedang menjalankan tugasnya. La wong memang wartawan kerjanya menggali informasi dari siapa saja. Dari presiden maupun tukang sampah ataupun pelacur. Dari kawan maupun lawan. Dari kalangan kelas kambing hingga kelas jerapah. Lagian mereka jurnalis-jurnalis senior yang memegang kredo jurnalistik dengan baik. Mereka dari media-media kredibel yang tak punya kepentingan seperti media abal-abal yang merebak akhir-akhir ini. (padakkan mereka-mereka aja). Â
Ya, saya paham. media-media yang dibuat "kelompok itu" memang bertujuan mendiskreditkan perusahaan penerbitan tempat para jurnalis itu bernaung. Â Mereka pun mendapat angin saat mendapati para jurnalis itu pergi ke Israel. Mereka pun memanfaatkan sentimen dan momentum ini dengan baik, agar publik makin membenci Metro TV, Tempo dan Kompas (yang notabene media kredibel dan berintegritas di Indonesia). Sayangnya Jawa Pos dan Bisnis Indonesia ada di antara rombongan juga. Jadi turut kena getahnya.
Apa yg boleh bergandeng mesra dengan pemimpin Israel cuma Om Erdogan?Â
Yang lucu adalah saat bersamaan, "kelompok yang sama" secara beramai-ramai terus kampanye mendukung pemimpin Turki Recep Tayip Erdogan. Tapi mereka pun harus menutup-nutupi kenyataan bahwa Turki dan Israel itu mesra satu sama lain. Bahwa pernah hubungan Israel-Turki mengalami pasang surut itu biasa.
Namun nyata-nyata Erdogan sendiri bergandeng tangan dengan Israel sudah sejak lama, zaman perdana menterinya masih Ariel Sharon. Sempat ada perang dingin karena Erdogan mencari simpati publik muslim. Namun baru-baru ini Turki kembali rekonsiliasi dengan Israel. Bahkan Erdogan tak malu-malu menyatakan bahwa Israel dan Turki adalah mitra yang saling membuthkan.
[caption caption="Sumber foto: Hareetz.com"]
Tak seperti media profesional yang kredibel yang menyebarkan aneka ragam informasi, media abal-abal memilih informasi hanya yang bisa digoreng dan akhirnya menguntungkan kepentingan orang-orang di baliknya. Dan kelompok di belakang media-media provokatif sepertinya memang tidak peduli akan efek dari menyebar provokasi dan informasi menyesatkan demi merawat dendam, menjaga sentimen dan menanamkan kebencian.