[caption id="attachment_168673" align="aligncenter" width="404" caption="Keluarga Anak Kaki Gunung. (dari kiri: Eliana, Mak Nur, Amelia, Pak Syahdan, Pukat, Burhan)"][/caption] Di tengah gempuran sinetron tidak bermutu yang menghiasi layar kaca Indonesia, kini hadir tayangan untuk anak-anak berjudul Anak Kaki Gunung. Sinetron ini seolah menjadi penawar dahaga akan tayangan berkualitas untuk anak-anak. Sinetron yang satu ini memang beda. Nama Deddy Mizwar agaknya menjadi jaminan tayangan bagus.Om Deddy dkk menggarap Anak Kaki Gunung bersama PT Demi Gisela Citra Sinema-nya. Sinetron ini tayang di SCTV setiap Senin-Jumat pukul 17.45 WIB. Sinetron ini diadaptasi dari novel Serial Anak-anak Mamak karya Tere Liye, novelis yang memang spesialis mengaduk-aduk perasaan dan piawai memanggil-manggil nurai pembaca dengan tulisannya. Hanya bedanya, bila dalam Serial Anak-anak Mamak pembaca mengenal tokoh Burlian, dalam sinetron Anak Kaki Gunung ini nama Burlian disulap menjadi Burhan. Sedangkan Misbach Yusa Biran, Ida Farida, Arief Gustaman, Firman Triyadi dan Al Kadri Johan dipercaya menggarap skenarionya. [caption id="attachment_168694" align="aligncenter" width="454" caption="Anak-anak kaki gunung bermain sepeda. (semua foto diunduh dari fanpage Facebook Anak Kaki Gunung)."]
[/caption] Sinetron ini dibintangi oleh anak-anak yang "tidak dikenal" di jagat persinetronan. Mereka berakting sebagai kakak beradik dalam keluarga petani jengkol yang sederhana namun penuh inspirasi. Mereka t inggal di pelosok Sumatra Barat, tepatnya di kaki Gunung Singgalang. Ada Ananda Putri yang bermain sebagai
Eliana si anak sulung, MÂ Fahri sebagai
Pukat, M Fidzi Lalil Rahim sebagai
Burhan dan Tissa Biani Azahra sebagai
Amelia. Untuk mendampingi mereka, ada sejumlah nama-nama yang cukup dikenal. Seperti Dewi Irawan yang berperan sebagai Mak Nur, ibu dari keempat anak itu. Ada pula Edi Riwanto yang bermain sebagai Pak Syahdan, ayah mereka. Lalu ada Dorman Borisman yang menjadi tokoh Pak Taufik, seorang guru bantu yang penuh dedikasi. Pak Taufik tak kunjung naik status menjadi PNS walau sudah 15 tahun mengabdikan diri sebagai guru di SD Teladan, tempat Eliana dan adik-adiknya bersekolah. Bangunan SD Teladan sendiri sebenarnya jauh dari layak untuk disebut sebagai sekolah. Namun kondisi itu tak menyurutkan semangat dan dedikasi Pak Taufik dalam mendidik anak-anak kaki gunung itu.Pun tak membuat semangat anak-anak yang bersekolah di SD tersebut menjadi lemah. Ada pula sosok Aty Cancer yang memerankan tokoh Nenek Kiba, sosok yang cukup penting di desa. Tiap malam anak-anak membawa obor, datang ke rumah Nenek Kiba untuk mengaji ilmu agama. Nenek Kiba tak menerima pemberian dari muridnya, karena berprinsip bahwa ilmu agama bukan untuk dikomersialkan. Setiap episode, Anak Kaki Gunung selalu menyajikan cerita yang penuh inspirasi dan membuat airmata saya meleleh karena terharu. Misalnya pada episode "Kaleng Kejujuran", dikisahkan Mak Ahmad, pemilik warung di SD Teladan beberapa hari tak membuka warungnya. Ternyata dia harus menunggui anaknya yang sakit TBC. Oleh karena tidak ada penghasilan, Mak Ahmad juga tak punya uang untuk mengobati anaknya yang butuh pengobatan rutin. Melihat kenyataan itu, Pukat dkk berinisiatif membantu Mak Ahmad. Dia dengan rela hati tiap pagi mengambil kunci di rumah Mak Ahmad sembari mengambil jajanan yang dibuat si Emak. Lalu Pukat juga yang akan membuka kantin.
Namun karena Pukat dkk harus masuk kelas, kantin dibiarkan tanpa penunggu. Sebagai gantinya, disediakan sebuah kaleng. Tiap anak harus jujur memasukkan uang ke kaleng itu sesuai dengan nominal yang harus dibayar. Tiap pulang sekolah, Pukat mengunci kantin dan mampir ke rumah Mak Ahmad menyerahkan uang pendapatan kantin hari itu. Di sini pembaca ditunjukkan sikap anak-anak yang tulus membantu dan peka terhadap lingkungannya. Sudah tiga episode berlalu. Seingat saya belum pernah saya tidak mengeluarkan airmata karena hati saya tersentuh oleh apa yang dilakukan Pukat dkk.
Anak Kaki Gunung menyajikan tontonan tentang keluarga sederhana yang saling menyayangi, anak-anak sekolah yang dalam kondisi penuh keterbatasan namun giat belajar, persahabatan yang indah dan tulus,Â
dan pembelajaran budi pekerti tanpa menggurui. Pengadeganan dan akting yang begitu keren, membuat penonton seperti melihat kehidupan sesungguhnya yang ada di kaki gunung. Kelucuan-kelucuan pun ditayangkan dengan tanpa dipaksakan, begitu alami. Bahkan kadang saya harus menangis sambil tertawa, karena adegan yang ada sebenarnya tidak menyedihkan justru menggelikan, namun sekaligus mengharukan. Adegan-adegan semacam ini sangat jauh bila dibandingkan dengan sinetron lainnya yang menayangkan adegan lucu namun situasinya terkesan dipaksakan. Maaf-maaf saja, kualitas sinetron
Anak Kaki Gunung ini memang jauh dibandingkan sinetron kejar tayang yang ada sekarang, yang ceritanya banyak tak masuk akal, penuh caci maki, serinya dipanjang-panjangkan bila laris, dan sama sekali tidak mempunyai visi mendidik. Bila
sebelumnya saya melarang anak-anak saya dekat-dekat dengan sinetron, sejak
Anak Kaki Gunung tayang perdana,
saya justru menjadikan tayangan ini sebagai sinetron wajib tonton bagi anak-anak. Saya juga mendampingi mereka karena ingin ikut terinspirasi dengan jalan ceritanya, dan memastikan agar mereka jangan sampai terlewatkan menyaksikan sinetron ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Lyfe Selengkapnya